Jumat, 03 Oktober 2025

Budaya Toxic: Ketika Hidup Jadi Reality Show Murahan

Pernahkah Anda merasa hidup ini seperti sinetron tanpa jeda iklan? Bedanya, bukan Indosiar yang memproduksi, tapi lingkungan sosial kita sendiri—lengkap dengan gosip, drama, dan plot twist yang bikin mikir, “Ini dunia nyata apa konten TikTok?” Nah, itulah yang disebut budaya toxic.

Masalahnya, banyak orang menganggap budaya toxic itu lumrah, seolah-olah satu paket dengan KTP. Padahal, kalau dibiarkan, dampaknya bisa bikin mental jungkir balik, hubungan sosial hancur, sampai tubuh berasa baterai HP jadul: cepat panas, cepat habis, dan sering error.

Mari kita bongkar isi “paket toxic premium” ini:

1. Gosip dan Fitnah: Netflix Gratis Versi Kampung

Orang bilang gosip itu hiburan. Ya, hiburan untuk siapa? Untuk yang ngomong, bukan yang digosipin. Bedanya, kalau nonton drama Korea masih bisa pause buat makan Indomie, gosip biasanya auto nyebar 24 jam non-stop. Privasi orang jadi tontonan umum, padahal CCTV aja ada batasan jam rekamnya.

2. Mengecilkan Perasaan Orang Lain: “Drama Queen” Mode ON

Ada orang curhat sedih, eh dijawab, “Ah, cuma gitu aja?” atau “Jangan lebay!” Lah, kalau begitu, besok orang patah hati mungkin disuruh minum Bodrex aja kali biar sembuh. Padahal, emosi itu bukan pertandingan olimpiade—nggak ada medali emas untuk “siapa yang paling menderita.”

3. Ekspektasi Aneh untuk Wanita dan Pria: Standar Hidup atau Standar Sinetron?

Wanita dituntut selalu lembut kayak tisu, pria dituntut keras kayak tembok. Hasilnya? Banyak orang hidupnya kayak cosplay: perempuan pura-pura kalem padahal pengen marah, pria pura-pura tegar padahal dalam hati nangis kayak habis kehilangan ayam goreng terakhir.

4. Budaya Lembur: Ngantor 24/7 Edition

Dianggap keren kalau kerja tanpa tidur. Padahal, manusia itu bukan powerbank. Kalau terus-terusan dipaksa nyala, nanti bukan produktif, tapi overheat. Ironisnya, lembur dianggap tanda cinta perusahaan, padahal kadang perusahaan nggak balik cinta—apalagi kasih THR lebih.

5. Gaslighting: Kombo Cheat Code Hubungan

Gaslighting itu kayak main game tapi lawannya pakai cheat. Misalnya, habis bikin salah, dia bilang, “Kamu terlalu sensitif.” Lah, padahal jelas-jelas sakit hati. Kalau begini terus, korban bisa mikir, “Mungkin aku yang salah?” Padahal yang salah ya jelas, si tukang cheat tadi.

6. Mengorbankan Diri: Versi Gratisan dari “Superhero”

Baik sih membantu orang lain, tapi kalau setiap saat Anda jadi supir cadangan, tukang pijet darurat, atau ATM berjalan, lama-lama bukan superhero, tapi “super-lelah.” Batasan itu penting, supaya hidup nggak berubah jadi film Marvel tanpa budget.

7. Body Shaming: Candaan atau Sabun Cuci Piring?

Katanya sih bercanda, tapi kok bikin sakit hati? “Eh, badanmu gendutan ya, kayak donat isi.” Lah, siapa suruh bandingin manusia sama gorengan? Candaan body shaming itu kayak sabun cuci piring: bisa bikin licin suasana, tapi kalau kena mata perih banget.

Penutup: Hidup Bukan Konten Drama

Budaya toxic itu bukan bawaan lahir, melainkan kebiasaan yang dibikin manusia. Kalau kita kompak menolak—alias uninstall aplikasi drama gratisan ini—hidup bisa jadi lebih sehat, damai, dan nggak kayak reality show murahan yang ratingnya dipaksain naik.

abah-arul.blogspot.com., Oktober 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.