Rabu, 22 Oktober 2025

Menjelajahi Jalan Ma’rifat: Panduan Ringan untuk yang Sering Lupa Tujuan Hidup

Hidup modern itu kadang seperti main gim open world tanpa tutorial. Kita sibuk ke sana-sini, ngejar misi sampingan — kerja, karier, update status — tapi lupa misi utamanya: mengenal Sang Pencipta. Dan di sinilah, tasawuf datang bukan sebagai “fitur tambahan”, tapi semacam quest utama yang sering di-skip oleh banyak pemain bernama manusia.

1. Ma’rifat: Bukan Sekadar Hafal Nama Allah di Kepala, tapi Juga di Hati

Kata para guru ruhani, ma’rifat itu bukan hafalan, tapi pengalaman. Orang berilmu bisa hafal 99 Asmaul Husna, tapi orang yang ‘arif bisa merasakan setiap nama itu hidup di dalam dirinya.
Misalnya, orang berilmu bilang: “Allah itu Ar-Rahman.”
Orang ‘arif menjawab: “Iya, dan aku baru saja merasakannya waktu dompetku tinggal lima ribu tapi tetap bisa makan enak.”

Ma’rifat ini semacam Wi-Fi spiritual: sinyalnya kuat kalau hati bersih. Tapi kalau penuh sampah duniawi—dendam, iri, notifikasi media sosial—ya jangan heran kalau koneksinya putus-putus.

2. Al-Burhan al-Mu’ayyad: GPS Batin untuk yang Sering Tersesat

Kitab kuno ini bisa dibilang Google Maps-nya orang yang ingin kenal Allah. Ia memberi panduan langkah demi langkah supaya nggak nyasar di jalan ruhani. Tahapannya jelas:

  • Mulai dari taubat, alias hapus riwayat dosa.
  • Lanjut ke zuhud, uninstall keterikatan duniawi.
  • Lalu tawakal, aktifkan mode “biar Allah yang atur”.
  • Setelah itu dzikir dan tafakur, semacam meditasi tapi versi penuh makna.
    Dan ujungnya: mahabbah, alias jatuh cinta total pada Allah—bukan karena “bonus surga”, tapi karena sudah nggak bisa nggak cinta.

Namun ada catatan penting: semua itu nggak sah kalau syariat di-skip. Kalau belum salat tapi sudah ngaku ma’rifat, itu kayak ngaku lulus kuliah tapi belum ikut skripsi. Klaimnya keren, tapi ijazahnya fiktif.

3. Tasawuf di Era Digital: Dari Zikir Manual ke Streaming Spiritual

Menariknya, ajaran setua ini ternyata masih bisa viral. Di era ketika orang lebih hafal algoritma TikTok daripada ayat Al-Qur’an, ada cara baru untuk berdakwah: menjelaskan tasawuf dengan gaya yang “nyambung sinyalnya”.
Sekarang, pengajian bukan cuma di surau, tapi juga di YouTube. Zaman dulu murid datang ke guru; sekarang, guru datang ke timeline.

Pendekatan semacam ini bukan hanya bikin ajaran sufi terasa dekat, tapi juga menenangkan algoritma yang biasanya dipenuhi debat kusir. Setidaknya, ada jeda rohani di antara iklan skincare dan video kucing lucu.

4. Jalan Sunyi yang Justru Ramai

Kajian ma’rifat itu sebenarnya undangan untuk berani diam di tengah kebisingan. Tapi jangan salah: diamnya bukan pas lagi baper, melainkan pas lagi tafakur.
Tasawuf mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dari notifikasi “saldo masuk”, tapi dari rasa damai karena sudah kenal arah.

Dan lucunya, makin dalam seseorang menyelami ma’rifat, makin rendah hati dia. Soalnya, semakin kenal Allah, semakin sadar betapa dirinya ini cuma “butiran debu di layar semesta” — tapi debu yang tetap diurus langsung oleh Sang Maha Kuasa.

5. Penutup: Dari Taubat Menuju Tersenyum

Jadi, kalau selama ini hidup terasa hampa, mungkin bukan karena kurang liburan, tapi karena lupa koneksi vertikal. Kajian ma’rifat mengingatkan kita untuk mulai lagi dari awal: taubat, dzikir, cinta, dan akhirnya—damai.

Karena pada akhirnya, semua jalan menuju Allah itu seperti perjalanan panjang dengan banyak rest area. Bedanya, di rest area dunia, kita isi bensin dan ngopi; di jalan menuju ma’rifat, kita isi hati dan mau berhenti sejenak untuk mengenal diri.

Dan siapa tahu, di tengah dzikir dan tawa kecilmu hari ini, Allah sedang tersenyum balik—karena akhirnya kamu menemukan jalan pulang.

abah-arul.blogspot.com., Oktober 2025


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.