Di dunia musik Indonesia, tuduhan plagiat itu seperti bumbu penyedap—tanpa itu, gosip musik terasa hambar. Begitu ada lagu mirip lagu luar negeri, warganet langsung nyanyi duet dengan nada tinggi: “Plagiat! Plagiat!”
Contohnya, God Bless dengan “Apa Kabar” yang katanya mirip
intro Baba O’Riley dari The Who. Lalu Dewa 19 dengan “Angin” yang
disebut-sebut ketularan riff She Loves You dari The Beatles. Terakhir,
Radja dengan “Apa Sih” yang bahkan sempat menghilang dari Spotify karena mirip APT-nya
Rosé dan Bruno Mars.
Tapi di tengah panasnya drama hak cipta ini, muncul suara
nyeleneh dari tribun penonton: “Eh, kalau mau adil, coba geledah laptop para
musisi yang koar-koar hak cipta itu. Berapa puluh tahun mereka pakai software
bajakan?”
Tiba-tiba suasana jadi seperti sidang KPK—banyak yang
celingak-celinguk. Karena fakta pahitnya, Indonesia masuk 15 besar negara
pembajak software terbanyak di dunia. Dan menurut survei, sekitar 40% software
musik di Asia Tenggara itu bajakan. Jadi kalau benar-benar ada operasi gabungan
Adobe, Ableton, dan FL Studio, bisa-bisa setengah industri musik kita masuk
daftar tersangka.
Ironis? Tentu. Lucu? Sedikit. Memalukan? Lumayan. Tapi yang
jelas, ini jadi pelajaran: jangan terlalu heboh nuduh orang plagiat kalau DAW
yang kamu pakai untuk bikin musik saja hasil “crack” dari forum Rusia tahun
2009.
Mungkin solusinya bukan sekadar saling tuduh, tapi bikin
industri yang benar-benar legal dan terjangkau. Karena kalau hukum ditegakkan
super ketat, yang kena bukan cuma plagiator, tapi juga pencipta lagu, produser,
bahkan panitia lomba 17-an yang pakai Windows bajakan untuk bikin
undangan.
Pada akhirnya, drama ini mengajarkan satu hal: di negeri
ini, tidak ada yang benar-benar bersih—yang ada cuma siapa yang belum ketahuan.
😏
abah-arul.blogspot.com., Agustus 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.