Ada satu hal yang selalu membuat umat manusia penasaran: bagaimana cara tahu isi hati orang lain, tanpa harus repot-repot chat duluan? Jawabannya, konon, ada pada remote viewing—seni “melihat sesuatu dari jauh” tanpa harus berdiri di dekat jendela sambil mengintip.
Konsepnya sederhana: pikiran kita bisa menjelajah ke mana
saja. Katanya bisa menembus ruang dan waktu. Jadi, kalau lapar tengah malam dan
warteg dekat kos sudah tutup, tinggal “remote viewing” ke kulkas ibu kos. Kalau
ternyata kosong, ya berarti memang jodohnya mi instan lagi.
Pada tahun 1970-an, CIA sampai rela keluar duit banyak demi
riset ini. Bayangkan, negara adidaya menaruh harapan intelijen pada bapak-bapak
bermeditasi di ruangan sepi. Mereka berharap bisa tahu lokasi pangkalan militer
Soviet, padahal para peneliti mungkin lebih sering dapat “visi” sebungkus donat
gratis di kantin.
Tokoh legendarisnya: Ingo Swann. Dia mengaku bisa
“jalan-jalan astral” ke Jupiter. Waktu itu, NASA belum tahu Jupiter punya
cincin. Swann bilang, “Ada cincin, lho.” Enam tahun kemudian Voyager 1
lewat, jreng! ternyata benar ada. Dari situ CIA makin
semangat: “Kalau bisa lihat Jupiter, pasti bisa lihat gudang senjata Rusia!”
Masalahnya, Swann tidak bilang bahwa Jupiter juga punya cuaca ekstrem—yang
cocok sekali untuk jemuran basah mahasiswa kos.
Namun, sayangnya, remote viewing ini tidak selalu akurat.
Kadang hasilnya hanya berupa sketsa abstrak mirip gambar anak TK. Jadi,
alih-alih menemukan kapal selam musuh, yang muncul malah gambar “seperti pisang
goreng gosong.” Bayangkan agen CIA menatap peta dunia sambil bingung: “Ini
pangkalan militer atau warung tenda?”
Para pendukung bilang ini bukti kesadaran manusia tidak
punya batas. Para skeptis bilang ini bukti manusia memang jago mengarang.
Faktanya, program CIA akhirnya dihentikan. Uang pajak rakyat Amerika dipakai,
hasilnya cuma tahu Jupiter punya cincin—yang toh bisa dilihat gratis di buku
IPA sekarang.
Tapi, jangan buru-buru meremehkan. Remote viewing masih
berguna. Misalnya:
- Ibu-ibu
arisan bisa tahu isi dompet bapak-bapak tanpa perlu memeriksa celana.
- Mahasiswa
bisa “melihat” isi soal ujian besok, walau hasilnya mungkin cuma kata-kata
samar: “belajar dong, jangan malas.”
- Suami
bisa mendeteksi remote TV yang hilang entah ke mana—karena ternyata remote
viewing lebih sering menemukan “remote” daripada “rahasia
Soviet.”
Pada akhirnya, remote viewing bukan soal akurasi. Ia adalah
seni percaya diri. Kalau tebakanmu salah, tinggal bilang: “Ah, sinyalnya
ketutup awan kosmis.” Kalau benar, tinggal tulis buku, kasih judul “Kesadaran
Tak Terbatas: Rahasia yang CIA Sembunyikan dari Anda.”
Kesimpulannya: remote viewing adalah skill yang cocok di
zaman sekarang. Hemat ongkos jalan, bisa kepoin gebetan tanpa harus follow akun
privatnya, dan tentu saja, bisa jadi alasan spiritual kalau ketahuan melamun di
kelas: “Bukan ngantuk, Pak. Saya sedang remote viewing ke Jupiter.”
abah-arul.blogspot.com., Agustus 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.