Kamis, 04 September 2025

🎭 Makar, Massa, dan Parpol yang Sudah Lapar

Ketua PBNU, Savic Ali, punya satu teori unik: di Indonesia sekarang hampir nggak mungkin ada yang benar-benar berniat makar. Alasannya? Partai politik kita sudah terlalu pragmatis. Alias, kalau ada meja makan kekuasaan, semua rebutan kursi. Kalau kursinya habis, ya rela duduk di bangku plastik belakang asal tetap dapat jatah nasi kotak.

Lalu datanglah Presiden Prabowo dengan tuduhan: “Itu aksi massa makar!”
Waduh, kata “makar” ini memang sakti. Mirip kata “setan” di film horor—begitu disebut, langsung bikin suasana tegang. Padahal kalau kata Savic, makar itu apa sih? Merebut kekuasaan? Melawan pemerintah? Atau sekadar demo pakai toa sampai polisi nggak bisa tidur siang?

Savic tampaknya ingin bilang: “Pak, makar itu udah jadul. Yang ada sekarang itu parpol-makar, alias makaroni pragmatis: dimasak sebentar, langsung ludes.”

🍜 Parpol Pragmatis: Semua Ikut Pemerintah

Bayangkan ada kapal besar bernama “Pemerintah”. Semua partai buru-buru naik kapal itu. Bukan karena percaya kapalnya kuat, tapi karena di dalam kapal ada prasmanan gratis: nasi uduk, sate kambing, sampai es teh manis. Jadi siapa yang mau susah payah bikin kudeta kalau sudah kenyang?

Di titik ini, demo-demo rakyat hanya terlihat seperti keramaian pasar malam: ada yang nyanyi, ada yang teriak, ada juga yang lempar petasan. Serius tapi penuh warna.

🔥 Kerusuhan: Bahasa Orang Kesal

Savic bahkan mengutip Martin Luther King Jr: “Riot is the language of the unheard.”
Kalau diterjemahkan ke bahasa tongkrongan: “Rusuh itu bahasa orang yang status WA-nya nggak dibales.”

Jadi wajar kalau massa kadang meledak, entah spontan karena saling dorong, atau karena ada tim khusus yang memang bawa korek gas cadangan. Tapi Savic mengingatkan, jangan buru-buru ngecap “makar”. Bisa-bisa semua tukang bakar sate dianggap dalang kudeta.

👮 Polisi dan Tim Independen

Yang penting, kata Savic, polisi jangan jadi hakim sekaligus terdakwa. Harus ada tim independen. Bayangkan kalau wasit sepak bola ikut main sebagai striker—sudah pasti kacau, golnya dihitung ganda.

🎬 Penutup

Jadi, kalau ada demo besar lagi, jangan cepat-cepat sebut “makar”. Karena makar di Indonesia sudah punah—kalah saing sama pragmatisme parpol. Sekarang yang tersisa hanyalah rakyat lapar, parpol lapar jatah, dan pemerintah yang sibuk memastikan prasmanan tetap tersedia.

Singkatnya: politik kita bukan lagi soal merebut kekuasaan, tapi merebut piring terakhir di meja makan. 🍽️

abah-arul.blogspot.com., September 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.