“Bagaimana kalau kita bikin robot sholat yang terkoneksi ke
otaknya, biar kakek tetap bisa sholat meski koma?”
- Kalau
otak pasien kedip frekuensi tertentu, robot berdiri.
- Kalau
gelombang alpha naik, robot takbir.
- Kalau
beta turun, robot sujud.
- Kalau
otak ngadat, ya... robotnya diem, zikir aja.
Di masjid rumah sakit, terjadi kehebohan. Robot itu ikut
sholat berjamaah sambil bergumam dalam suara speaker kecil,
"Subhaana rabbiyal ‘azhiim... Ini atas nama pasien
Koma bin Subarkah."
Jamaah bingung:
- “Ini
robot... jadi imam?”
- “Kalau
robot khusyuk, kita gimana?”
- “Kalau
robotnya khilaf, makmum gimana?”
🧕 Fikih Bergidik
Ustaz Zainul Fikih langsung buka kitab:
“Sholat itu syaratnya akal, niat, dan sadar waktu takbir.
Lah si pasien aja nggak sadar, masa robotnya dapat pahala?”
Mahasiswa robotik membela:
“Tapi kan ini pakai EEG otak, ustaz. Jadi tetap ada
gelombang niat!”
Ustaz terdiam. Mikir keras.
“Niat itu tempatnya di hati, bukan di colokan USB!”
💡 Simpulan (yang nyaris
absurd tapi masuk akal)
Ternyata, secanggih apa pun teknologi:
- Robot
bisa sholat,
- Tapi
robot nggak bisa niat.
- Pasien
koma pun nggak bisa sholat—karena sedang tak wajib.
- Yang
bisa sholat, ya... yang sadar dan niat. Meski cuma bisa kedip sekali buat
takbir.
Teknologi hanya bisa bantu, bukan ganti. Kalau niatnya
absen, ya sholatnya kayak robot ngaji di TikTok—merdu tapi tidak berpahala.
🤲 Jadi, Jangan Takut
Sakit
Robot boleh bantu sujud, tapi rahmat Allah yang ngangkat
derajat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.