Sabtu, 23 Agustus 2025

Transformasi Sosio-Ekologis: Peran Turats dan Pesantren dalam Menjawab Krisis Lingkungan Global

Pendahuluan

Krisis lingkungan global makin hari makin mirip film drama Korea: bikin nangis, penuh konflik, tapi nggak ada yang tahu ending-nya. Hutan gundul, sampah menumpuk, laut penuh plastik — bumi kita bisa dibilang sudah masuk ICU.

Nah, di tengah situasi genting ini, pesantren ternyata tidak mau kalah eksis. RMI PBNU bareng Kemenag bikin Halaqah Internasional di Pesantren As’adiyah Macanang, Wajo, Sulawesi Selatan. Judulnya serius banget: “Transformasi Sosio-Ekologis dan Solusi Epistemologis Berbasis Turats.” Kalau dibaca cepat, bisa bikin kening berkerut. Tapi intinya sederhana: santri turun gunung jadi pahlawan lingkungan.

Turats: Dari Kitab Kuning ke Kitab Hijau

Buat sebagian orang, turats mungkin terdengar kayak koleksi buku tua yang isinya cuma arab gundul dan catatan kyai zaman dulu. Padahal kata NU, turats itu bukan barang antik, tapi semacam “Google Maps” kehidupan: bisa dipakai kapan saja, termasuk buat nyari jalan keluar dari macetnya krisis iklim.

Bayangin, konsep khalifah fil ardh itu sama aja kayak status “admin bumi” di grup WhatsApp kehidupan. Kalau admin keluar grup (alias cuek sama alam), ya siap-siap aja chat-nya (baca: kehidupan) berantakan.

Pesantren: Dari Ngaji Kitab ke Ngaji Sampah

Dulu pesantren terkenal dengan hafalan Alfiyah dan ngaji Fathul Qarib. Sekarang tambah satu: ngaji cara bikin kompos.
Contoh nyata ada di Pesantren Ekologi At-Thaariq Garut. Mereka ngajarin santri bahwa daun jatuh itu bukan sekadar bahan sapuan, tapi ayat Allah plus bahan pupuk organik. Santri-santri di sana bisa lebih jago bikin eco-enzyme daripada bikin es teh manis.

Empat Subtema yang Bikin Alam Senyum

  1. Kurikulum Paradigma Cinta
    Santri diajari bukan cuma cinta kitab, tapi juga cinta pohon. Jadi kalau biasanya mereka nyiramin bunga buat gaya-gayaan di Instagram, sekarang jadi bagian dari ibadah.
  2. Eko-Spiritual
    Ayat-ayat kauniyah dibaca sambil praktik. Jadi kalau ada pelangi, santri bukan cuma bilang “Masya Allah indahnya,” tapi juga mikir: “Eh, jangan-jangan ini reminder buat kita hemat air.”
  3. Eko-Fiqh
    Dlaruriyatul khams direvisi biar lebih kekinian. Bukan cuma agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, tapi juga: jangan buang sampah sembarangan. Karena apa gunanya sehat kalau napas masih bau knalpot?
  4. Fiqhul Bi’ah
    Ini jurus pamungkas. Pesantren hijau ala NU ngajarin santri mulai dari memilah sampah, bikin taman, sampai pakai energi surya. Kalau ada lomba pesantren eco-friendly internasional, bisa jadi kita bakal juara.

Halaqah Internasional: Semacam KTT Iklim, Tapi Versi Sarungan

Jangan bayangin halaqah ini kayak seminar dosen-dosen ngantuk. Di sini ada call for papers—tapi bayangin aja kayak “open mic” buat para peneliti, akademisi, bahkan santri. Yang makalahnya bagus, dipresentasiin. Yang paling keren, dibukukan. Jadi pesantren bukan cuma tempat rebana dan shalawatan, tapi juga produsen teori lingkungan kelas dunia.

Dampak yang Diharapkan

  1. Pesantren Masuk Kurikulum Go Green
    Nanti santri nggak cuma bisa ngaji Nahwu Shorof, tapi juga ngerti cara bikin biopori.
  2. Gerakan Green Islam Makin Keren
    Santri bisa tampil pede di forum internasional: “Kami menjaga bumi bukan karena trending topic, tapi karena ini bagian dari ibadah.”

Kesimpulan

Kalau dunia bingung nyari pahlawan lingkungan, mungkin jawabannya ada di pesantren. Santri yang biasa begadang ngaji sampai subuh sekarang bisa jadi Avengers ekologis: pakai sorban, bawa kitab kuning, sambil nyiram pohon.

Jadi, siapa bilang turats cuma bisa jadi bahan hafalan? Nyatanya, turats bisa jadi senjata ampuh untuk menyelamatkan bumi.

abah-arul.blogspot.com, Agustus 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.