Kalau demokrasi diibaratkan rumah kos-kosan, maka anak muda ini adalah penghuni setia yang setiap bulan setor uang tapi jarang dapat fasilitas. Air sering mati, wifi lemot, AC rusak, tapi masih ditagih dengan manis: “Ayo, percaya saja, demokrasi ini untuk kalian!”
Nah, di Festival HAM 2025 di Taman Ismail Marzuki,
Mbak Siti Khoirun Ni’mah tampil seperti ibu kos ideal: ia bilang pintu
demokrasi harus dibuka selebar-lebarnya, biar anak muda betah tinggal. Jangan
sampai anak muda cuma numpang tidur lalu pindah ke kontrakan lain bernama
“apatisme” atau malah kabur ke rumah tetangga bernama “anarkisme”.
Anak Muda dan Defisit Kepercayaan
Masalahnya, menurut laporan yang dikutip Mbak Siti, indeks
kepercayaan anak muda terhadap demokrasi lagi tekor alias defisit. Kalau
keuangan defisit sih masih bisa gesek paylater, tapi kalau kepercayaan defisit?
Wah, itu susah dicicil!
Penyebabnya klasik: akses kerja susah, kebijakan publik
seperti menu warteg yang cuma bikin kenyang pejabat, sementara rakyat cuma
kebagian kuahnya. Jadilah anak muda merasa kayak pelanggan lama yang tidak
pernah dapat diskon loyalitas.
Demokrasi Butuh Ruang Kritik
Mbak Siti juga mengingatkan: demokrasi itu bukan karaoke
keluarga di mal yang kalau fals langsung ditegur MC. Justru demokrasi harus
memberi mic bebas: mau nyanyi merdu, sumbang, bahkan teriak-teriak, semua
boleh—asal tidak melempar sandal ke penonton.
Karena kalau kritik saja dilarang, demokrasi akan berubah
jadi konser lipsync: kelihatannya ramai, tapi sebenarnya hampa suara rakyat.
Festival HAM sebagai Oksigen
Untungnya, Festival HAM ini jadi tanda bahwa anak muda masih
mau nongkrong di panggung demokrasi. Mereka datang, diskusi, kasih ide
segar—mirip startup yang lagi pitching ke investor. Bedanya, investor di
sini bukan pemodal, tapi pemerintah dan parlemen. Pertanyaannya: apakah
“investor” ini mau dengar, atau malah sibuk scroll HP sendiri?
Penutup: Jangan Kunci Pintu
Kesimpulannya sederhana: kalau ruang demokrasi sempit, anak
muda merasa sesak. Kalau ruang demokrasi dikunci, mereka bisa ngamuk. Jadi,
demi kebaikan bersama, mari demokrasi ini jangan kayak kamar kost dengan aturan
aneh: “Tamu lawan jenis dilarang lewat jam 9 malam, kritik dilarang lewat media
sosial.”
Bukalah pintu lebar-lebar. Kalau perlu pasang kipas angin
dan sajikan kopi gratis, biar anak muda betah tinggal. Karena tanpa mereka,
demokrasi cuma jadi rumah kosong yang berdebu, isinya tinggal foto tua para
pendiri bangsa yang menatap kita sambil berkata: “Kok begini sih jadinya?”
abah-arul.blogspot.com., September 2025
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.