Kata orang bijak, “Masalah adalah tanda bahwa kamu masih hidup.” Tapi kadang rasanya, hidup terlalu semangat membuktikan hal itu. Baru saja tagihan listrik lunas, motor tiba-tiba mogok. Selesai urusan kerjaan, eh... muncul drama keluarga. Lengkap sudah ujian hidup — combo package tanpa diskon.
Namun, kata para ustaz, semua itu bukan hukuman, melainkan pendidikan karakter. Masalah adalah kurikulum kehidupan yang dirancang langsung oleh Allah. Kalau di sekolah ada ujian biologi untuk mengenal makhluk hidup, maka di dunia nyata ada ujian hidup untuk mengenal diri sendiri. Bedanya, di sekolah kita bisa nyontek. Di hidup, jawabannya harus dicari pakai doa dan sabar — dua hal yang sering kita “skip” seperti tombol iklan di YouTube.
Setiap masalah, katanya, sudah disiapkan solusinya oleh Allah. Persis seperti obat di apotek. Tapi ya itu, Allah tidak menyuruh malaikat untuk antar paket solusi ke depan rumah. Kita harus “ambil sendiri” dengan usaha, doa, dan kadang sedikit air mata (yang keluar bukan karena terharu, tapi karena listrik padam saat deadline).
Masalah juga bikin kita mandiri. Ibarat belajar memperbaiki mobil sendiri karena bengkel tutup hari Minggu, kita akhirnya tahu mana kabel aki dan mana kabel headset. Kalau kita bisa bertahan dari segala drama hidup, lama-lama bisa buka “bengkel kehidupan” — tempat orang lain datang curhat, dan kita pura-pura bijak sambil menyeduh kopi.
Namun, jadi mandiri bukan berarti jadi keras hati. Kalau hati sudah penuh dendam dan kebencian, nurani kita seperti kaca helm yang berdebu — susah lihat jalan. Jadi sebelum marah ke orang lain, cobalah elap dulu kaca hati kita. Kadang, masalahnya bukan di orang lain, tapi di hati yang belum diservis.
Iman kepada takdir itu seperti Wi-Fi: tak kelihatan, tapi efeknya nyata. Kalau sinyal iman lemah, semua terasa buffering — doa terasa lambat, sabar terasa berat, dan hidup terasa error. Tapi kalau sinyalnya kuat, setiap musibah malah terasa “update sistem spiritual versi terbaru.”
Keikhlasan pun mirip diet — semua orang tahu penting, tapi sedikit yang berhasil. Kadang kita sudah ikhlas, tapi begitu orang lain dipuji duluan, keikhlasan langsung uninstall. Latihannya memang panjang, tapi kalau berhasil, hati jadi ringan, senyum gampang, dan hidup terasa adem seperti setelah buka puasa pertama.
Dan akhirnya, hidup ini punya batas waktu — seperti paket data. Saat masa aktif berakhir, tidak ada “perpanjangan otomatis.” Maka sebelum “notifikasi akhir hayat” muncul, sebaiknya kita sudah punya tabungan amal, bukan cuma tabungan cicilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.