Rabu, 12 Oktober 2011

MATAHARI BRUNEI Antologi Puisi Buruh Migran (Karya : Imam Burhanuddin)

KETIKA MENDUNG PUSING DIHEMPAS ANGIN

Adakah karana  hutan
makin banyak ditebang
hujan kini jarang
menitikkan kabar
meskipun mendung pusing
dihempas angin
diacak-acak kapal terbang

Haruskah hutan di sini

habis ditebas
memenuhi cabaran pembangunan
tamadudun ekonomi di hadapan
beriring ancaman bencana
yang setiap masa boleh membabit
menerkam mangsa

Tutong, Brunei 1977



PEJALAN KAKI

Mesjid itu seakan jauh
padahal cuma lima belas menit
bila ditempuh
di sini semua berkereta
jarak sejauh itu
membuat orang malu berjamaah
walau hari ini hari jumat

Tutong, Brunei 1997








MUSAFIR
-                    bagi anakku 7 bulan dalam kandungan

Ditinggalkannya kebun yang mulai tumbuh
biji pilihan
musafir kini telah pergi jauh memancang matahari
kehidupan di sebrang samudra
kebun yang dulu dikubanginya
pada angin dan cuaca dititipkan
serta doa seiring rintik hujan
dan sudah semestinya kepada yang di atas
kemudian semua dipasrahkan
agar kelak dengan senyum kemenangan
musafir kembali memandangi biji
tumbuh membesar di kebun subur makmur

Tutong, Brunei 1997




PURNAMA PERTAMA

Malam ini bulan telanjang
seperti menelanjangi
dan menggiringku menindaklanjuti
mimpi malam
pertama

sendiri bercengkerama
dengan rembulan
dikebisuan
hening
sepi mendinginkan malam

Tutong, Brunei 1997






DEMI NYAI

Membakar rumput
dengan percikan bara api
menakar biji
menanam seribu janji
tak peduli punggung
terbakar matahari

Tutong, Brunei 1997











AIR MATA RERUMPUTAN

Butiran mutiara menetes dari akar rerumputan
terpotong cangkul
berpijar menyejukkan hati
dari sengatan matahari
tak lama butiranpun menjelma
air mata rerumputan yang mati
tercerabut akar kehidupannya
cangkul jadi batu tumpul
tak lagi mampu menyiangi
dan mataharipun tak henti henti
menggosokkan bara di punggung

Tutong, Brunei 1997






JAM SEBELAS

dengan selembar kain goni
dan sepasang bilah kayu
aku ngumpet dari sinar matahari
yang tak henti menyapaku sejak pagi

Tutong, Brunei 1997














MATAHARI BRUNEI

Hasrat terjerat
matahari brunei
panasnya mendulang emas
katanya
lalu orang orang sama memaku diri
setiap hari
lurus searah matahari

Tutong, Brunei 1997










MUARA, MEI 1997

Gelombang gelisah meneriakkan lagu demokrasi
terdengar lirih di muara
enam kombongan penuh sesak muntahan
selama seperempat abad
terjejali slogan slogan mengawang
melahirkan anak anak jaman
dengan nama kesenjangan
sekarang juga airnya tak berubah memang
keruh kuning warnanya
tapi dengan banyak menelan masa dan mangsa
berharap gelombang mendatang tak lagi gelisah
walau gelombang bergulung besar kecil
tidak lagi menjadikan hantu manakutkan
melainkan kendali suara angin
membisikkan hati nurani yang patut didengar

KBRI Brunei, 1997


PUISI KECIL BUAT ANAKKU

Rintik hujan bagai deruji besi
dingin memaksa menyimpan rindu
entah sampai kapan
kan memeluk si mungil
yang tak tersaksikan kelahirannya itu
keinginan kini kupenjarakan
jauh ke dalam bilik kesunyian hati

semoga titik titik keringat
mengalir jadi doa doa panjang
membelai hangat
tidur malam anakku

Tutong, Brunei 1997





BERTOPANG PADA ANGIN

Angin mendatangkan rasa semilir
sejuk menyiram tubuh
membunuh rasa penat
menghapus basah keringat
sayang tak mampu menghilangkan hitam
sengatan matahari
kibasan angin untuk pekerja ladang
seperti airkon bagi pekerja kantoran
derunya mengalunkan musik
menggesekkan simponi alam
menyempurnakan rasa kehidupan
panas, kesal
dahaga, sejuk
capai dan kenikmatan

Tutong, Brunei 1997


SAJAK

Sajak Adalah cermin
sejelek apapun terpampang dalam cermin
atau secantik keindahan sekalipun
cermin sekedar menginformasikan
kalau yakin betul wajah cantik
terpampang dalam cermin
setelah kau baca lupakanlah sajak itu
tapi bila tak sesuai harapan
itulah sebenar benar cermin
tempat berkaca
dan janganlah bosan bosan membacanya

Tutong, Brunei 1997







MENGAYUN LANGKAH KEHIDUPAN

Diayunkannya cangkul
terkatuplah mulut mulut menganga
menabur benih
janji janji cerah
memenuhi ruang dalam rumah
kehidupan mulai menyapa ramah

Tutong, Brunei 1997











DI PUNCAK

Di atas puncak
aku yakin kau begitu dekat
sedekat api dan panasnya
serekat angin dan hembusannya
hamparan keindahan mencolok mata
dan hati yang selama ini mati
berkafan kain duniawi

di atas puncak
desir anginpun bisa dilacak
semoga bisik hati tak kau tolak

Tutong, Brunei 1997






IBROHIM

akulah ibrohim yang mencari kebenaran
lewat cahaya bintang bintang
matahari dan rembulan
dan baru kutemukan tuhan
dalam diri yang lama hilang

