Pendahuluan: Hati yang Butuh Perawatan Bengkel
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saudara-saudara sekalian yang dirahmati Allah, semoga hatimu tetap stabil walau
sinyal iman kadang naik turun seperti WiFi pondok. Di zaman sekarang, yang
lebih cepat dari bisikan setan adalah notifikasi TikTok, manusia makin butuh
kitab seperti Nashaihul ‘Ibad.
Karya monumental Syekh Nawawi Al-Bantani ini seperti buku
servis hati—karena, mari jujur, banyak dari kita hatinya bukan rusak ringan
tapi sudah butuh turun mesin. Amal banyak, tapi niat bocor. Ibadah
rajin, tapi masih berharap disorot kamera masjid.
Syekh Nawawi menulis kitab ini bukan untuk memarahi, tapi
untuk menepuk pundak kita sambil bilang: “Nak, jangan sibuk mencuci sandal
orang lain kalau sandalmu sendiri hilang.” Alias, jangan kebanyakan menasihati
kalau hatimu sendiri belum diservis.
Hikmah yang Bikin Ngaca: Dari Ikhlas sampai Lupa Password
Dunia
Hikmah pertama: “Amalan sedikit tapi ikhlas lebih
baik daripada banyak tapi riya.”
Kalimat ini seharusnya dicetak di depan semua tempat selfie masjid. Karena
sekarang, banyak yang salat tahajud tapi posting caption-nya lebih
panjang dari doanya. Padahal, kata Syekh Nawawi, amal yang benar itu seperti
WiFi: tak terlihat tapi terasa manfaatnya.
Kemudian beliau bilang, “Barang siapa baik batinnya,
maka baik pula lahirnya.”
Nah ini, santri senior sering keliru: dikira wajah cerah karena wudhu,
padahal karena skincare. Kalau hatinya masih iri sama teman yang
dapat jatah nasi tambah, ya wudhu-nya belum sampai ke hati.
Lanjut lagi: “Barang siapa mengenal dirinya, maka ia
mengenal Tuhannya.”
Kalimat ini berat, tapi bisa diuji dengan sederhana: kalau kamu tahu
kelemahanmu—mudah marah, malas bangun subuh, atau sering curhat di status
WA—maka kamu sudah mulai kenal dirimu. Tinggal satu langkah lagi: berhenti
menyalahkan orang lain dan mulai minta tolong sama Allah.
Syekh Nawawi juga menulis, “Orang berakal adalah
yang meninggalkan dunia sebelum dunia meninggalkannya.”
Kalimat ini bikin banyak santri merenung di kantin. Karena jujur saja,
meninggalkan dunia itu gampang diucap, tapi bagaimana mau meninggalkan dunia
kalau utang di koperasi pondok saja belum lunas?
Dan peringatan paling menampar: “Jangan lihat
kecilnya maksiat, tapi lihatlah siapa yang kau durhakai.”
Jadi kalau kamu masih suka nyontek tugas teman dan bilang “Ah cuma sekali,”
ingat: yang kamu lawan bukan pengawas, tapi Tuhan semesta alam. Dosa kecil itu
kayak nasi—sedikit demi sedikit, lama-lama jadi lemak batin.
Ceramah Ringan Tapi Nancep: Tentang Hati, Sabar, dan WiFi
Iman
Di antara hikmah paling populer dari Nashaihul ‘Ibad adalah, “Barang
siapa niatnya hanya untuk Allah selama 40 hari, maka hikmah akan mengalir dari
hatinya ke lisannya.”
Santri yang mencoba ini biasanya kuat di hari pertama, lemah di hari kedua, dan
di hari ketiga sudah update: “Challenge 40 hari ikhlas, day 3 ๐ช.”
Padahal kalau sudah diumumkan ke publik, ya batal sudah latihannya.
Ada juga nasihat, “Barang siapa panjang
angan-angannya, buruklah amalnya.”
Kalimat ini cocok ditempel di depan kasur santri yang suka bilang: “Nanti aja
tahajud, habis isya dulu rebahan.” Nah, rebahan isya itu
sering berlanjut sampai subuh lewat.
Syekh Nawawi juga mengingatkan soal sabar: “Barang
siapa kesabarannya mengalahkan amarahnya, maka ia telah mencapai derajat
manusia sempurna.”
Tapi jujur, santri yang sabar lihat antrean nasi di dapur juga sudah termasuk
calon wali kecil. Apalagi kalau nasi tinggal kerak tapi dia tetap bilang
“Alhamdulillah.”
Dan puncaknya: “Barang siapa ridha dengan sedikit
rezeki maka tubuh dan hatinya akan tenang.”
Inilah alasan kenapa banyak kiai tua di kampung tampak bahagia walau gubuknya
bocor. Mereka tahu, ketenangan tak dijual di marketplace. Tapi kalau kamu masih
suka iri lihat teman punya HP baru, mungkin belum ridha—baru redha
tipis-tipis.
Kesimpulan: Jadi Santri Hati, Bukan Sekadar Santri Sarung
Membaca Nashaihul ‘Ibad seperti disindir
tapi disayang. Setiap hikmahnya menampar dengan lembut, kayak kiai yang marah
tapi wajahnya tetap teduh.
Syekh Nawawi mengajarkan bahwa hati itu seperti teko: kalau
di dalamnya teh manis, yang keluar juga manis; tapi kalau isinya amarah dan
iri, ya keluar kata-kata pahit. Maka tugas kita bukan mempercantik teko, tapi
membersihkan isi dalamnya.
Jadi, kalau kamu merasa hidupmu belum tenang, mungkin bukan
karena gajimu kurang atau rezekimu seret, tapi karena hatimu belum diservis.
Coba bawa ke bengkel Syekh Nawawi: buka Nashaihul ‘Ibad, baca satu
nasihat setiap hari, dan praktekkan dengan senyum.
Sebab, kata orang pesantren:
“Yang ikhlas itu bukan yang gak minta upah, tapi yang
upahnya diserahkan ke Allah dulu, baru diterima di akhirat.”
Dan kalau sudah sampai tahap itu—selamat, berarti hatimu
sudah lulus uji kelayakan spiritual.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Semoga kita semua bisa jadi santri yang ikhlas meski kadang masih noleh ke
kamera.
abah-arul.blogspot.com., Oktober 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.