Selasa, 30 September 2025

Evgeny Mikhailov dan Indonesia, Si Bintang Dangdut Global South

Evgeny Mikhailov, pakar Rusia urusan Eurasia, tiba-tiba jatuh hati pada Indonesia. Bukan karena rendang atau Indomie (meski keduanya bisa bikin Kremlin luluh), melainkan karena Indonesia dianggap sebagai “suara berpengaruh di dunia Muslim” dan “pemain kunci di Global South”.

Kalau diibaratkan, Rusia sedang mencari teman main bola di lapangan geopolitik, dan Indonesia ini seperti striker yang nggak mau pilih klub Eropa, tapi tetap bikin gol pakai sandal jepit.

1. Indonesia: Influencer Muslim Global

Menurut Mikhailov, Indonesia ini semacam influencer Islam moderat. Followers-nya 230 juta, mayoritas Muslim. Kontennya? “Islam damai, adem, nggak suka drama.” Cocok buat branding Rusia yang masih trauma konflik di Kaukasus.

Jadi kalau Rusia ikut nongkrong di OKI (Organisasi Kerja Sama Islam), Indonesia bisa jadi semacam MC acara, yang bilang:

“Tenang, tenang, jangan ribut dulu, kita bahas Palestina sambil ngopi.”

Dan Rusia pun merasa punya geng keren buat nunjukin ke dunia: “Lihat, bro, gue nggak cuma temenan sama Iran sama Suriah, tapi juga sama Indonesia yang vibes-nya chill.”

2. Global South: Warung Kopi Dunia

Indonesia ini ibarat pemilik warung kopi di persimpangan jalan: semua orang mampir, dari G20, ASEAN, sampai BRICS. Rusia pun mikir, “Kalau gue nongkrong di warung ini, gue bisa kenalan sama semua pelanggan, tanpa harus bayar WiFi mahal di Eropa.”

Buat Rusia, Indonesia adalah “jembatan” — bukan jembatan penyeberangan Semanggi, tapi jembatan diplomasi: nyambungin Asia, Afrika, sampai Amerika Latin. Jadi kalau ada yang tanya, “Kenapa Rusia doyan banget sama Indonesia?” Jawabannya simpel:

Karena di BRICS, Indonesia ini kaya host acara TV, semua tamu disambut, tapi tetap nggak mau ribut.

3. Analisis Mikhailov: Gaya Rusia Cari Teman

Kalau diringkas, pandangan Mikhailov itu begini:

  • Geopolitik: Indonesia kayak tetangga yang nggak ikut ribut waktu RT sebelah perang. Netral tapi tetap keren.

  • Keamanan: Indonesia bisa bantu bikin Indo-Pasifik adem, biar kapal dagang Rusia nggak nyasar atau kena macet laut versi internasional.

  • Ekonomi: Gandum Rusia laris di pasar Indonesia. Kalau bisa, mungkin Mikhailov sudah usul bikin mie instan “Ramen Rusia” buat pasar lokal.

4. Risiko: Drama Ala Sinetron

Tentu saja, nggak semua mulus. Indonesia masih harus mikir: kalau terlalu dekat dengan Rusia, bisa kena omel Barat. Kalau terlalu jauh, sayang juga peluang BRICS.

Mikhailov tahu ini. Tapi seperti cowok Rusia yang jatuh cinta sama gadis Jawa, dia optimis:

“Kalau kita berjodoh, pasti bisa lewat jalan belakang meski ditutup polisi tidur.”

Kesimpulan: Indonesia, Si Bintang Dangdut Multipolar

Bagi Mikhailov, Indonesia bukan sekadar mitra dagang, tapi semacam bintang dangdut geopolitik: suaranya merdu, goyangannya moderat, dan semua penonton dunia Muslim maupun Global South bisa ikut nyanyi bareng.

Rusia pun tepuk tangan: “Inilah teman yang gue cari. Bukan sekadar sahabat, tapi backing vocal di konser multipolar!”

abah-arul.blogspot.com., Oktober 2025

Elon Musk vs Media Warisan: Ketika Gesture Tangan Jadi Drama Dunia

Uraian Isi

Video ini menampilkan Elon Musk duduk manis (atau setidaknya mencoba tampak manis) di markas Tesla, Austin. Dengan wajah setengah serius setengah bosan, ia menembakkan kritik pedas pada apa yang ia sebut sebagai “propaganda media warisan.” Menurutnya, media tradisional punya jurus sakti: membuat orang percaya pada hal-hal yang tidak benar.

Contoh paling absurd? Saat Musk dituduh Nazi hanya gara-gara gerakan tangan random di rapat. Padahal, katanya, ia cuma sedang ngomong soal simpati dan perjalanan antariksa. Tapi kamera, headline, dan algoritma berita lebih cepat menyulapnya jadi “Elon Musk Heil Space?”

Sementara itu, kontroversi politik tetap mengintai. Dukungan Musk ke Trump menambah bahan bakar polarisasi. Media makin galak, Musk makin ngegas. Hasilnya? Wawancara ini jadi bukan sekadar bincang-bincang, tapi duel kata-kata: Musk vs Media.

Maksud

Pesan Musk sederhana tapi dilapisi bumbu khasnya:

  • Media warisan = tukang gosip kelas dunia.
  • Gesture tangan bukan kode rahasia. Kalau setiap orang yang mengacungkan tangan dituduh Nazi, konser dangdut bisa bubar sebelum nyanyi ref.
  • Sosial media (X) = demokratis, tapi tentu dengan catatan bahwa demokratis versi Musk artinya timeline penuh dengan retweet dirinya sendiri.

Intinya, Musk ingin bilang: “Hei dunia, jangan gampang percaya media. Lebih baik percaya aku. Atau kalau nggak, minimal percaya pada roketku.”

Analisis Jenaka

  1. Media vs Musk: Episode Sinetron
    Hubungan Musk dan media mirip pasangan toxic. Media tuduh Musk Nazi, Musk balas bilang media tukang bohong. Besoknya, keduanya tetap cari perhatian satu sama lain. Kalau ini sinetron, judulnya: Cinta dalam Polarisasi.
  2. Gesture Tangan sebagai Senjata Politik
    Lucunya, dunia bisa ribut hanya gara-gara jari yang salah posisi. Kalau begitu, pidato presiden dengan telunjuk menunjuk ke langit bisa ditafsirkan sebagai sinyal UFO. Atau guru TK yang ngajari anak-anak tepuk tangan bisa dicap sebagai “propaganda sinkronisasi massa.”
  3. Polarisasi: Makin Heboh, Makin Laku
    Musk tahu betul: semakin ia ribut dengan media, semakin banyak yang nonton, semakin besar saham atensi publik. Dalam hal ini, media dan Musk sebenarnya punya simbiosis: saling hina, tapi sama-sama untung.
  4. Paradoks X vs Legacy Media
    Musk menuding media tradisional penuh propaganda, tapi di saat yang sama ia pakai X (punya dia) untuk menyebar narasi versinya. Ini mirip pedagang sate yang bilang, “Jangan makan sate tetangga, gosong semua. Sate saya lebih sehat.” Padahal sama-sama bakar arang.
  5. Implikasi Demokrasi
    Kalau semua orang percaya Musk, media bisa bangkrut. Kalau semua orang percaya media, Musk bisa stres. Untungnya, manusia punya bakat alami: tidak percaya sepenuhnya pada keduanya, tapi tetap doyan drama keduanya.

Kesimpulan

Wawancara Elon Musk ini bukan sekadar obrolan CEO dengan wartawan. Ia lebih mirip stand-up comedy politik dengan topik berat: propaganda, demokrasi, dan polarisasi. Namun yang paling diingat publik bukanlah isi roket atau mobil listrik, melainkan fakta bahwa:

👉 Satu gerakan tangan Musk bisa mengguncang media global.

Mungkin benar kata Musk: propaganda media itu sangat efektif. Tapi jangan lupa—propaganda Musk sendiri di X juga lebih cepat dari roket SpaceX.

abah-arul.blogspot.com., September 2025

"Behave" – Manual Resmi Otak Manusia (Yang Tak Pernah Kita Baca)

Membaca buku Behave karya Robert Sapolsky itu ibarat masuk ke ruang kontrol pesawat luar angkasa: tombol di mana-mana, lampu berkedip, dan ada tulisan kecil “jangan pencet tombol merah, nanti kamu jatuh cinta sama orang yang salah.”

