Selasa, 21 Oktober 2025

Murid Galau Cari Guru: Drama Spiritual di Jalan Menuju Tuhan

Mencari guru itu, kata para sufi, seperti mencari dokter batin: harus yang benar-benar paham penyakitnya, bukan yang cuma tahu nama obat di Google. Tapi di zaman sekarang, mencari guru bukan hal mudah. Kadang baru dua kali ikut pengajian, sudah upload story dengan caption “Bismillah, menemukan mursyid sejati.” Eh, seminggu kemudian, ganti guru karena yang baru “lebih vibes.”

Padahal, kata Syekh Ibrahim ad-Dasuqi, perjalanan spiritual itu bukan jalan tol, tapi tanjakan sempit yang penuh batu tajam dan pos ronda ujian batin. Kalau niatnya nggak murni, ya nyungsep di tikungan ego.

Tahap 1: Cari Guru yang Bener, Bukan yang Viral

Kata para masyayikh, guru itu bukan cuma yang ilmunya tinggi, tapi juga zuhud—nggak nempel sama dunia, dan wara’—takut banget sama yang haram. Beda jauh dari “ustaz konten” yang ceramahnya disponsori kopi saset dan ditutup dengan kode promosi.

Guru sejati nggak sibuk cari views, tapi sibuk menghapus “dirinya” sendiri agar murid bisa melihat Allah. Tapi murid zaman now sering kebalik: sibuk mencari guru yang cocok dengan algoritma, bukan dengan hatinya.

Tahap 2: Sadar Diri Bahwa Kita Sakit (Tapi Nggak Usah Drama)

Kata Syekh ad-Dasuqi, kalau manusia itu benar-benar suci hatinya, mungkin nggak butuh guru. Tapi sayangnya, kebanyakan kita datang dengan “setumpuk penyakit batin”: sombong, riya, iri, dengki, dan sedikit drama queen.

Guru itu seperti dokter spiritual—tugasnya mendiagnosis penyakit hati, bukan menuruti maunya pasien. Tapi murid kadang lebih ribet daripada pasien THT. Baru dinasihati sedikit, langsung bilang: “Kok saya disindir, ya?” Padahal belum juga disindir, baru ditiup hatinya dikit biar lembut.

Tahap 3: Belajar Puasa, Tapi Jangan Jadi Zombie

Kata Syekh, makanan utama murid itu kelaparan, minumannya air mata, dan tempat tidurnya sabar. Tapi tentu bukan berarti murid harus diet ekstrem spiritual sampai tipes. Maksudnya: tahan nafsu, bukan tahan nasi.

Sayangnya, sebagian murid suka kebablasan. Baru tiga hari puasa Senin-Kamis sudah merasa lebih ringan dari udara, padahal baru lapar biasa. Ada pula yang menangis tiap malam, tapi bukan karena rindu Allah—melainkan karena kuota habis pas nonton ceramah favoritnya.

Tahap 4: Latihan Hati Anti Baper

Salah satu tugas murid sejati adalah menjaga hati. Jangan gampang tersinggung, jangan ngomel, dan jangan nyinyir. Kalau diuji, sabar; kalau bisa balas, maafkan; kalau lapar, jangan update status.

Para sufi bilang, murid yang sukses itu yang “memakmurkan bumi dengan jasadnya dan langit dengan hatinya.” Artinya, tangannya kerja, lidahnya dzikir. Tapi ada juga murid versi modern: “memakmurkan grup WhatsApp dengan debat dan langit dengan emoji nangis.”

Tahap 5: Jangan Lupa, Jalannya Tetap Syariat

Inilah bagian paling penting. Syariat itu pagar, bukan pembatas pemandangan. Tarekat tanpa syariat ibarat GPS tanpa sinyal—ujungnya nyasar ke lembah ilusi.

Banyak orang tergoda memotong jalan spiritual dengan gaya “jalan ninja”—katanya sudah sampai hakikat, padahal baru hafal satu kutipan dari Asy-Sya’rani. Syekh bilang, jangan coba-coba keluar dari jalur syariat, nanti bukan ketemu Allah, malah ketemu ego yang pakai jubah mistis.

Epilog: Kebenaran Tak Tersembunyi di Kepala Domba

Di akhir wejangan, disebut kisah ajaib tentang tulisan Ilahi di kepala domba panggang—sebuah tanda keagungan syariat Nabi Muhammad. Pesannya jelas: kebenaran itu sering muncul di tempat tak terduga, bahkan di menu makan malam.

Jadi, kesimpulannya, mencari guru syariat itu bukan perkara ikut siapa yang paling populer, tapi siapa yang paling mampu membimbing kita untuk berhenti melihat diri sendiri. Jalan spiritual bukan ajang “upgrade level” kayak game RPG, tapi perjalanan pulang menuju Allah.

Dan kalau perjalanan ini terasa berat, ingatlah pesan Syekh Asy-Sya’rani:

“Kelaparan adalah makanan murid, air mata adalah minumannya, dan cinta Allah adalah kopi panas yang membuatnya tetap terjaga.”

Jadi, teruslah berjalan, wahai murid galau—asal jangan lupa: bimbingan guru lebih penting dari pencarian filter rohani yang cocok dengan feed-mu.

abah-arul.blogspot.com., Oktober 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.