Jumat, 15 Agustus 2025

"Tantiem: Bonus atau Ilmu Sihir?"


Sidang RAPBN 2026 di DPR awalnya berjalan rapi, seperti seminar keuangan yang sopan dan penuh angka triliunan. Tapi suasana langsung berubah begitu Presiden Prabowo menyebut kata yang membuat ruang sidang berguncang: “Tantiem Rp 40 miliar… rapat sebulan sekali… perusahaan rugi!”

Sekilas, kata “tantiem” terdengar keren. Mirip nama tokoh di film fantasi: Tantiem, Penyihir Angka. Tugasnya? Menyulap laporan keuangan merah jadi alasan bagi komisaris untuk tetap tersenyum lebar di akhir tahun.

Menurut aturan resmi, tantiem itu sah—diberikan kalau perusahaan untung dan kinerjanya mentereng. Tapi di dunia BUMN versi kreatif, kinerja bisa diukur bukan dari laba, melainkan dari indikator misterius seperti “rapat tepat waktu”, “pakaian seragam rapi”, atau “senyum di depan kamera”.

Presiden pun geleng-geleng. Beliau seperti sedang menonton pertandingan sepak bola di mana timnya kalah 0-5, tapi kapten tim tetap mendapat bonus “pemain terbaik” karena… berhasil datang ke stadion.

Bagi publik, ini seperti sinetron komedi. Ada karakter komisaris yang kerja bulanan cuma selembar agenda rapat, tapi slip gajinya tebalnya seperti buku telepon era 90-an. Kalau dihitung, setiap anggukan kepala di rapat mungkin setara gaji setahun pegawai biasa.

Makanya, Prabowo menyebutnya “akal-akalan”. Secara hukum aman, secara moral… ya seperti bilang “saya diet” sambil makan kue satu loyang.

Dan untuk mengakhiri babak sihir ini, Presiden memanggil “Danantara”—bukan nama superhero, tapi lembaga yang konon bakal merapikan semua ini. Semoga saja, setelah dibenahi, tantiem kembali jadi bonus prestasi, bukan penghargaan tahunan bagi keahlian menandatangani absen.

abah-arul.blogspot.com., Agustus 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.