Kamis, 23 Oktober 2025

Sholat yang Tak Sampai: Kisah Tragikomedi Seorang Hamba yang Rajin tapi Lupa Tujuan

Ada fenomena menarik di dunia ibadah kita: banyak orang sholat lima waktu, tapi hasilnya entah nyasar ke mana. Saking seringnya, malaikat mungkin sampai bingung, “Ini hamba sudah laporan tiap hari, tapi kenapa akhlaknya masih buffering?”

Padahal, sholat itu kan katanya tiang agama. Tapi kadang yang terlihat justru “tiang”nya saja, sedangkan “atap” akhlaknya roboh diterpa angin kesombongan dan hujan iri dengki. Jadi jangan heran kalau ada yang rajin ke masjid, tapi parkir motornya masih sembarangan — di depan tulisan besar: “Dilarang Parkir.”

1. Sholat Tapi Masih Nyinyir

Dalam video yang sempat viral di dunia maya, seorang kyai mengingatkan dengan nada serius: “Sholat itu bukan cuma gerak-gerik senam rohani, tapi latihan mengusir sifat-sifat iblis dari diri kita.”
Nah, di sini letak masalahnya: banyak yang sudah hafal bacaan sholat, tapi belum lulus ujian “anti-iblis” level dasar. Selesai salam kanan-kiri, langsung update status: “Baru dari masjid, tapi orang sebelah bau sandal.”

Padahal, Allah sudah bilang dalam Al-Qur’an (Al-Ankabut: 45), “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar.”
Sayangnya, bagi sebagian orang, sholatnya belum sampai ke tahap “mencegah”, baru sampai tahap “mengingatkan diri bahwa ia pernah sholat tadi pagi.”

2. Dosa dan “Kotoran Gaib”

Dalam video itu, dijelaskan bahwa dosa dapat diibaratkan sebagai “kotoran” spiritual — sesuatu yang tak bisa dibersihkan dengan sabun atau sapu lidi, melainkan dengan taubat nasuha dan rukiah syar’iah.
Pandangan ini menggambarkan bahwa jiwa yang kotor bisa memengaruhi ketenangan batin, bahkan kesehatan fisik seseorang.

Ada pula pandangan bahwa sebagian penyakit mungkin berkaitan dengan beban spiritual yang belum terselesaikan. Namun, tentu saja, Islam juga mengajarkan pentingnya ikhtiar lahiriah, yaitu berobat ke tenaga medis. Rasulullah SAW bersabda, “Berobatlah kalian, karena setiap penyakit ada obatnya.”

Maka, kombinasi yang bijak adalah menggabungkan doa dan pengobatan — bukan mengganti yang satu dengan yang lain. Kalau sakit gigi, misalnya, boleh saja membaca Surah dari Alquran  untuk ketenangan, tapi tetap jangan lupa ke dokter gigi agar doa dan tindakan sejalan menuju kesembuhan.

3. Butuh Guru yang Bersih dari Drama

Kyai dalam video itu juga bilang: perjalanan spiritual itu perlu bimbingan guru mursyid — yang sanadnya nyambung ke Rasulullah SAW. Ibarat naik gunung, kita butuh pemandu, bukan tukang ojek yang cuma tahu jalan setengah.

Tapi hati-hati juga. Di zaman sekarang, guru rohani kadang mirip influencer — punya banyak pengikut, tapi isinya lebih banyak testimoni daripada dalil.
Maka perlu waspada: jangan sampai ikut zikir yang malah bikin pening karena iramanya kayak EDM spiritual.

4. Akhlak: Indikator Versi Langit

Kyai itu benar-benar menekankan hal penting: sholat yang diterima bukan yang cuma sah secara fiqih, tapi juga “sampai” ke langit dan memantul kembali dalam bentuk akhlak mulia.
Kalau masih suka marah di jalanan, sombong di media sosial, atau nyinyir di kolom komentar — mungkin sinyal sholat kita sedang lost connection.

Sholat itu seharusnya mengubah hati, bukan cuma posisi tubuh. Kalau tiap hari kita menghadap kiblat tapi belum juga menghadap nurani, bisa jadi sholat kita cuma formalitas spiritual — semacam absen rohani tanpa perubahan perilaku.

5. Rukiah, Taubat, dan Vitamin Iman

Solusi yang ditawarkan video itu sebenarnya bagus: taubat nasuha, rukiah syar’iah, dan zikir yang benar.
Tapi jangan lupa, semua itu ibarat kombinasi multivitamin rohani — harus diminum dengan dosis seimbang.
Kalau cuma rukiah tanpa taubat, hasilnya seperti mencuci baju tapi masih dipakai buat berkubang.
Kalau taubat tanpa zikir, seperti menutup pintu tapi lupa mengunci hati.
Dan kalau semua sudah dilakukan tapi belum berubah, mungkin yang perlu diperiksa bukan doa, tapi niatnya.

6. Kesimpulan: Jangan Sampai Sholatnya Cuma Nempel di Lantai

Pesan moralnya jelas tapi lucu kalau direnungkan: jangan sampai sholat kita hanya sampai di sajadah, tidak sampai ke hati.
Sebab Allah tidak butuh kita berdiri, rukuk, dan sujud — kalau setelah itu kita berdiri dengan sombong, rukuk pada dunia, dan sujud pada ego.

Jadi, kalau setelah bertahun-tahun sholat tapi masih gampang marah, iri, atau ngomel di grup keluarga — mungkin saatnya periksa arah kiblat hati, bukan arah kompas.

Karena sholat sejati bukan sekadar “ritual penggugur dosa,” tapi “latihan menumbuhkan akhlak.”
Dan siapa tahu, kalau hati kita sudah bersih, malaikat di langit sana pun bilang,

“Akhirnya… ada juga sholat yang sampai, bukan yang nyangkut di WhatsApp doa harian.”

abah-arul.blogspot.com., Oktober 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.