Jumat, 01 Agustus 2025

“Drama Padi: Kisah Cinta Segitiga antara Petani, Hama, dan Alam Semesta”


Di suatu pagi yang temaram, seorang petani berdiri di tepi sawahnya. Pandangannya nanar, seperti baru saja membaca laporan keuangan yang isinya cuma minus. Padinya sudah kuning, tapi bukan karena siap panen, melainkan karena pesta besar para hama baru saja usai.

Bayangkan perjalanan cintanya: dari awal ia mengolah tanah dengan penuh harapan, seperti menata kamar pengantin. Bibit padi ia tanam dengan rasa sayang, setiap pagi disiram embun, siang diselimuti doa. Lalu pupuk datang sebagai kado ulang tahun. Semua berjalan indah… sampai datanglah “mantan tak diundang”, alias hama, yang tiba-tiba menyatakan cinta sepihak pada padi.

Hama-hama itu seperti tamu resepsi yang datang tanpa undangan, makan tanpa malu, lalu pulang meninggalkan kekacauan. Sang petani hanya bisa pasrah. Mau marah? Pada siapa? Pada belalang yang justru bersenang-senang? Pada burung pipit yang merasa sawah itu “prasmanan all you can eat”?

Akhirnya, sang petani menatap langit sambil menarik napas panjang. Mungkin ini memang ujian kesabaran. Setidaknya, ia masih bisa menulis status Facebook:

“Telah terjadi perselingkuhan. Aku yang nanam, hama yang makan. Pasrah adalah puncak romantisme pertanian.”

Dan begitulah, drama cinta segitiga antara petani, padi, dan hama terus berlanjut dari musim ke musim. Namun, setiap kehilangan menjadi pengingat bahwa di balik kesulitan, selalu ada pelajaran, harapan, dan kesempatan baru di musim yang akan datang.

 abah-arul.blogspot.com., Agustus 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.