Kamis, 07 Agustus 2025

Tafsir Kocak Kemerdekaan—Dari Penjajah Kolonial ke Penjajah Kolom Komentar


Setiap 17 Agustus, kita mendadak jadi bangsa yang super kreatif. Tiang jemuran dicat merah putih, makan kerupuk jadi kompetisi nasional, dan pidato tentang nasionalisme mendadak jadi tren, walau sebelumnya lebih sering trending "drama perselingkuhan artis FTV." Tapi di tengah euforia upacara dan bendera yang kadang warnanya sudah pudar seperti semangat warganya, mari kita bertanya dengan serius (sedikit saja): apa itu merdeka?

Apakah merdeka itu bebas dari Belanda? Sudah. Dari Jepang? Sudah juga. Tapi bagaimana dengan penjajah baru yang lebih licik—misalnya, algoritma TikTok yang bisa bikin kita percaya bahwa bumi itu datar, atau iklan e-commerce yang tahu kapan dompet kita sedang rapuh?

Misi Rasulullah: Bukan Hanya Membebaskan Tapi Juga Meng-uninstall

Menurut QS. Al-A’raf ayat 157, Rasulullah SAW datang bukan hanya untuk menyuruh kita makan yang halal dan tolak yang haram, tapi juga menghapus beban dan belenggu. Bahasa sekarangnya, Islam itu datang sebagai “fitur uninstall” untuk aplikasi penindasan yang terus-menerus crash kehidupan kita.

Kata Imam Al-Alusi, “beban dan belenggu” itu bukan cuma rantai di kaki budak zaman dulu. Sekarang bentuknya bisa cicilan paylater, deadline kerja, sampai notifikasi grup WhatsApp keluarga yang isinya cuma share hoaks dan stiker "Aamiin ya robbal alamin" ukuran HD.

Ayat Larangan Paksa-Paksa: Cocok Buat Netizen Fanatik

Lalu di QS. Al-Baqarah ayat 256, Allah tegas bilang: “La ikraha fid-din” alias, “Gak usah maksa-maksa orang masuk grup kalian!”

Kata Imam Ath-Thabari, kalau jalan benar itu jelas, ya tinggal kasih tahu aja—nggak perlu pakai cara ala netizen yang kalau beda pendapat langsung nyinyir, lapor akun, atau komentar: “Udah aku duga kamu cebong/kapir/Nabi palsu.”

Islam mengajarkan kebebasan berpikir, bukan kebebasan ngomporin. Tapi sayangnya, di era digital ini, kita sering merasa terjajah bukan oleh tentara, tapi oleh komentar akun palsu dan ustaz filter TikTok yang bilang semua dosa kecuali nonton kontennya.

Kemerdekaan 5.0: Lawan Penjajahan Versi Premium

Jadi, kemerdekaan itu bukan cuma soal upacara, tapi soal:

  • Merdeka dari iklan tahu bulat yang muncul saat nonton ceramah.
  • Merdeka dari teror utang online yang lebih horor dari film Korea.
  • Merdeka dari ketakutan nulis status jujur karena takut dilaporkan “melanggar UU ITE.”

Kalau dulu penjajah datang bawa meriam, sekarang penjajah datang bawa promo flash sale, clickbait, dan FYP. Kalau dulu kita disuruh kerja rodi, sekarang kita kerja lembur demi beli HP baru—yang ternyata dipakai cuma buat main Candy Crush dan ngintip story mantan.

Penutup: Merdeka atau Sekadar Me-Radak?

Di usia ke-80 kemerdekaan, mari kita refleksi: apakah kita benar-benar merdeka, atau hanya upgrade dari dijajah VOC menjadi dijajah “Voice Over Caption”?

Kemerdekaan sejati menurut Al-Qur’an bukan hanya keluar dari penjajahan fisik, tapi juga dari perbudakan spiritual, ketakutan sosial, dan obsesi terhadap filter Instagram. Maka dari itu, mari kita lanjutkan perjuangan para pahlawan—dengan cara yang lebih kontemporer: lawan hoaks, berhenti overthinking, dan jangan lupa logout dari yang toxic.

Merdeka? Atau masih takut buka dompet tanggal tua?

Kalau kamu setuju, yuk kibarkan semangat merdeka dari algoritma yang menindas. Minimal, merdeka dulu dari notifikasi Shopee jam 3 pagi.

abah-arul.blogspot.com., Agustus 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.