Sapolsky, seorang ilmuwan yang juga sahabat akrab babun Afrika, mencoba menjawab pertanyaan paling sulit sepanjang sejarah: “Kenapa manusia itu kadang baik, kadang brengsek?” Jawabannya ternyata panjang… sekitar 800 halaman. Jadi kalau Anda kira jawabannya cuma “karena mantan,” Anda keliru besar.

Dari Detik ke Milenium

Buku ini disusun mundur, seperti film Tenet, tapi tanpa adegan tembak-tembakan.

  • Detik sebelum perilaku: Otak kita sibuk main listrik-listrikan. Amigdala bilang “marah!”, korteks prefrontal bilang “sabar, nanti ditilang polisi.” Neurotransmitter macam dopamin ikut nimbrung, persis kayak netizen di kolom komentar.
  • Jam hingga hari sebelumnya: Hormon-hormon datang ikut pesta. Testosteron pakai jaket kulit, kortisol datang sambil panik, oksitosin malah sibuk nyebarin undangan reuni keluarga.
  • Bulan hingga tahun: Lingkungan ikut campur. Kalau sejak kecil sering disuruh antri jajan, besar kemungkinan Anda jadi warga negara taat hukum. Kalau sejak kecil rebutan remot TV, ya siap-siap saja jadi anggota DPR.
  • Ratusan tahun lalu: Evolusi bicara. Sifat baik hati kita ada karena nenek moyang yang kerja sama bisa bertahan hidup. Tapi sifat nyinyir juga bertahan, mungkin karena nenek moyang kita juga butuh tukang gosip untuk hiburan gua.

Ilusi Kehendak Bebas

Sapolsky agak usil: dia bilang free will itu ilusi. Jadi kalau Anda terlambat kerja, jangan salahkan diri sendiri—salahkan gen, lingkungan, dan nenek moyang Homo sapiens yang lebih suka tidur siang.

Masalahnya, kalau benar free will itu bohong, gimana nasib pengadilan? Bayangkan hakim berkata:
“Saudara terdakwa tidak bersalah, yang bersalah adalah amigdala Anda. Silakan amigdala maju ke depan.”

Humor Ilmiah ala Sapolsky

Sapolsky menulis serius tapi sering lucu. Misalnya, saat membandingkan manusia dengan babun: babun bisa stres karena siapa yang duduk dekat pohon pisang, sedangkan manusia stres karena… WiFi lemot. Sama-sama stres, beda level teknologi.

Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihannya: buku ini bikin kita sadar bahwa perilaku manusia itu kompleks, bukan sekadar “karena dia jahat” atau “karena dia baik.”
Kekurangannya: tebalnya hampir setara KBBI, dan setelah selesai membacanya, kita tetap nggak bisa menjelaskan ke orang tua kenapa milih kuliah filsafat.

Kesimpulan 

Pada akhirnya, Behave adalah buku yang ingin mengajarkan kita satu hal penting: sebelum Anda men-judge orang lain, coba ingat betapa ribetnya otak, hormon, gen, dan sejarah yang bikin dia begitu.

Atau singkatnya: kalau ada teman yang nyebelin, jangan langsung marah. Katakan saja, “Maaf bro, itu cuma amigdala kamu lagi error.”
abah-arul.blogspot.com., Oktober 2025

Minggu, 28 September 2025

Rapat Kabinet, atau Variety Show?

Rapat kabinet biasanya identik dengan meja panjang, map tebal, dan wajah-wajah serius. Tapi di Gedung Putih edisi Trump 2025, suasananya lebih menyerupai variety show. Bayangkan: setiap menteri bukan sekadar melapor, tapi tampil layaknya peserta lomba bakat. Ada yang bawa video penyelamatan banjir, ada yang pamer grafik lahan pertanian, bahkan ada yang seolah membawa palu godam untuk “menghancurkan” Green New Deal.

Presidennya sendiri? Ia tampil sebagai pembawa acara utama. Ketika ditanya tarif tembaga, jawabannya secepat kuis: “50%.” Tidak ada diskusi panjang, tidak ada hitung-hitungan. Satu kalimat selesai. Kalau semua keputusan negara sepraktis itu, mungkin rapat bisa diganti dengan aplikasi polling online.

Angka-angka pun berterbangan di ruangan. Ada 100 miliar, 300 miliar, bahkan 5,1 triliun. Begitu banyak nol, sampai rasanya mesin kalkulator harus ikut duduk di meja kabinet. Namun bagi penonton, angka-angka besar itu lebih mirip efek spesial—tujuannya untuk membuat semua orang terperangah.

Tentu saja ada drama tambahan. File Epstein katanya masih di meja Jaksa Agung, berdampingan dengan JFK dan MLK. Kalau benar, mungkin meja itu lebih layak dipamerkan di museum ketimbang dipakai kerja.

Akhirnya, rapat ditutup dengan nuansa optimistis: tarif sudah dipasang, investasi triliunan dijanjikan, perdamaian hampir tercapai, inflasi katanya hilang. Semua terdengar rapi, bahkan terlalu rapi, seperti trailer film yang menjanjikan “segera tayang di bioskop dekat Anda.”

Kesimpulan

Rapat kabinet ini sebenarnya mirip pertunjukan panggung: ada aksi, ada angka spektakuler, ada drama misteri, dan tentu ada tawa di sela-selanya. Netizen bisa menonton dengan dua pilihan: serius menganggapnya laporan negara, atau santai menikmatinya sebagai hiburan politik.

Karena pada akhirnya, rapat ini bukan sekadar tentang “mengembalikan kejayaan Amerika”, tapi juga tentang satu hal yang lebih universal: bagaimana membuat politik terasa tidak membosankan.

abah-arul.blogspot.com., September 2025


Sabtu, 27 September 2025

Ruang Demokrasi Jangan Seperti Kamar Kost—Sempit dan Suka Dikunci

Kalau demokrasi diibaratkan rumah kos-kosan, maka anak muda ini adalah penghuni setia yang setiap bulan setor uang tapi jarang dapat fasilitas. Air sering mati, wifi lemot, AC rusak, tapi masih ditagih dengan manis: “Ayo, percaya saja, demokrasi ini untuk kalian!”

Nah, di Festival HAM 2025 di Taman Ismail Marzuki, Mbak Siti Khoirun Ni’mah tampil seperti ibu kos ideal: ia bilang pintu demokrasi harus dibuka selebar-lebarnya, biar anak muda betah tinggal. Jangan sampai anak muda cuma numpang tidur lalu pindah ke kontrakan lain bernama “apatisme” atau malah kabur ke rumah tetangga bernama “anarkisme”.

Anak Muda dan Defisit Kepercayaan

Masalahnya, menurut laporan yang dikutip Mbak Siti, indeks kepercayaan anak muda terhadap demokrasi lagi tekor alias defisit. Kalau keuangan defisit sih masih bisa gesek paylater, tapi kalau kepercayaan defisit? Wah, itu susah dicicil!

Penyebabnya klasik: akses kerja susah, kebijakan publik seperti menu warteg yang cuma bikin kenyang pejabat, sementara rakyat cuma kebagian kuahnya. Jadilah anak muda merasa kayak pelanggan lama yang tidak pernah dapat diskon loyalitas.

Demokrasi Butuh Ruang Kritik

Mbak Siti juga mengingatkan: demokrasi itu bukan karaoke keluarga di mal yang kalau fals langsung ditegur MC. Justru demokrasi harus memberi mic bebas: mau nyanyi merdu, sumbang, bahkan teriak-teriak, semua boleh—asal tidak melempar sandal ke penonton.

Karena kalau kritik saja dilarang, demokrasi akan berubah jadi konser lipsync: kelihatannya ramai, tapi sebenarnya hampa suara rakyat.

Festival HAM sebagai Oksigen

Untungnya, Festival HAM ini jadi tanda bahwa anak muda masih mau nongkrong di panggung demokrasi. Mereka datang, diskusi, kasih ide segar—mirip startup yang lagi pitching ke investor. Bedanya, investor di sini bukan pemodal, tapi pemerintah dan parlemen. Pertanyaannya: apakah “investor” ini mau dengar, atau malah sibuk scroll HP sendiri?

