Ada fenomena menarik di dunia ibadah kita: banyak orang
sholat lima waktu, tapi hasilnya entah nyasar ke mana. Saking seringnya,
malaikat mungkin sampai bingung, “Ini hamba sudah laporan tiap hari, tapi
kenapa akhlaknya masih buffering?”
Padahal, sholat itu kan katanya tiang agama. Tapi
kadang yang terlihat justru “tiang”nya saja, sedangkan “atap” akhlaknya roboh
diterpa angin kesombongan dan hujan iri dengki. Jadi jangan heran kalau ada
yang rajin ke masjid, tapi parkir motornya masih sembarangan — di depan tulisan
besar: “Dilarang Parkir.”
1. Sholat Tapi Masih Nyinyir
Dalam video yang sempat viral di dunia maya, seorang kyai
mengingatkan dengan nada serius: “Sholat itu bukan cuma gerak-gerik senam
rohani, tapi latihan mengusir sifat-sifat iblis dari diri kita.”
Nah, di sini letak masalahnya: banyak yang sudah hafal bacaan sholat, tapi
belum lulus ujian “anti-iblis” level dasar. Selesai salam kanan-kiri, langsung
update status: “Baru dari masjid, tapi orang sebelah bau sandal.”
Padahal, Allah sudah bilang dalam Al-Qur’an (Al-Ankabut:
45), “Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar.”
Sayangnya, bagi sebagian orang, sholatnya belum sampai ke tahap “mencegah”,
baru sampai tahap “mengingatkan diri bahwa ia pernah sholat tadi pagi.”
2. Dosa dan “Kotoran Gaib”
Dalam video itu, dijelaskan bahwa dosa dapat diibaratkan
sebagai “kotoran” spiritual — sesuatu yang tak bisa dibersihkan dengan sabun
atau sapu lidi, melainkan dengan taubat nasuha dan rukiah syar’iah.
Pandangan ini menggambarkan bahwa jiwa yang kotor bisa memengaruhi ketenangan
batin, bahkan kesehatan fisik seseorang.
Ada pula pandangan bahwa sebagian penyakit mungkin berkaitan
dengan beban spiritual yang belum terselesaikan. Namun, tentu saja, Islam juga
mengajarkan pentingnya ikhtiar lahiriah, yaitu berobat ke tenaga medis.
Rasulullah SAW bersabda, “Berobatlah kalian, karena setiap penyakit ada
obatnya.”
Maka, kombinasi yang bijak adalah menggabungkan doa dan
pengobatan — bukan mengganti yang satu dengan yang lain. Kalau sakit gigi,
misalnya, boleh saja membaca Surah dari Alquran untuk ketenangan, tapi tetap jangan lupa ke
dokter gigi agar doa dan tindakan sejalan menuju kesembuhan.
3. Butuh Guru yang Bersih dari Drama
Kyai dalam video itu juga bilang: perjalanan spiritual itu
perlu bimbingan guru mursyid — yang sanadnya nyambung ke Rasulullah SAW. Ibarat
naik gunung, kita butuh pemandu, bukan tukang ojek yang cuma tahu jalan
setengah.
Tapi hati-hati juga. Di zaman sekarang, guru rohani kadang
mirip influencer — punya banyak pengikut, tapi isinya lebih banyak testimoni
daripada dalil.
Maka perlu waspada: jangan sampai ikut zikir yang malah bikin pening karena
iramanya kayak EDM spiritual.
4. Akhlak: Indikator Versi Langit
Kyai itu benar-benar menekankan hal penting: sholat yang
diterima bukan yang cuma sah secara fiqih, tapi juga “sampai” ke langit dan
memantul kembali dalam bentuk akhlak mulia.
Kalau masih suka marah di jalanan, sombong di media sosial, atau nyinyir di
kolom komentar — mungkin sinyal sholat kita sedang lost connection.
Sholat itu seharusnya mengubah hati, bukan cuma posisi
tubuh. Kalau tiap hari kita menghadap kiblat tapi belum juga menghadap nurani,
bisa jadi sholat kita cuma formalitas spiritual — semacam absen rohani tanpa
perubahan perilaku.
5. Rukiah, Taubat, dan Vitamin Iman
Solusi yang ditawarkan video itu sebenarnya bagus: taubat
nasuha, rukiah syar’iah, dan zikir yang benar.
Tapi jangan lupa, semua itu ibarat kombinasi multivitamin rohani — harus
diminum dengan dosis seimbang.
Kalau cuma rukiah tanpa taubat, hasilnya seperti mencuci baju tapi masih
dipakai buat berkubang.
Kalau taubat tanpa zikir, seperti menutup pintu tapi lupa mengunci hati.
Dan kalau semua sudah dilakukan tapi belum berubah, mungkin yang perlu
diperiksa bukan doa, tapi niatnya.
6. Kesimpulan: Jangan Sampai Sholatnya Cuma Nempel di
Lantai
Pesan moralnya jelas tapi lucu kalau direnungkan: jangan
sampai sholat kita hanya sampai di sajadah, tidak sampai ke hati.
Sebab Allah tidak butuh kita berdiri, rukuk, dan sujud — kalau setelah itu kita
berdiri dengan sombong, rukuk pada dunia, dan sujud pada ego.
Jadi, kalau setelah bertahun-tahun sholat tapi masih gampang
marah, iri, atau ngomel di grup keluarga — mungkin saatnya periksa arah kiblat
hati, bukan arah kompas.
Karena sholat sejati bukan sekadar “ritual penggugur dosa,”
tapi “latihan menumbuhkan akhlak.”
Dan siapa tahu, kalau hati kita sudah bersih, malaikat di langit sana pun
bilang,
“Akhirnya… ada juga sholat yang sampai, bukan yang nyangkut
di WhatsApp doa harian.”
abah-arul.blogspot.com., Oktober 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.