Ada sebuah video makan malam di Gedung Putih. Bukan makan malam biasa: ini bukan sekadar ayam panggang dengan saus misterius yang bikin Melania pura-pura kenyang. Ini adalah panggung internasional: Bill Gates, Donald Trump, dan para CEO teknologi duduk semeja, membicarakan masa depan umat manusia—sambil mungkin ada yang curi-curi pandang ke dessert.
Bill Gates tampil seperti dosen tamu yang datang ke kelas
ekonomi tapi malah membahas vaksin. Ia menyambungkan masa lalunya di Microsoft
(yang bikin banyak orang frustasi karena Windows suka not responding)
dengan masa kini sebagai filantropis kelas dunia. Gates berkata, “AI bisa jadi
dokter virtual, guru daring, dan penyuluh pertanian.” Bayangkan: AI jadi dokter
di Afrika, petani konsultasi lewat chatbot, dan anak-anak belajar langsung dari
algoritma yang nggak pernah sakit flu.
Trump, tentu saja, mendengarkan dengan ekspresi khas: wajah
setengah serius, setengah menghitung polling popularitas. Bayangkan, seorang
presiden yang biasanya bicara soal wall dan fake news,
kini mengangguk-angguk mendengar penjelasan tentang pengeditan gen. Mungkin
dalam hatinya bertanya: “Apakah AI juga bisa mengedit gaya rambut?”
Yang menarik, Gates di sini bukan sekadar tamu. Ia
menyampaikan ucapan terima kasih ke Trump. Ucapan yang membuat sebagian
pendukung MAGA mungkin tersedak kentang tumbuk. “Thanks to Trump,” katanya,
sambil menekankan bahwa kolaborasi ini bisa membawa AS memimpin dunia dalam AI.
Trump tentu senang—akhirnya ada pujian yang tidak datang dari akun Twitter bot.
Aliansi yang diumumkan pun luar biasa. Microsoft, Apple, dan
kawan-kawan kompak menaruh miliaran dolar. Bukan untuk bikin iPhone lebih cepat
panas, tapi katanya demi “kemajuan kemanusiaan.” Katanya, ini investasi AI
terbesar sepanjang sejarah. Mungkin setara dengan kalau seluruh kelas startup
gabung jadi satu dan memutuskan berhenti bikin aplikasi “pesan makanan” versi
ke-99.
Dan jangan lupa, ada unsur drama geopolitik. Video itu
seolah mau bilang ke dunia: “Lihat, Amerika bersatu. Politisi dan teknokrat
berdamai, demi masa depan.” Pesan tersirat: “China, hati-hati. Kami punya
Gates, Trump, dan cheesecake.”
Kesimpulannya? Acara ini bukan sekadar makan malam. Ini
semacam sinetron politik-teknologi: ada rekonsiliasi, ada aliansi, ada visi
besar. Bedanya, tidak ada adegan nangis di bawah hujan. Pesannya jelas: kalau
politisi dan teknokrat bisa duduk bareng, AI bukan cuma soal chatbot yang
suka salah paham, tapi bisa jadi alat menyelamatkan umat manusia.
Singkatnya, malam itu Gedung Putih jadi restoran bintang
lima dengan menu spesial: AI rasa global, disajikan dengan topping
politik dan saus filantropi.
abah-arul.blogspot.com., September 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.