Penutup: Jangan Kunci Pintu

Kesimpulannya sederhana: kalau ruang demokrasi sempit, anak muda merasa sesak. Kalau ruang demokrasi dikunci, mereka bisa ngamuk. Jadi, demi kebaikan bersama, mari demokrasi ini jangan kayak kamar kost dengan aturan aneh: “Tamu lawan jenis dilarang lewat jam 9 malam, kritik dilarang lewat media sosial.”

Bukalah pintu lebar-lebar. Kalau perlu pasang kipas angin dan sajikan kopi gratis, biar anak muda betah tinggal. Karena tanpa mereka, demokrasi cuma jadi rumah kosong yang berdebu, isinya tinggal foto tua para pendiri bangsa yang menatap kita sambil berkata: “Kok begini sih jadinya?”

abah-arul.blogspot.com., September 2025

Diet Umur Panjang ala Dr. Longo – Puasa Tapi Jangan Ngaku Puasa

Bayangkan Anda orang Italia yang lahir di Genoa, lalu pindah ke Chicago. Anda menemukan dua fakta besar dalam hidup:

  1. Orang Sardinia bisa hidup sampai umur 100 tahun lebih, masih sanggup naik bukit, bahkan mungkin masih bisa balap keledai.
  2. Orang Amerika di sekitar Anda banyak yang wafat lebih cepat, bukan karena perang dunia, tapi karena diet penuh burger, susu kental manis, dan nasi instan microwave.

Itulah hidup Dr. Valter Longo. Ia menatap piring pasta Sardinia lalu berkata dalam hati: “Aha, ini rahasia umur panjang! Bukan skincare, bukan MLM, tapi makanan!”


Eksperimen Gila ala Italia

Dr. Longo kemudian memutuskan melakukan craziest experiment ever. Tidak, bukan lompat dari Menara Pisa, tapi memberi 100 orang Amerika diet ala Sardinia. Hasilnya? Setelah tiga bulan, tubuh mereka mendadak lebih muda. Bayangkan, yang tadinya ngos-ngosan naik tangga satu lantai, tiba-tiba bisa lari mengejar diskon Black Friday.

Dan semua itu hanya karena konsep sederhana: puasa, tapi jangan sampai merasa sedang puasa. Nama resminya: Fasting-Mimicking Diet (FMD). Alias, tubuhmu dikibuli seolah-olah lapar, padahal kamu masih makan. Kalau tubuh bisa ngomong, mungkin dia bakal protes: “Halo, ini kok kayak di-prank tiap bulan?”

Resep Awet Muda: Autophagy & Teman-Temannya

FMD berlangsung 5 hari per bulan. Selama itu, tubuhmu masuk mode autophagy—alias daur ulang sel tua. Jadi kalau biasanya kamu buang sampah plastik ke tong biru, tubuhmu sekarang buang sel usang ke tong biologis. Bayangkan tubuhmu punya “bank sampah”, yang menukar sel tua jadi sel baru. Bonusnya: lemak berkurang, kolesterol turun, peradangan minggat.

Makanan yang boleh: ikan, kacang, buah, zaitun, quinoa, dan tentu saja teh herbal (karena kopi dianggap cheat code).
Makanan yang dilarang: daging, susu, dan gluten. Jadi jangan coba-coba mampir ke warteg lalu pesan rendang + roti tawar. Itu sama saja minta umur pendek.

Siapa yang Tidak Boleh Ikut?

Wanita hamil, orang dengan berat badan kayak batang lidi, dan penderita ginjal/hati. Jadi kalau kamu lagi kurus karena patah hati, jangan nekat coba diet ini. Nanti tubuhmu makin baper.

Tips Umur Panjang ala Longo

Selain diet, Longo kasih tips sederhana: olahraga 150 menit per minggu, minum air 70 ons per hari, dan rahasia pamungkas—jangan pernah naik lift. Ya, kalau kantor di lantai 30, siap-siap dapat umur panjang sekaligus betis baja.

Kesimpulan yang Kocak tapi Serius

Apakah FMD benar-benar bikin umur panjang? Ilmiahnya, iya—tapi dengan catatan: ini bukan jaminan jadi kakek-nenek sakti mandraguna. Masih ada kontroversi, masih ada efek samping. Tapi setidaknya, daripada menghabiskan duit untuk krim anti-aging yang baunya kayak lem kayu, lebih baik coba diet ini dengan pengawasan dokter.

Dan tentu saja, tulisan tentang Dr. Longo ini berakhir seperti iklan: “Mau panjang umur? Beli bukunya!”
Ya, rupanya umur panjang pun bisa masuk ke dalam paket marketing.
abah-arul.blogspot.com., September 2025

Jumat, 26 September 2025

Tesla: Iklan Mati, Meme Abadi

Mari kita mulai dengan pengumuman penting: iklan tradisional sudah wafat. Tolong jangan kirim karangan bunga ke agensi-agensi periklanan, karena mungkin mereka juga sedang sibuk bikin pitch deck "rebranding iklan jadi konten viral". Elon Musk sudah membuktikan hal itu. Tesla menjadi perusahaan otomotif paling berharga di dunia, padahal mereka bahkan tak pernah membeli slot iklan di televisi jam tayang sinetron.

Lalu bagaimana caranya Tesla bisa meledak?
Jawabannya: produk adalah iklan. Mobil Tesla yang meluncur di jalan ibarat billboard berjalan, tapi lebih keren karena bisa ngebut 0–100 km/jam dalam hitungan detik. Gratis promosi, tanpa perlu sewa papan reklame di simpang lima. Bayangkan kalau iklan sabun juga bisa dipakai meluncur di jalan raya—pasti sudah ludes stoknya.

Dan jangan lupakan aksi Musk di 2018: meluncurkan mobil pribadi ke luar angkasa. Bayangkan, sementara merek lain sibuk bikin iklan slow motion mobil melintasi hutan pinus, Musk memilih jurus: "kirim saja mobil ke orbit Matahari, kasih boneka astronot, putar lagu David Bowie, dan tulis 'Don't Panic'." Itulah iklan yang literally out of this world.

Tentu saja Musk sendiri adalah mesin iklan berjalan. Setiap kali ia nge-tweet, investor bisa panik, netizen bisa terbahak, dan jurnalis dapat bahan artikel. Ketika jendela Cybertruck pecah dalam demo, seluruh dunia menertawakan—dan hasilnya Tesla dapat $100 juta publisitas gratis serta 200 ribu pre-order. Rupanya, di era digital, gagal dengan gaya lebih menguntungkan daripada sukses tanpa cerita.

Strategi Tesla pun makin absurd tapi berhasil:

  • Scarcity: Pre-order Model 3 dibuka jauh sebelum pabriknya siap. Setengah juta orang rela bayar deposit hanya untuk "menjadi bagian masa depan". Itu lebih dahsyat daripada orang antre iPhone baru, karena kalau iPhone kosong baterainya, paling tinggal dicharge. Kalau Tesla kosong baterainya di jalan tol… ya, selamat datang drama derek.

  • Direct sales: Tak perlu dealer. Tinggal klik di website, mobil datang seperti pizza. Bedanya, topping-nya berupa autopilot.

  • Easter egg marketing: Dari mode kentut sampai Santa mode. Bayangkan, perusahaan mobil lain sibuk pamer horsepower, Tesla sibuk bikin mobil bisa bersendawa digital. Dan anehnya, itu justru jadi berita internasional.

Namun, strategi ini bukannya tanpa risiko. Semua bergantung pada Musk. Kalau mood beliau naik, saham ikut terbang. Kalau beliau debat kusir di X dengan mantan presiden, saham bisa anjlok 16% sehari, menghapus ratusan miliar dolar. Itu bukan volatilitas saham, tapi lebih mirip roller coaster di Dufan.

Jadi, apa pelajaran yang bisa kita petik?
Kalau ingin sukses, buatlah produk yang tak mungkin diabaikan. Entah itu mobil listrik, atau sekadar odading Mang Oleh dengan tagline "rasanya anjay". Yang penting: jangan membosankan.

