Ada yang lebih menegangkan daripada film Mission Impossible? Jawabannya: mendengar Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa presentasi ekonomi di Hotel Bidakara. Bedanya, kalau Tom Cruise bergelantungan di helikopter, Pak Purbaya bergelantungan di grafik pertumbuhan ekonomi.
Beliau membuka pidato dengan target ekonomi: 8%. Sebuah angka yang bikin rakyat berpikir, “Itu 8% ekonomi, apa 8% diskon minimarket, Pak?” Tapi tak apa, optimisme harus tetap tinggi, meski dompet kita tipisnya bisa buat kipas angin.
Purbaya lalu cerita bagaimana Januari–Februari 2025 itu ekonomi seperti pasien IGD: kalau enggak cepat ditangani, bisa gawat darurat. Untungnya beliau konsultasi ke dokter ekonomi senior, alias Presiden ke-7 Joko Widodo. Dengan nada dramatis, beliau bilang, “Pak, ekonomi sebentar lagi mau hancur, bantu enggak?” Rasanya seperti adegan sinetron: “Tolong, Bang, ekonomi kita udah di ujung tanduk!”
Beliau juga sempat curhat, waktu masih di LPS, dilarang ngomong bebas. “Kalau di LPS, tunggu di belakang, enggak bisa masuk depan.” Mendengar itu, hadirin mungkin bingung, “Ini rapat ekonomi apa lomba hajatan?”
Lalu, dengan penuh percaya diri, Purbaya menegaskan, “Nasib kita di tangan kita sendiri.” Kalimat ini bisa jadi slogan kampanye, apalagi ditambah musik semangat. Cuma ya, rakyat sering mikir, “Kalau nasib di tangan kita, kok pajak di tangan bapak juga, Pak?”
Bagian paling jenaka adalah analisis mesin ekonomi: 90% swasta, 10% pemerintah. Jadi, selama 20 tahun, ekonomi kita ibarat motor dua tak yang hidup sebelah piston saja. Swasta ngos-ngosan, pemerintah sendirian ngebul. Akhirnya, jalan ekonomi jadi mirip becak mogok: kalau enggak didorong bareng, enggak jalan.
Pak Jokowi pun memberi testimoni bahwa gaya ekonomi Purbaya beda dengan Sri Mulyani. Katanya, mazhab ekonominya lain. Kalau pakai istilah santri, ini kayak beda tarekat: ada yang zikirnya pelan, ada yang zikirnya kencang. Yang penting, jangan sampai salah kiblat: ekonomi bukannya ke atas malah ke bawah.
Di akhir, Purbaya kasih resep menuju pertumbuhan 8%: kebijakan fiskal, deregulasi, dan dukungan sektor strategis. Seolah-olah seperti chef ekonomi yang bilang, “Bahan-bahan sudah siap, tinggal tunggu api kompor menyala.” Pertanyaannya: kompornya pakai gas melon, gas elpiji, atau malah kompor induksi?
Yang jelas, rakyat tetap menunggu—semoga target 8% bukan hanya angka di PowerPoint. Karena kalau salah strategi, ekonomi bisa berubah jadi 8% utang atau 8% kenaikan harga cabai.
abah-arul.blogspot.com., September 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.