Jalan Berlubang, Ganti Status
Di suatu pagi yang mendung, Pak Darno bersiap mengantar
istrinya ke pasar menggunakan motor tua kesayangannya, si "Suzuki
Butut". Mesinnya kadang batuk, kadang bersin, tapi tetap setia menemani
sejak zaman Orde Baru.
“Pak, jangan lewat Kalipete-kampungsari ya,” kata Bu Darno,
sambil mengikatkan kerudungnya.
“Lho, kenapa? Kan itu jalan tercepat?”
“Cepat kalau naik kuda. Kalau motor, itu mah lomba panjat lubang!”
Pak Darno mengangguk dengan bijak, tapi seperti kebanyakan
pria seusianya, tetap tidak mendengarkan. Maka dimulailah perjalanan epik
melewati jalan legendaris Kalipete-kampungsari, yang menurut Dinas PU, rusaknya
sudah mencapai 52%, tapi menurut warga, rasanya 125%—karena
sisanya adalah harapan yang hancur.
Baru 300 meter berjalan, mereka sudah "terbang"
kecil melompati lubang seukuran kolam lele.
“Pak! Itu lubang atau lubang buaya?!”
“Tenang, Bu. Kita hidupkan mode terbang!”
Tiba-tiba dari kejauhan muncul Pak Udin, tetangga sebelah,
sedang menarik gerobak berisi tempe. Roda gerobaknya terjebak di lubang sedalam
kenangan mantan. “Pak Darno! Tolong bantuin dorong!” teriaknya.
Setelah upaya bersama yang dramatis dan berpeluh, gerobak
berhasil diselamatkan, dan tempe-tempe pun kembali tersusun meski dengan posisi
pasrah.
“Kayaknya jalan ini bisa jadi tempat syuting film perang,
Pak,” kata Pak Udin.
“Atau minimal game ‘Survivor Goldwater Edition’,” sahut Pak Darno.
Tiba di pasar, Bu Darno turun dengan tubuh yang gemetar.
“Kalau jalan rusak ini belum diperbaiki, aku minta motor diganti.”
“Ganti apa, Bu?”
“Ganti suami.”
Pak Darno langsung bertekad: besok ia akan ikut rapat desa,
menulis surat ke dinas, bahkan siap membuat petisi online—asal tidak harus
ganti status pernikahan.
Juli, 2025
abah-arul.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.