Karena di dunia sekarang, iklan mati…
Tapi meme? Meme akan hidup selamanya.
abah-arul.blogspot.com., September 2025

Kamis, 25 September 2025

Dari Tukang Tas ke Tukang Meja

Pernahkah Anda melihat seseorang yang tugasnya cuma bawain tas bos, lalu tiba-tiba sepuluh tahun kemudian dia malah jadi bos seluruh negeri? Kalau belum, silakan buka buku sejarah Rusia edisi drama politik 1990-an. Di sana ada tokoh bernama Vladimir Vladimirovich Putin—pria 40 tahun yang dulu hanya setia berjalan setengah langkah di belakang walikota St. Petersburg, Anatoly Sobchak, sambil membawa tasnya dengan penuh dedikasi.

Ya, tas. Bukan bom nuklir, bukan peta strategi militer, bukan juga koper penuh rubel. Tas biasa!

Tapi siapa sangka, si “pembawa tas” ini pelan-pelan berubah jadi “pemilik meja.” Analogi sederhananya: dulu Putin cuma numpang duduk di kursi plastik sebelah pintu, sekarang dia yang punya meja marmer di ruang utama—lengkap dengan tombol merah yang entah buat nuklir atau sekadar memesan teh.

Pelajarannya jelas: jangan remehkan kuli tas. Hari ini mungkin kamu jadi “office boy politik,” tapi besok bisa saja kamu berubah jadi “CEO negara.” Serigala tetaplah serigala, meski sementara harus pura-pura jadi kucing penjaga gudang.

Dan bicara soal serigala, Putin pernah melontarkan kalimat khas “humor gelap Slavia” soal NATO: “Tak peduli pestanya seperti apa, ujung-ujungnya kamu tetap kena entup.” Entah maksudnya diplomasi, atau sekadar tips pernikahan. Tapi intinya: jangan terlalu percaya pesta undangan Barat, karena kadang pulangnya bisa bawa bon cicilan.

Ada juga testimoni seorang wanita yang pernah kerja sama beliau di St. Petersburg. Katanya Putin itu manis, sopan, dan punya radar alami menilai karakter orang. Bayangkan, seorang KGB yang dikenal dingin, ternyata bisa dianggap “manis.” Mungkin manis di sini bukan seperti gula, tapi seperti teh tanpa gula—pahit tapi bikin ketagihan.

Tak heran jika Xi Jinping, yang biasanya pelit pujian, sampai terang-terangan bilang kagum. Kalau sudah begitu, rasanya Putin ini bukan lagi sekadar pemain catur politik, tapi semacam dealer papan catur dunia—orang lain main bidak, dia yang jual papan sekaligus atur lampu ruangan.

Jadi, kawan-kawan, kalau hari ini kalian merasa diremehkan karena “cuma” pegang stapler di kantor atau bawain map rapat, tenang saja. Siapa tahu sepuluh tahun lagi kalian jadi bos besar. Tapi ingat, jangan terlalu cepat sombong—soalnya tidak semua pembawa tas bisa jadi Putin. Kebanyakan malah tetap jadi pembawa tas... sampai pensiun.

abah-arul.b;ogspot.com., September 2025

“Kanker, Kopi, dan Konspirasi Tomat”

Pernahkah Anda merasa dunia kesehatan itu seperti drama sinetron? Ada tokoh dokter Harvard yang ganteng-pintar, ada ibu beliau yang jadi “pahlawan super” melawan kanker, ada tokoh jahat bernama “Big Pharma”, plus cameo tak terduga: tomat, kopi, dan stroberi. Selamat datang di serial kesehatan paling heboh: Doctor Lee vs Kanker Stadium 4!

Dr. William Lee datang dengan kabar bombastis: kanker stadium 4 bisa berubah jadi stadium 0 hanya dalam 9 minggu. Wow. Kalau benar, maka harapan umat manusia tidak lagi terletak pada kantong obat yang harganya setara dengan motor bekas, tapi pada sistem imun kita sendiri. Bayangkan tubuh kita punya pasukan “tentara super”—lengkap dengan armor, pedang laser, dan soundtrack Avengers. Sayangnya, kita sering lupa kasih mereka asupan gizi. Tentara lapar, ya mana bisa perang?

Ternyata, setiap hari tubuh kita bikin 10.000 kanker mini. Ibarat fotokopi yang kertasnya nyangkut, selalu ada hasil “cacat produksi.” Untungnya, tubuh sudah dilengkapi sistem pembersih otomatis—mirip vacuum cleaner ajaib yang bisa mengisap sel nakal sebelum keburu bikin rusuh. Masalahnya, kalau sistem imun kita malas kayak satpam komplek yang ketiduran di pos, ya bisa kebobolan.

Nah, kabar baiknya: ternyata ada lebih dari 200 makanan yang bisa bikin kanker ngos-ngosan. Stroberi, teh hijau, sampai anggur merah katanya bisa memutus pasokan darah ke tumor. Jadi kalau Anda ketahuan nyemil anggur merah, bilang aja itu “terapi anti-kanker,” bukan alasan biar tidur nyenyak.

Tapi tunggu dulu—plot twist! Setiap minggu, katanya kita makan plastik seukuran kartu kredit. Jadi bayangkan di dalam tubuh kita ada BCA, Mandiri, sampai kartu diskon Alfamart mini. Dan kalau plastik ini nyangkut di pembuluh darah, risiko kena serangan jantung bisa naik 400%. Wah, ini jelas ancaman baru: bukan lagi “serangan fajar,” tapi “serangan plastik.”

Lalu muncul bintang tamu lainnya: bakteri usus bernama Akkermansia mucinophila. Kedengarannya seperti nama villain di film Marvel, tapi justru dialah sidekick setia imunoterapi. Dia bisa ditingkatkan dengan makan delima, cranberry, dan cabai. Jadi kalau habis makan sambal terus perut mules, jangan salahkan tukang pecel lele—anggap saja itu latihan meningkatkan koloni superhero usus.

Belum cukup heboh, kopi juga ikut nimbrung. Katanya minum 3–4 cangkir sehari bisa mengaktifkan “lemak cokelat” yang bakar lemak jahat. Jadi tubuh Anda berubah jadi oven portable. Cuma hati-hati, kalau kebanyakan kopi, bukannya bakar lemak, malah bakar saraf: deg-degan, mata melotot, dan bikin Anda merasa bisa menulis skripsi 3 bab sekaligus dalam semalam.

Dan jangan lupakan tomat. Si bulat merah ini bisa menurunkan risiko kanker prostat sampai 29%. Jadi bagi para bapak, rajin-rajinlah makan tomat masak. Bayangkan setiap suapan saus tomat di mi instan Anda sedang memutus aliran darah ke tumor. Betul-betul “pahlawan tanpa tanda jasa.”

Namun tentu saja, semua kisah ini punya bumbu konspirasi: katanya Big Pharma sengaja nyembunyiin rahasia makanan ajaib ini, biar orang tetap beli obat mahal. Ya, mungkin benar, mungkin juga cuma cocoklogi. Yang jelas, kalau kesehatan bisa dijaga dengan makan stroberi dan tomat, minum kopi, plus sedikit sambal, kenapa kita harus repot-repot jadi kolektor kartu kredit plastik dalam tubuh?

Kesimpulannya: hidup sehat ternyata bisa sesederhana isi kulkas. Kalau tubuh kita ibarat pasukan superhero, makanan sehat adalah senjatanya, sementara Big Pharma mungkin cuma produsen properti film yang ingin kita terus beli tiket bioskop. Jadi, mari kita rawat tentara imun kita dengan asupan yang tepat—karena siapa tahu, di dalam diri kita sedang berlangsung film Marvel paling epik yang belum pernah ditonton siapa pun.

abah-arul.blogspot.com., September 2025

Rabu, 24 September 2025

Bertarekat, Jangan Sampai Nyasar ke Laut Lepas

Konon, hidup ini ibarat perjalanan. Syariat itu perahunya, tarekat itu lautnya, hakikat itu mutiaranya. Nah, masalahnya, kalau kita sudah punya perahu tapi tidak tahu cara mendayung, bisa-bisa bukannya sampai ke pulau mutiara, malah nyasar ke kandang ikan hiu.

Makanya, tarekat itu penting: dia seperti GPS rohani. Tanpa GPS, kita mungkin pede bilang, “Ah, saya bisa kok jalan sendiri!” Tapi ujung-ujungnya, sudah putar balik tiga kali, eh, tetap saja masuk ke jalan buntu.

Butuh Guru, Jangan Modal Nekat

Ada pepatah unik: orang yang tidak punya guru, maka gurunya setan. Waduh, kalau setan sudah jadi dosen pembimbing, jangan heran kalau skripsi hidup kita judulnya “Tersesat dalam Peta Sendiri.”

