Konon, sebelum nyemplung ke dunia, ruh kita dulu nongkrong asyik di “alam azali” — ngobrol santai sama Allah, janji bakal jadi hamba yang keren, rajin ibadah, dan nggak lupa arah. Tapi begitu lahir ke dunia, semua janji itu hilang seperti nota parkir di saku celana yang masuk mesin cuci.
Lingkungan lalu datang kayak MC lomba karaoke kampung:
Dan kita pun tumbuh jadi manusia yang sibuk mengejar target
hidup versi orang lain. Jiwa tenang yang dulu janji pulang tepat waktu,
sekarang malah ikut lomba marathon duniawi — tanpa tahu finish-nya di mana.
π§ GPS Kehidupan:
Arahkan ke “Home”, Bukan ke Mall
Kalau hidup ini perjalanan, maka mengenal diri itu kayak
nemu tombol “Home” di GPS. Begitu ditekan, muncul rute menuju “Allah Subhanahu
wa Ta’ala”. Tapi masalahnya, banyak yang GPS-nya eror karena sinyal hati lemah
— kebanyakan notifikasi duniawi.
Tanpa kenal diri, kita kayak sopir angkot yang muter-muter
di ring road sambil teriak:
“Mau ke mana nih, bos?!”
Lucunya, penumpang (baca: hawa nafsu) malah jawab:
“Pokoknya jalan terus, nanti juga sampai!”
Lah, sampai ke mana? Neraka? Atau tempat ngopi 24 jam tanpa
promo pulang?
π Ilmu: Kendaraan
atau Ban Kempes?
Ilmu itu kendaraan keren buat melaju ke arah yang benar.
Tapi hati-hati — ilmu yang bikin sombong itu kayak ban bocor: berisik, tapi
nggak jalan-jalan.
Zaman sekarang, banyak “pembalap spiritual” yang baru baca
dua artikel di internet udah ngerasa makrifat level platinum.
Padahal, kalau di-check GPS-nya, masih muter di parkiran mall kehidupan.
Ilmu sejati justru bikin rendah hati, karena sadar bahwa
semua pengetahuan itu cuma pinjaman. Kalau sudah sampai tahap itu, perjalanan
hidupmu akan senyap — bukan karena mati mesin, tapi karena sudah tenang di
jalur yang benar.
π Dunia: Warung
Kopi, Bukan Rumah Permanen
π§ Nabi dan Wali:
Tour Guide dari Langit
Para nabi dan wali itu kayak tour guide yang sabar banget.
Mereka udah bilang, “Eh, jangan kelamaan di warung, nanti ketinggalan bis!”
Tapi kita malah jawab, “Sabar dulu dong, lagi selfie nih!”
Mereka cuma pengin kita nggak nyasar. Tapi kita yang
kebanyakan filter duniawi malah ngerasa udah expert
traveler. Padahal, kalau nggak ditemani pemandu, bisa-bisa kita malah
nyebrang ke jurusan yang bukan-bukan.
☕ Kesimpulan: Ngopi, Tapi
Jangan Lupa Pulang
Hidup ini cuma mampir minum, bukan buka kedai. Dunia adalah
tempat transit, bukan terminal akhir. Tujuan kita jelas: pulang ke surga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.