Minggu, 10 Agustus 2025

Guru Fisika yang Suka Melenceng (Dengan Sengaja)


Di papan tulis, ia menulis rumus gravitasi dengan penuh percaya diri. Tapi entah kenapa, lima menit kemudian topiknya sudah pindah ke "bagaimana entropi mirip dengan kamar kos mahasiswa menjelang akhir semester."

Bagi sebagian murid, ini aneh. Bukankah tugas guru fisika itu menjelaskan rumus, memberi contoh soal, lalu mengoreksi PR? Tapi guru ini punya ambisi lebih besar: ia ingin murid-muridnya mengerti bahwa fisika bukan sekadar hafalan simbol, melainkan drama epik tentang manusia yang mencoba mengerti alam semesta—dengan segala kegagalan dan salah pahamnya.

Guru yang Nggak Betah Jadi Robot Kurikulum

Ia tahu, jadi guru itu bisa sekadar membaca buku paket dari halaman 1 sampai 200, lalu selesai. Tapi baginya, itu seperti masak mie instan tanpa bumbu—sudah kenyang, tapi hambar. Ia ingin muridnya paham bahwa di balik F=maF = maF=ma ada Isaac Newton yang mungkin dulu juga pernah pusing seperti mereka, dan di balik teori relativitas ada Einstein yang rambutnya acak-acakan bukan karena gaya, tapi karena mikirin waktu yang bisa melar.

Kadang muridnya bingung. Mereka datang untuk belajar fisika, tapi pulang membawa pertanyaan eksistensial seperti, "Kalau waktu itu relatif, kenapa jam pelajaran fisika terasa lebih lama?"

Menjelma Jadi Filsuf Setengah Matang

Kampus dulu memberinya teori-teori hebat, tapi jarang mengajarkan bahwa sains itu berkembang lewat bantahan, debat, dan kadang… ego penemunya. Jadi ia tambahkan bumbu sendiri: membicarakan sejarah penemuan, intrik intelektual, bahkan gosip saintifik. Misalnya, ketika mengajar mekanika kuantum, ia membocorkan bahwa Einstein sebenarnya tidak terlalu suka dengan ide “Tuhan bermain dadu” dari fisika kuantum—dan muridnya langsung mengira ini materi ujian.

Pendidikan Bukan Penjara Rumus

Ia percaya, kurikulum itu penting… tapi pikiran yang bebas jauh lebih penting. Jadi kalau ada murid yang nekat bertanya, “Pak, kalau gravitasi hilang, kita bisa terbang nggak?”—ia tidak menjawab singkat. Ia malah mengajak diskusi setengah jam, yang akhirnya membuat bel masuk kelas berikutnya telat dipakai.

Baginya, ujian hanyalah satu bab kecil. Bab besar dalam pendidikan adalah ketika muridnya bisa berkata, “Saya tidak tahu… tapi saya mau cari tahu.”

Dan mungkin, di situlah letak perbedaan antara guru biasa dan guru yang rela keluar jalur demi memantik pikiran.

abah-arul.blogspot.com., Agustus 2025

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.