Guru tarekat itu ibarat teknisi listrik. Kita boleh punya lampu 1 juta watt, tapi kalau kabelnya tidak tersambung ke PLN, tetap saja rumah gelap gulita. Sebaliknya, meski lampu cuma 30 watt, kalau kabelnya nyambung, terang sekali! Jadi, jangan sok-sokan nyambung kabel sendiri—nanti kesetrum!

Zikir Tanpa Tarekat: Kayak Jualan Bakso Tanpa Kuah

Zikir tanpa tarekat itu ibarat jualan bakso tapi lupa bikin kuah. Pelanggan datang, lihat mangkoknya kering, langsung kabur sambil berkata, “Mas, ini bakso apa cilok gagal?”

Begitu pula tarekat: bukan soal kita bisa baca wirid panjang atau hafal bacaan pendek, tapi soal “cara”. Semua ada jalannya. Bahkan jualan bakso saja perlu izin usaha, apalagi urusan menuju Allah.

Jangan Salah Paham

Ada yang bilang, “Kalau gitu semua yang puasa atau baca surat Waqi’ah termasuk amalan tarekat ya, Kiai?” Nah, ini salah kaprah. Semua muslim boleh baca Qur’an, puasa, bahkan jualan bakso. Tapi itu bukan spesialisasi tarekat. Kalau begitu, apa tarekat juga harus dilarang jual bakso? Ya rugi lah dunia perbaksoan!

Kesimpulan 

Jadi, bertarekat itu ibarat main bola dengan pelatih. Tanpa pelatih, pemain bisa saling rebut bola, gol ke gawang sendiri, lalu bilang, “Ini takdir, Bro!” Padahal bukan takdir, tapi tak tahu aturan main.

Maka, kalau sudah jelas ada jalannya, ada gurunya, ada sanadnya, kenapa harus nyasar? Jangan-jangan, kita ini lebih takut salah adonan bakso daripada salah jalan ke akhirat. 

abah-arul.blogspot.com., September 2025

“Glutamat, Sang Pedal Gas yang Kebanyakan Ditekan”

Pernahkah otak Anda terasa seperti jalan tol saat mudik Lebaran—penuh, macet, dan ada pengendara motor yang nekat lawan arah? Nah, itulah kira-kira gambaran ketika glutamat di otak kebanyakan. Glutamat ini ibarat pedal gas: kalau diinjak secukupnya, mobil melaju mulus. Tapi kalau diinjak terus tanpa rem, bukan kencang, malah mesinnya jebol.

Untungnya, para ilmuwan otak ternyata baik hati. Mereka memberi kita 10 “cheat codes” untuk membersihkan glutamat, supaya otak kembali kinclong seperti umur 20 tahun (walaupun KTP tetap tidak bisa dimudakan).

1. Jalan Tanpa Ponsel

Bayangkan Anda jalan kaki 15 menit tanpa ponsel. Tiba-tiba, Anda menemukan betapa indahnya suara burung, gemericik air selokan, dan bisikan hati yang berkata, “Aduh, tadi notif WA siapa ya?” Tapi percayalah, ini tombol reset otak.

2. Minum Kopi Jam 9–11 Pagi

Kalau Anda minum kopi jam 6 pagi, otak Anda kaget: “Lho, ini orang mau balap apa gimana?” Minum kopi jam 9–11 jauh lebih elegan. Efeknya: sore tidak letoy, dan Anda bisa pura-pura sibuk lebih lama di depan laptop.

3. Kurangi Keputusan Kecil

Bingung pilih baju tiap pagi? Solusinya gampang: pakai seragam ala kartun—baju itu-itu saja. Kalau orang nanya, bilang saja, “Saya sedang melatih efisiensi otak.” Padahal aslinya malas nyetrika.

4. Meditasi 20 Menit

Meditasi itu seperti update software otak. Bedanya, kalau update software suka error, meditasi justru bikin tenang. Minimal, Anda bisa duduk diam 20 menit tanpa ada yang minta traktir.

5. Hindari Keju Parmesan dan Kecap

Kabar buruk: parmesan dan kecap bikin glutamat meledak. Kabar baik: ikan dan sayuran bisa jadi pengganti. Tapi ya itu, jangan berharap makan salmon bisa menandingi nikmatnya mie instan tengah malam.

6. Teknik Napas 4-4-4-4

Ini bukan sandi rahasia WiFi, tapi teknik pernapasan. Tarik 4 detik, tahan 4 detik, buang 4 detik, tahan lagi 4 detik. Kalau lupa hitungan, ya tidak apa-apa, yang penting jangan sampai pingsan.

7. Coffee Nap Hack

Minum kopi, terus tidur 15 menit. Begitu bangun, Anda akan merasa seperti laptop yang habis di-restart. Tapi hati-hati: kalau kebablasan tidur 2 jam, nanti bukan segar, malah dimarahi bos.

8. Vitamin B6

B6 ini pahlawan tanpa tanda jasa: dia mengubah glutamat berisik jadi GABA yang kalem. Jadi kalau Anda merasa otak rame seperti pasar malam, mungkin tubuh Anda lagi krisis B6.

9. Aktifkan Saraf Vagus

Saraf vagus ini seperti remote AC otak: bisa bikin sejuk dan tenang. Sayangnya, manual book cara mengaktifkannya kadang hilang. Katanya sih bisa lewat bernapas, nyanyi, sampai kumur-kumur. Jadi kalau Anda lihat orang kumur-kumur lama di kamar mandi, jangan salah paham—bisa jadi dia lagi “reset” glutamat.

10. Lawan Peradangan

Peradangan bikin otak susah bersih-bersih glutamat. Maka solusinya: tidur cukup, jangan kebanyakan micin, dan kalau pegal jangan ditahan. Ingat, tubuh Anda bukan powerbank yang bisa dicas sambil dipakai terus.

Kesimpulan Jenaka

Glutamat itu penting, tapi kalau kebanyakan, otak bisa kayak parkiran mal saat diskon besar-besaran: penuh, panas, bikin emosi. Dengan 10 cheat code ini, kita bisa kembali segar, fokus, dan tidak gampang ngegas. Jadi, kalau ada yang bilang, “Kamu kok gampang capek, sih?” Jawab saja, “Wajar, otakku lagi macet glutamat!”

abah-arul.blogspot.com., September 2025

Ilmu di Atas Makrifat

Pernahkah Anda membayangkan seorang ulama penakluk jin, dengan tongkat sakti, wirid panjang, dan rajah penuh energi gaib… tiba-tiba merasa hampa seperti dompet tanggal tua? Itulah yang dialami Syekh Maulana. Beliau sudah menyeberangi lautan, mendaki gunung, bahkan bikin bangsa jin di Jawa meringkuk ketakutan. Tapi, tetap saja hatinya masih merasa kosong. Bahasa sekarang: "kok hidup gini-gini aja, ya Allah?"

Lalu, di tengah kabut Lawu yang dinginnya lebih menusuk daripada AC kos-kosan, muncullah sosok tambun sederhana: Kiai Semar. Penampilannya santai, perut buncit, pakai kain tradisional seadanya. Kalau dibandingkan, Syekh Maulana itu seperti tokoh utama film superhero, sementara Semar ini kayak tetangga yang suka ngasih singkong rebus. Tapi jangan salah, senyum Semar bisa bikin kabut meleleh, apalagi hati manusia.

Syekh Maulana langsung curhat: “Kiai, aku sudah syariat, hakikat, makrifat, bahkan jin pun nurut. Tapi kok masih berasa ada jarak dengan Gusti?”
Semar mengelus perutnya sambil tersenyum: “Lho, Seh… makrifat itu baru tepi pantai. Samudranya masih jauh di dalam. Kau baru basah-basah di pinggir, belum nyebur.”

Syekh Maulana melongo. Beliau ini kan ulama besar, rajahnya bisa bikin jin kabur ke hutan sebelah. Tapi ternyata, di mata Semar, beliau baru dianggap “main-main di pasir pantai”. Ironisnya, jin yang dulu ditundukkan malah sempat ngasih pujian: “Engkaulah penakluk Jawa! Engkaulah wali besar!” Persis kayak notifikasi Instagram: “Anda punya 999+ likes”. Subakir sempat hampir besar kepala, untung Semar segera menepuk tanah, bikin suara jin itu hilang seperti pulsa yang habis.

