Selasa, 22 Juli 2025

“Nikah Kilat, Hamil Dahuluan: Sebuah Komedi Tragis Negeri +62”


Ada kabar viral dari dunia hiburan: sepasang artis baru saja menikah dua minggu, eh… tiba-tiba sudah hamil empat minggu. Hebat bukan? Kecepatan mereka mengalahkan pertumbuhan ekonomi negara! Bahkan mungkin ini yang disebut "cinta lintas dimensi waktu"—karena embrionya udah duluan masuk kalender sebelum akad.

Tentu, bagi warga +62 yang budiman, ini bukan sekadar berita gosip. Ini adalah bahan analisis sosial, hukum, budaya, dan tentu saja bahan gibah emak-emak se-RT. Bahkan tetangga sebelah yang belum bayar arisan pun ikut nimbrung, karena jelas: ini bukan sekadar persoalan rahim, tapi rahimahullah juga ikut dipanggil-panggil.

“Kalau Artis, Bebas. Kalau Warga Desa, Wasalam.”

Di desa, kejadian serupa bisa jadi petaka turun-temurun. Anak hasil “nikah buru-buru karena hamil duluan” akan jadi anak yang paling banyak disalami saat syukuran, dan paling banyak dijulidin setelahnya. Bahkan kalau dia ranking satu pun, pasti ada yang nyeletuk, "Ya pinter, turunan bapaknya yang nikah kilat itu loh."

Tapi kenapa sekarang pemuka agama kita—yang dulu galaknya melebihi kepala sekolah zaman Orde Baru—sekarang lebih sering memilih senyum-senyum diplomatis saat ditanya soal beginian?

Jawabannya mungkin bukan karena mereka setuju, tapi karena saking seringnya kejadian itu, mereka mulai bingung harus marah ke yang mana dulu. Seperti satpam yang kelelahan menertibkan parkiran motor di masjid saat Jumat. Capek, Bang!

Sumber Masalah: Negara Bikin Ribet, Masyarakat Bikin Ribut

Pertama, aturan negara soal pernikahan ribetnya minta ampun. Surat ini, surat itu, dispensasi ini, sidang itu. Mau nikah kayak mau KKN ke desa tertinggal. Padahal dalam Islam, syarat nikah itu simpel: ada wali, dua saksi, ijab kabul, dan… sudah, lanjut makan nasi kebuli.

Kedua, resepsi dianggap sakral sekaligus spektakuler. Kalau nggak nyewa tenda, EO, MC, badut, sirkus, dan kembang api bentuk hati, nanti dianggap belum sah secara sosial. Akibatnya, pasangan yang udah pengen banget halal, malah harus sabar... sampai akhirnya mereka menghalalkan duluan tanpa legalitas.

Dan akhirnya, lahirlah generasi baru: Anak-anak yang bisa bilang ke orang tuanya, “Terima kasih telah menikah di trimester pertamaku.”

Solusi? Mungkin Bukan di Sini

Kita bisa tertawa, tapi sejujurnya ini lucu-lucu miris. Agama punya hukum jelas, tapi masyarakat punya tekanan keras. Pemuka agama makin bingung, masyarakat makin kompromi, dan hukum negara… yah, kadang cuma jadi bahan debat di podcast.

Kalau dibiarkan, lama-lama kita akan butuh aplikasi baru bernama:

“NikahNow: Nikah Dulu, Nanti Baru Diurus Legalnya.”

Mungkin kita tidak bisa memperbaiki semua ini hari ini. Tapi setidaknya, kalau ada pasangan hamil duluan, jangan dulu dikutuk… tanya dulu:

“Kalian ini produk cinta... atau produk keterlambatan undangan catering?”

abah-arul.blogspot.com

Planzan, Juli 2025 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.