Pendahuluan: Pajak, Sang Penumpang Tak Diundang
Dua negara ini sama-sama pemain besar di industri otomotif
Asia Tenggara, tapi cara mereka memperlakukan mobil sungguh berbeda. Ibarat dua
tetangga: yang satu (Thailand) santai tapi produktif, yang satu lagi
(Indonesia) rajin memungut tapi bikin pembeli ngos-ngosan.
1. Struktur Pajak: Indonesia dan Filosofi “Semua Kena,
Asal Beroda”
Di Indonesia, pajak kendaraan itu seperti nasi Padang:
lauknya banyak, tapi begitu dijumlah, dompet jadi kempes. Ada PPN 11%, PPnBM
bisa sampai 40%, BBNKB 12,5%, dan pajak tahunan yang cukup bikin pemilik
kendaraan teringat setiap bulan jatuh tempo.
Singkatnya, beli mobil di Indonesia itu seperti menikah
dengan mahar, biaya resepsi, dan cicilan rumah — semua sekaligus.
2. Harga Mobil: Antara Dompet Kering dan Dompet Basah
Perbedaan pajak ini bikin harga mobil di Indonesia melambung
seperti harga cabai saat Lebaran. Contohnya:
Model |
Harga di Indonesia |
Harga di Thailand |
Selisih |
Toyota Yaris Cross Hybrid |
Rp 440 jt |
Rp 392 jt |
~Rp 50 jt |
Honda CR-V Hybrid |
Rp 814 jt |
Rp 710 jt |
>Rp 100 jt |
Wuling Binguo EV |
Rp 300 jt |
Rp 180 jt |
>Rp 100 jt |
3. Insentif Ramah Lingkungan: Thailand Serius, Indonesia
Masih Uji Coba
Thailand memberi diskon pajak buat mobil hybrid dan
listrik—pajak bisa turun jadi 6-9%. Mereka juga punya roadmap jelas: pada tahun
2030, 30% kendaraan harus listrik. Sementara di Indonesia, roadmap-nya masih
sering “macet di perempatan birokrasi”.
Pemerintah memang sudah kasih insentif PPN 1% untuk mobil
listrik, tapi mayoritas insentifnya masih ke mobil pribadi, belum ke
transportasi umum. Jadinya, mobil listriknya makin banyak, tapi colokan
listriknya masih rebutan sama setrika dan rice cooker.
4. Dampak Industri: Thailand Jadi “Dapur Mobil”,
Indonesia Masih “Kantor Pajak Mobil”
Thailand sukses jadi pusat ekspor otomotif Asia Tenggara —
1,1 juta mobil dikirim ke luar negeri tiap tahun. Sementara Indonesia masih
sibuk memikirkan cara menambah pajak baru untuk “kendaraan berbasis doa”.
Investor pun lebih suka ke Thailand: iklim pajaknya sejuk,
birokrasi ringan, dan insentif jelas. Sedangkan di Indonesia, kadang
regulasinya berubah lebih cepat dari promo flash sale.
Kesimpulan: Saatnya Pajak Turun, Biar Mobil dan Rakyat
Sama-Sama Jalan
Dari semua perbandingan, jelas: pajak kendaraan di Indonesia
perlu diet ketat. Saat ini, pajak bukan lagi alat negara untuk membangun jalan,
tapi sudah seperti tol itu sendiri—setiap lewat, bayar lagi.
Kalau Indonesia mau bersaing dengan Thailand, pajaknya harus
disusun ulang: yang penting bukan berapa banyak dipungut, tapi seberapa efisien
digunakan. Karena sejatinya, mobil bukan barang mewah; yang mewah itu kalau
bisa beli bensin, bayar pajak, dan masih bisa senyum.
abah-arul.blogspot.com., Oktober 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.