Pelajaran dari Semar makin bikin kening berkerut. Katanya, ilmu di atas makrifat itu bukan lagi tentang “aku mengenal Allah”, tapi tentang hilangnya “aku”. Kalau di dunia medsos, ini ibarat berhenti update status supaya orang tahu kita alim, lalu belajar tenang sampai Allah sendiri yang bikin postingan lewat hati kita.

Semar bahkan kasih contoh dengan batu kecil dilempar ke air. Katanya: “Kalau batu itu masih kelihatan, airnya beriak. Tapi kalau tenggelam, air jadi tenang. Itulah ilmu di atas makrifat: hilang tanpa nama.”
Syekh Maulana langsung baper. Beliau sadar selama ini masih doyan pujian, masih bangga bisa ngusir jin. Padahal, kata Semar, orang sakti menundukkan jin disebut berilmu, tapi orang yang menundukkan dirinya sendiri disebut bijaksana.

Malam makin larut, kabut makin tebal, tapi hati Maulana justru terang. Ia belajar bahwa kadang yang lebih susah daripada ngusir jin adalah… ngusir ego sendiri. Jin bisa dikunci dengan rajah, tapi nafsu cuma bisa dikalahkan dengan rendah hati.

Dan di situlah, ilmu di atas makrifat bukan cuma tentang kitab, wirid, atau kesaktian. Tapi tentang diam, rasa, dan kesadaran. Diam bukan berarti kosong—tanah diam bisa menumbuhkan padi, air diam bisa menumbuhkan kehidupan, dan hati diam bisa menumbuhkan rahasia Gusti.

Akhirnya, Syekh Maulana paham: selama ini ia sibuk dengan ilmu, tapi sering lupa dengan rasa. Padahal, kata Semar: “Ilmu tanpa rasa itu kayak pohon tanpa buah. Banyak daunnya, tapi gak bikin kenyang.”

Dan begitu fajar menyingsing di Lawu, Maulana duduk hening. Tidak lagi merasa jadi penakluk jin, tapi mulai belajar jadi penakluk dirinya sendiri. Sementara Semar, dengan senyum abadi, mungkin dalam hati berkata: “Alhamdulillah, satu lagi orang sakti sadar bahwa yang paling berat bukan lawan jin, tapi lawan ‘aku’ dalam dirinya.”

👉 Jadi, kalau kita merasa sudah pintar, sudah makrifat, sudah paham ini-itu, jangan buru-buru merasa di puncak. Bisa jadi, menurut standar Kiai Semar, kita baru main pasir di tepi pantai.

Mau tahu rahasia ilmu di atas makrifat? Sederhana: kurangi update status tentang kesalehan, perbanyak update diam di hati.

abah-arul.blogspot.com., September 2025

Selasa, 23 September 2025

“Statin, Big Pharma, dan Drama Kolesterol yang Tak Pernah Usai”

Kalau hidup ini sinetron, maka kolesterol adalah tokoh antagonis yang selalu disalahkan. Setiap kali ada jantung bermasalah, dokter masuk ke layar sambil menunjuk kolesterol:

“Ini dia penjahatnya! Segera tangkap dan kurung dengan statin!”

Padahal, siapa tahu si kolesterol cuma lewat depan rumah, belum tentu dia yang maling ayam.

Nah, masuklah Big Pharma, perusahaan obat raksasa yang ibarat produser sinetron. Mereka butuh tokoh jahat permanen agar ceritanya laku. Kalau kolesterol tiba-tiba jadi pahlawan, siapa yang mau beli obat? Bisa bangkrut dong. Maka dibuatlah skenario: kolesterol selalu jahat, statin selalu pahlawan.

Sayangnya, statin ini pahlawan yang rada-rada. Ibarat super hero yang datang menyelamatkan kota, tapi sambil merobohkan setengah gedung dan mencuri listrik PLN. Ya, statin bukan cuma menghambat kolesterol, tapi juga ikut-ikutan blokir CoQ10, zat penting buat energi tubuh. Akibatnya, pasien jadi lemas, otot pegal, pikiran kosong. Boro-boro marathon, jalan ke dapur aja ngos-ngosan.

Tapi Big Pharma tetap senyum. Soalnya tiap tahun mereka dapat keuntungan belasan miliar dolar. Kalau pasiennya jadi pikun, mereka siap jual obat pelupa. Kalau pasiennya jadi diabet, mereka punya insulin. Kalau ototnya sakit, ada obat anti-nyeri. Bisnis paket komplit!

Ada pula klaim dramatis: “Hati-hati, setiap penurunan 1% kolesterol, risiko mati naik 1%!” Wah, kalau begitu, jangan-jangan orang yang rajin diet kolesterol bisa cepat masuk daftar undangan malaikat Izrail. Untung klaim ini sering dibantah ilmuwan, meski baunya tetap bikin heboh di jagat medsos.

Sementara itu, pasien biasa bingung: mau ikut dokter resmi, takut efek samping; mau ikut teori konspirasi, takut disebut dukun. Akhirnya banyak yang kompromi: tetap minum statin, tapi sambil beli suplemen CoQ10, vitamin C, madu hutan, dan jamu kunyit asem. Pokoknya kalau bisa kombinasi farmasi modern dan racikan simbah.

Jadi, apakah statin itu obat penyelamat atau jebakan Batman? Jawabannya tergantung siapa yang cerita. Kalau Big Pharma, statin adalah jagoan sejati. Kalau aktivis anti-farma, statin itu racun terselubung. Kalau pasien biasa? Yang penting BPJS masih cover, ya lanjut saja.

Moral ceritanya sederhana: di balik kolesterol dan statin, ada drama ekonomi yang jauh lebih gemuk dari perut siapa pun. Jadi, kalau tiba-tiba dokter bilang kolesterolmu tinggi, jangan panik dulu. Bisa jadi itu bukan cuma masalah kesehatan… tapi juga skenario sinetron dengan rating miliaran dolar.

abah-arul.blogspot.com., September 2025

Senin, 22 September 2025

Ekonomi 8 Persen: Optimisme ala Stand Up Comedy Menteri Purbaya

Ada yang lebih menegangkan daripada film Mission Impossible? Jawabannya: mendengar Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa presentasi ekonomi di Hotel Bidakara. Bedanya, kalau Tom Cruise bergelantungan di helikopter, Pak Purbaya bergelantungan di grafik pertumbuhan ekonomi.

Beliau membuka pidato dengan target ekonomi: 8%. Sebuah angka yang bikin rakyat berpikir, “Itu 8% ekonomi, apa 8% diskon minimarket, Pak?” Tapi tak apa, optimisme harus tetap tinggi, meski dompet kita tipisnya bisa buat kipas angin.

Purbaya lalu cerita bagaimana Januari–Februari 2025 itu ekonomi seperti pasien IGD: kalau enggak cepat ditangani, bisa gawat darurat. Untungnya beliau konsultasi ke dokter ekonomi senior, alias Presiden ke-7 Joko Widodo. Dengan nada dramatis, beliau bilang, “Pak, ekonomi sebentar lagi mau hancur, bantu enggak?” Rasanya seperti adegan sinetron: “Tolong, Bang, ekonomi kita udah di ujung tanduk!”

Beliau juga sempat curhat, waktu masih di LPS, dilarang ngomong bebas. “Kalau di LPS, tunggu di belakang, enggak bisa masuk depan.” Mendengar itu, hadirin mungkin bingung, “Ini rapat ekonomi apa lomba hajatan?”

Lalu, dengan penuh percaya diri, Purbaya menegaskan, “Nasib kita di tangan kita sendiri.” Kalimat ini bisa jadi slogan kampanye, apalagi ditambah musik semangat. Cuma ya, rakyat sering mikir, “Kalau nasib di tangan kita, kok pajak di tangan bapak juga, Pak?”

Bagian paling jenaka adalah analisis mesin ekonomi: 90% swasta, 10% pemerintah. Jadi, selama 20 tahun, ekonomi kita ibarat motor dua tak yang hidup sebelah piston saja. Swasta ngos-ngosan, pemerintah sendirian ngebul. Akhirnya, jalan ekonomi jadi mirip becak mogok: kalau enggak didorong bareng, enggak jalan.

