Senin, 20 Oktober 2025

Pajak Mobil – Antara Indonesia yang Berat di Dompet dan Thailand yang Ringan di Kantong

Pendahuluan: Pajak, Sang Penumpang Tak Diundang

Kalau mobil bisa ngomong, mungkin dia akan bilang, “Aku capek diboncengin pajak terus!”
Ya, begitulah nasib kendaraan di Indonesia: setiap kali mau jalan, selalu ada “penumpang gelap” bernama pajak yang numpang duduk di kursi belakang. Sementara di Thailand, mobil lebih lega bernafas—pajaknya tipis-tipis saja, seperti krim di roti tawar.

Dua negara ini sama-sama pemain besar di industri otomotif Asia Tenggara, tapi cara mereka memperlakukan mobil sungguh berbeda. Ibarat dua tetangga: yang satu (Thailand) santai tapi produktif, yang satu lagi (Indonesia) rajin memungut tapi bikin pembeli ngos-ngosan.

1. Struktur Pajak: Indonesia dan Filosofi “Semua Kena, Asal Beroda”

Di Indonesia, pajak kendaraan itu seperti nasi Padang: lauknya banyak, tapi begitu dijumlah, dompet jadi kempes. Ada PPN 11%, PPnBM bisa sampai 40%, BBNKB 12,5%, dan pajak tahunan yang cukup bikin pemilik kendaraan teringat setiap bulan jatuh tempo.

Singkatnya, beli mobil di Indonesia itu seperti menikah dengan mahar, biaya resepsi, dan cicilan rumah — semua sekaligus.

Sementara di Thailand, pajaknya lebih bersahabat. PPN cuma 7%, nggak ada BBNKB, dan pajak tahunan cuma seharga dua kali makan siang. Bayangkan, pajak tahunan Avanza di Thailand sekitar Rp150 ribu, sedangkan di Indonesia bisa Rp5 juta.
Yang satu bayar pajak sambil nyengir, yang satu lagi sambil nyebut “Astaghfirullah, kenapa Avanza gue kayak Alphard di mata negara?”

2. Harga Mobil: Antara Dompet Kering dan Dompet Basah

Perbedaan pajak ini bikin harga mobil di Indonesia melambung seperti harga cabai saat Lebaran. Contohnya:

Model

Harga di Indonesia

Harga di Thailand

Selisih

Toyota Yaris Cross Hybrid

Rp 440 jt

Rp 392 jt

~Rp 50 jt

Honda CR-V Hybrid

Rp 814 jt

Rp 710 jt

>Rp 100 jt

Wuling Binguo EV

Rp 300 jt

Rp 180 jt

>Rp 100 jt

Artinya, kalau orang Thailand beli mobil, orang Indonesia baru bayar pajaknya.
Kalau diibaratkan, beli mobil di Indonesia itu seperti pesan es jeruk di kafe: yang mahal bukan jeruknya, tapi tempat duduk dan pajaknya.

3. Insentif Ramah Lingkungan: Thailand Serius, Indonesia Masih Uji Coba

Thailand memberi diskon pajak buat mobil hybrid dan listrik—pajak bisa turun jadi 6-9%. Mereka juga punya roadmap jelas: pada tahun 2030, 30% kendaraan harus listrik. Sementara di Indonesia, roadmap-nya masih sering “macet di perempatan birokrasi”.

Pemerintah memang sudah kasih insentif PPN 1% untuk mobil listrik, tapi mayoritas insentifnya masih ke mobil pribadi, belum ke transportasi umum. Jadinya, mobil listriknya makin banyak, tapi colokan listriknya masih rebutan sama setrika dan rice cooker.

4. Dampak Industri: Thailand Jadi “Dapur Mobil”, Indonesia Masih “Kantor Pajak Mobil”

Thailand sukses jadi pusat ekspor otomotif Asia Tenggara — 1,1 juta mobil dikirim ke luar negeri tiap tahun. Sementara Indonesia masih sibuk memikirkan cara menambah pajak baru untuk “kendaraan berbasis doa”.

Investor pun lebih suka ke Thailand: iklim pajaknya sejuk, birokrasi ringan, dan insentif jelas. Sedangkan di Indonesia, kadang regulasinya berubah lebih cepat dari promo flash sale.

Kesimpulan: Saatnya Pajak Turun, Biar Mobil dan Rakyat Sama-Sama Jalan

Dari semua perbandingan, jelas: pajak kendaraan di Indonesia perlu diet ketat. Saat ini, pajak bukan lagi alat negara untuk membangun jalan, tapi sudah seperti tol itu sendiri—setiap lewat, bayar lagi.

Kalau Indonesia mau bersaing dengan Thailand, pajaknya harus disusun ulang: yang penting bukan berapa banyak dipungut, tapi seberapa efisien digunakan. Karena sejatinya, mobil bukan barang mewah; yang mewah itu kalau bisa beli bensin, bayar pajak, dan masih bisa senyum.

abah-arul.blogspot.com., Oktober 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.