Pak Jokowi pun memberi testimoni bahwa gaya ekonomi Purbaya beda dengan Sri Mulyani. Katanya, mazhab ekonominya lain. Kalau pakai istilah santri, ini kayak beda tarekat: ada yang zikirnya pelan, ada yang zikirnya kencang. Yang penting, jangan sampai salah kiblat: ekonomi bukannya ke atas malah ke bawah.

Di akhir, Purbaya kasih resep menuju pertumbuhan 8%: kebijakan fiskal, deregulasi, dan dukungan sektor strategis. Seolah-olah seperti chef ekonomi yang bilang, “Bahan-bahan sudah siap, tinggal tunggu api kompor menyala.” Pertanyaannya: kompornya pakai gas melon, gas elpiji, atau malah kompor induksi?

Yang jelas, rakyat tetap menunggu—semoga target 8% bukan hanya angka di PowerPoint. Karena kalau salah strategi, ekonomi bisa berubah jadi 8% utang atau 8% kenaikan harga cabai.

abah-arul.blogspot.com., September 2025

Rezeki yang Tertahan: Melacak Akar Masalah dan Jalan Keluarnya

Rezeki itu ibarat Wi-Fi: sinyalnya ada, tapi kadang susah connect. Kita semua pernah merasakan momen di mana dompet lebih kering dari gurun Sahara, sementara tagihan datang bak tsunami. Tapi, jangan panik! Mari kita telusuri kenapa rezeki suka main petak umpet dan bagaimana caranya kita menangkapnya dengan gaya.

Akar Masalah: Rezeki yang Malu-Malu

Pertama, mari kita culik penutup topeng rezeki yang tertahan ini. Salah satu penyakit kronis yang bikin rezeki ogah mampir adalah *mentalitas "besok aja deh"*. Iya, itu tuh kebiasaan menunda-nunda kerjaan sambil scrolling media sosial sampai jempol keriting. Rezeki itu kayak tamu VIP, kalau kita cuma bermalas-malasan di sofa, dia ogah masuk rumah.

Kedua, ada yang namanya *penyakit overthinking*. Kita suka mikir, "Duh, kalau bisnis ini gagal, aku makan apa?" atau "Kalau aku minta kenaikan gaji, nanti bosku ngambek, kan?" Overthinking ini bikin rezeki takut mendekat, soalnya dia paling anti sama energi negatif. Bayangin rezeki sebagai kucing: kalau kita kebanyakan drama, dia kabur ke tetangga.

Terakhir, jangan lupa *jaringan pertemanan yang kurang strategis*. Kalau temen kita cuma ngajak nongkrong sambil ngeluhin hidup, ya rezeki juga ikutan males. Rezeki suka orang-orang yang punya vibe "bisa, dong!" dan jaringan yang bikin peluang datang seperti undangan kondangan.

 Jalan Keluar: Panggil Rezeki dengan Jurus Jitu

Nah, sekarang kita masuk ke bagian seru: gimana caranya bikin rezeki betah mampir? Pertama, kita harus punya *mindset magnet rezeki*. Ganti "aku nggak bisa" dengan "aku coba dulu, deh". Bayangin otak kita kayak GPS: kalau kita set tujuannya ke "sukses", rezeki bakal ikut petunjuk jalan.

Kedua, *action, action, action*! Rezeki nggak datang kalau kita cuma duduk manis sambil ngelamun. Coba deh buka aplikasi lowongan kerja, kirim proposal, atau jualan camilan di kantor. Kalau gagal? Ya coba lagi! Thomas Edison aja gagal ribuan kali sebelum lampunya nyala, masa kita kalah sama bohlam?

Ketiga, *bersihkan energi negatif*. Ini bukan cuma soal mandi wajib atau nyanyi di kamar mandi (meski itu membantu). Coba evaluasi lingkungan kita. Kalau temen cuma nyanyi lagu galau, ajak mereka ngobrol soal ide bisnis atau minimal ngopi bareng sambil bikin rencana masa depan. Rezeki suka orang-orang yang optimis, bukan yang hobi curhat tanpa solusi.

Keempat, *belajar dari yang sudah sukses*. Jangan cuma ngiri lihat tetangga beli mobil baru. Tanya dong, dia bisnis apa? Siapa tahu dia jualan gorengan online yang laku keras. Rezeki itu kadang datang lewat ilmu, jadi rajin-rajinlah "nyontek" cara orang sukses (tapi jangan nyontek dompetnya, ya).

Penutup: Rezeki Itu Bukan Hantu

Rezeki yang tertahan bukanlah kutukan atau misteri horor yang perlu diselidiki dukun. Kadang, masalahnya cuma kita yang kurang gerak, kurang fokus, atau terlalu takut gagal. Jadi, bangun dari sofa, matikan drama Korea sejenak, dan mulai kejar rezeki dengan penuh semangat. Ingat, rezeki itu kayak kucing: kalau kita panggil dengan sayang dan kasih makan (baca: usaha), dia bakal betah di pelukan kita.

Jadi, mulai sekarang, apa langkah kecil yang bakal kamu ambil biar rezeki nggak cuma ngintip dari jauh? Yuk, buruan action, sebelum rezeki kabur ke pelukan orang lain!

abah-arulblogspot.com., September 2025

Minggu, 21 September 2025

Enam Program Prioritas Pendidikan: Dari PAUD sampai Guru yang Mendadak Sultan

Kalau ada lomba paling sering disebut tapi paling jarang dipahami, “program prioritas pemerintah” pasti masuk final. Untungnya, Kemendikdasmen baru-baru ini bikin pengumuman besar: enam program pendidikan berdampak, dengan anggaran yang bikin rakyat mendadak pintar menghitung nol—Rp181,72 triliun.

“Ini bukan sekadar angka, tapi bukti nyata,” kata Bu Sekjen. Nah, biasanya kalau pejabat bilang “bukti nyata”, rakyat langsung cari kaca pembesar. Soalnya, kalau enggak hati-hati, buktinya nyata... tapi nyatanya enggak ada.

1. Revitalisasi Sekolah

Dari PAUD sampai SMA/SMK dan SLB, revitalisasi dilakukan. Target awal 10 ribu sekolah, eh malah dapat 15 ribu. Artinya, pemerintah ini kayak emak-emak belanja di pasar: tadinya niat beli bawang setengah kilo, pulang-pulang bawa sekilo plus bonus cabai 3 ons.

Bedanya, kalau sekolah direvitalisasi, kursinya jadi empuk, temboknya dicat ulang. Kalau nasib siswa? Ya tetap aja harus ngerjain PR.

2. Digitalisasi Pendidikan

Ada 285 ribu sekolah yang katanya bakal “go digital.” Cuma masalahnya, di kampung sebelah masih ada yang sinyalnya harus dicari di atas pohon nangka. Jadi jangan kaget kalau ada murid PAUD update status: “Sedang belajar daring, maaf agak buffering.”

Kalau lancar sih bagus. Tapi kalau enggak? Bisa-bisa guru ngajarnya via SMS, murid jawabnya pakai kode sandi Morse.

3. Kompetensi dan Kesejahteraan Guru

Guru non-ASN dikasih tunjangan Rp2 juta. Lumayan banget! Bisa buat traktir anak-anak kos, atau minimal buat cicilan motor baru. Tapi jangan heran kalau ada guru yang mulai ngitung hari lebih rajin daripada ngitung murid, soalnya nunggu transferan.

Bayangin: “Anak-anak, hari ini kita belajar matematika. Pertanyaan pertama: kalau insentif Rp300 ribu dikali 7 bulan, totalnya berapa? Ya benar, Rp2,1 juta. Ingat ya, itu gaji Pak Guru, jangan lupa doakan cair tepat waktu.”

4. Program Indonesia Pintar (PIP)

Ada 18,5 juta siswa dapat bantuan. Wah, angka fantastis! Bayangin kalau semua murid ini bareng-bareng antre di depan bank. Bisa-bisa teller langsung resign massal.

Tapi yang paling seru tentu beasiswa ADEM—beasiswa yang namanya mirip nama warung kopi. Jadi kalau ada anak yang ditanya, “Kamu sekolahnya bayar pakai apa?” bisa jawab santai: “Bayar pakai ADEM, jadi hati juga ikutan adem.”

5. Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP)

Rp59,3 triliun disalurkan untuk operasional. Bahasa gampangnya: buat beli spidol, kapur, listrik, sampai kipas angin kelas biar murid enggak kepanasan. Tapi kalau uangnya telat cair, biasanya sekolah punya cara kreatif: pakai papan tulis bekas kardus mie instan, atau kipas manual ala tangan wali kelas.

6. Tunjangan Guru ASN

Nah, ini program favorit. Guru ASN dapat tunjangan profesi, tunjangan tambahan penghasilan, dan tunjangan khusus. Jadi kalau ada murid nanya, “Bu, kenapa Ibu semangat sekali masuk kelas hari ini?” Jawabannya simpel: “Nak, karena DAK baru cair.”

Penutup

Intinya, enam program ini memang bikin kita optimis. Pendidikan kita makin maju, guru makin sejahtera, murid makin pintar, dan pejabat makin sering konferensi pers.

Cuma harapan rakyat sederhana aja: jangan sampai anggaran Rp181 triliun itu habis buat beli “spidol emas” yang katanya tahan air, tahan api, tapi sayangnya enggak tahan di dompet rakyat.

Karena pada akhirnya, pendidikan bukan cuma soal tunjangan cair atau kuota internet gratis. Pendidikan sejati adalah ketika murid bisa jawab ujian tanpa perlu bisik-bisik, dan guru bisa belanja bulanan tanpa harus nunggu SK turun.

abah-arul.blogspot.com., Sepetember 2025

Sabtu, 20 September 2025

Pejabat dan Krisis Keteladanan: Drama Mewah di Negeri Susah

Pejabat publik seharusnya jadi contoh. Tapi apa daya, banyak yang malah jadi tontonan. Rakyat sudah antre minyak goreng, eh pejabatnya pamer jam tangan yang harganya bisa buat beli gorengan seumur hidup. Katanya wakil rakyat, tapi lebih sering jadi wakil mall dan butik internasional.

Gaji mereka luar biasa, tunjangan pun bikin rakyat melongo. Tapi yang bikin lebih ngilu, mereka malah bangga pamer barang branded di media sosial. Padahal rakyat sedang berjuang bayar cicilan panci arisan. Akibatnya? Ya wajar kalau rakyat ngamuk. Ada yang demo, ada pula yang nekat menjarah. Kalau dibiarkan, bisa-bisa rakyat lebih hafal brand tas pejabat daripada isi program pemerintah.

Sejarah mencatat, ada pejabat-pejabat dulu yang lebih memilih hidup sederhana. Mohammad Natsir ke kantor naik sepeda—bukan sepeda lipat mahal, tapi sepeda yang kalau sekarang masuknya kategori "sepeda onthel nostalgia". Bung Hatta sampai akhir hayatnya tidak pernah bisa membeli sepatu Bally, padahal beliau wakil presiden! Bandingkan dengan pejabat sekarang yang bisa punya koleksi sepatu lebih banyak dari katalog toko online. Agus Salim malah rumahnya bocor, sampai ember harus ditaruh di sana-sini. Kalau pejabat zaman now, jangankan bocor, keran wastafelnya aja bisa pakai sensor otomatis.

Di titik inilah, asketisme jadi obat. Hidup sederhana bukan berarti miskin, tapi tanda empati. Kalau pejabat ikut ngantri bensin sekali-sekali, rakyat bisa merasa “wah, ternyata kita sama-sama manusia.” Tapi kalau pejabat malah belanja helikopter buat mudik, jangan heran rakyat akhirnya memilih mudik ke rumah pejabat—dengan rombongan massa.

Kesimpulannya, rakyat tidak minta pejabat makan mi instan tiap hari. Yang penting jangan bikin rakyat merasa sedang nonton “drama Korea” setiap kali pejabat tampil dengan outfit-of-the-day. Karena keteladanan itu lebih indah daripada koleksi tas Hermes.

abah-arul.blogspot.com., September 2025

Rezeki, Polisi, dan Kutu Beras: Ngaji Bareng Kiai

“Assalamualaikum, Kiai!”

“Waalaikumsalam, ”

Begitulah pembuka serial ceramah ini, selalu rapi, sopan, tapi begitu masuk isi… kadang bikin kita antara merenung atau malah ngakak sendiri. Kali ini temanya serius banget: kenapa rezeki susah masuk.

1. Kalau Rezeki Ditanggung Polisi

Kata Kiai, rezeki itu simpel: tinggal dekatkan diri ke pemberinya. Kalau Allah yang ngasih ya dekat ke Allah. Tapi Kiai nyeletuk, “Kalau rezeki ditanggung polisi, ya dekat ke polisi. Kalau ditanggung bupati, ya dekat ke bupati.”
Lah, masalahnya, kalau rezeki macet padahal sudah rajin dekat ke polisi, mungkin ada hal lain yang belum beres. Bisa jadi ada urusan pribadi yang mengganjal atau kesalahan yang belum diselesaikan. Kalau begitu, jangankan rezeki, urusan tilang parkir pun bisa ikut berlarut-larut!

2. Allah Tak Bisa Ditakut-Takuti

Ada juga yang nanya ke Kiai: “Kiai, amalan apa yang bisa bikin Allah langsung kabulkan semua keinginan kita?”
Kiai jawab, “Lho, emangnya Allah itu tetanggamu yang bisa ditakut-takuti dengan muka sangar?!”
Bayangkan kalau ada orang pamer: “Saya sudah wirid seribu kali, jadi Allah harus tunduk sama saya.”
Kiai sampai geleng-geleng, “Lha Allah itu yang bikin semesta raya, masak bisa disogok pakai wiridanmu? Kayak nyogok satpam komplek aja.”

3. Kutu, Kutunya Kutu, dan Kita

Penjelasan paling bikin senyum-senyum adalah saat Kiai membandingkan kita dengan kutu. Katanya, bumi saja di mata Allah cuma sebesar kutu. Nah, kita dibanding bumi? Ya otomatis kutunya kutu.
Jadi kalau ada orang yang sombong merasa bisa “ngatur” rezeki, itu sama saja kayak kutu beras ngatur pabrik beras. Mau nuntut royalti pula.

4. Rezeki Itu Kayak Hujan

Rezeki, kata Kiai, seperti hujan deras. Mau kamu minta atau tidak, asal nggak pakai payung dosa, pasti kebasahan. Tapi kalau kamu maksiat, itu sama saja pasang tenda gede di atas kepala. Akhirnya yang lain kuyup, kamu malah kering kerontang.
Ada juga yang rezekinya deras tapi jadi malapetaka, ibarat banjir bandang. Duitnya numpuk, tapi habis buat obat sakit ginjal, cicilan tiga motor, sama renovasi rumah karena plafon jebol.

5. Bayi Saja Dapat Rezeki

Contoh paling lucu: bayi yang baru lahir. Belum bisa kerja, belum punya KTP, bahkan nama saja belum ada, tapi orang-orang pada datang bawa bedak, selimut, dan minyak telon. Itu artinya, rezeki memang dihantarkan, bukan dikejar sampai ngos-ngosan. Jadi kalau ada orang dewasa ngeluh, “Susah banget cari rezeki,” mungkin jawabannya simpel: ya jangan kalah sama bayi!

6. Syukur Itu Password Rezeki

Ujungnya jelas: rezeki itu milik Allah, bukan hasil mutlak otot kita. Bedanya orang beriman dan yang tidak beriman, kata Kiai, sederhana: yang beriman bersyukur meski sedikit, yang tak beriman protes meski banyak.
Kiai menutup dengan tegas: “Kalau kau ingkar, hukumannya bukan melarat saja, tapi rezeki dicabut berkahnya. Dapat duit, tapi habis buat bayar utang, beli obat, atau ketipu investasi bodong. Nah, itu azab versi ekonomi.”

Kesimpulan Jenaka

Jadi, kalau rezekimu seret:

  • Jangan-jangan kamu pernah salah sama polisi (apalagi istrinya).

  • Ingatlah, kita ini cuma kutunya kutu, jangan sok jagoan.

  • Jangan kalah sama bayi—dia saja bisa dapat minyak telon tanpa kerja.

  • Dan yang paling penting: syukur itu password, sedangkan sombong itu firewall.

Kalau semua ini masih belum mempan, ya tinggal satu solusi terakhir: taubat plus sabar ngopi di warung sambil nunggu hujan rezeki turun.

abah-arul.blogspot.com., September 2025