Tutong, Brunei 1997












AYAT AYAT KEGELISAHAN

Burung prit batu terbang rendah di atas kepalaku
melagukan ayat ayat kegelisahan
tentang rumahnya yang terbakar
pohon pohon yang tumbang

burung prit batu
terbang rendah di atas kepalaku
mendesahkan lagu pilu
mencabik cabik hatiku

Tutong, Brunei 1997







JERUDONG BEACH

Matahari penat baru saja menyelinap
di balik satir malam
orang orang mulai meraba pancing
dan paha
deretan kereta memagar pantai
menambah selesa membakar ikan
cintapun terbakar

pantai dan laut jendela mata
membuka hati yang buta
tapi kenapa pantai sering membuat
mata buta

Tutong, Brunei 1997





SENDIRI BERSAMAMU

sendiri memang sepi
sendiri bersamamu
membuat gairah hidup ini
bercanda tentang dosa
berbincang soal pahala
jadi lupa dunia
walau untuk sementara

Tutong, Brunei 1997










MATAHARI SENJA

ketika matamu masih nyalang
aku hanya mampu melirik sebentar sebentar
namun saat mulai redup
kupandangi tiada puasnya
tak lagi menyilaukan mata
acapkali mengumbar warna
warna warna indah keemasan
kulihat jelas dengan mata telanjang

usia senja tak pernah lama
menikmati senja
membuatku tak pernah tua

Tutong, Brunei 1997



DETIK BERLARI

matahari mengusung letih
disandarkan pada sebuah pohon
meminta waktu membalikkan hari
detik detik terus berlari
tapi jarak tak juga henti

Tutong, Brunei 1997













PUISI LANGIT

ketika penyair kehabisan tinta
puisi langitnya tampak tak sempurna
seorang mufti mencoba berbagi tinta
tapi bait bait syair belum juga
secantik warna senja
sang muftipun tak lagi berbagi
kalau saja air laut jadi tinta
dan habis terkuras tiada sisa
penyair takkan mampu menulis
puisi langitnya hatta sempurna
bisik mufti dengan senyum makrifatnya

Tutong, Brunei 1997





BANDAR SERI BEGAWAN

serambi masjid umar sarifudin nampak lengang
imam baru saja merapatkan barisan
sembahyang maghrib tiga sof dibelakang
di seberang orang ramai merayakan
perginya mentari dalam keremangan malam
tenggelam dalam perut yayasan

gemerlap cahaya dan langkah langkah kaki
seiring hentakkan musik
menggetarkan gedung yang anggun
memunggungi masjid
oh, inikah imbas kemodernan jaman
tak luput mendapuk negeri melayu
islam beraja

menapaki langkah langkah panjang
kupandangi masjid lambang kejayaan silam
di antara keheningan dan keriuhan
aku mencoba melepas keraguan
islam takkan pernah surut
walau bulan menyilaukan pandangan

Bandar Seri Begawan, Juni 1997


















PUISI DAN DASI

Puisi terlalu banyak bicara
orang jadi muak
dan tak jarang mencampakkannya
sedangkan dasi bila sudah bertengger
rapi di leher
banyak orang segan
dan seakan semua berharga

Tutong, Brunei Juni 1997











SENJA KIPAS

senja kipas mulai menyimpan emas
di balik bukit menyambut malam
sembari merentangkan kaki
aku lucuti letih dengan segelas kopi
senja menua
keriput langit semakin kentara
membentuk lipatan lipatan rencana
menggumpal jadi mimpi
akupun mulai ternggelam
dalam segelas kopi

Tutong, Brunei Juni 1997






TONGKAT MUSA

tongkat yang dulu dilempar musa
tersangkut dalam mimpiku
menjelma sebuah pena
tanpa hiraukan keherananku sendiri
kubuat menulis surat untuk pemimpinku
sama seperti musa kertika menghadapi
kedloliman fir'aun dengan tongkatnya
aku dengan penanya
selesai membubuhkan tanda tangan
kuterbangun dari tidur
melihat ular ular raksasa melahap ribuan ular kecil
dingin malam merasuk diding dinding kamar
meyakinkanku ular ular dalam mimpi
bukan ular ular musa dan ahli sihir fir'aum
melainkan yang sering tampak dalam televisi
dan surat surat kabar
ramai dibicarakan orang
sebagai pemantik berbagai kerusuhan

Tutong, Brunei Juni 1997


BUKAN AIR MATA
      - bagi istriku

titik air membasahi
mata dan pipiku
ini bukan air mata, sayang
melainkan tetesan air kehidupan
yang 'kan membuat rumah bagai sorga
penuh senyum dan keceriaan
anak anak kita

ini bukan air mata, sayang
melainkan kucuran keringat
yang kuharapkan jadi genangan
kebahagiaan masa depan kita

Tutong, Brunei Juni 1997



CINTA DAN BATU NISAN

kau pasti belum lupa
aku sendiri masih mengingatnya
nama kita yang terpahat
pada sebatang pohon
dalam sebuah taman dulu
kini kulihat kembali
pada sebuah nisan di kuburan tua
tapi tak tampak tanda cinta
yang dulu melingkarinya

Tutong, Brunei Juni 1997








NASIB BURUH TANI

dalam istirahat siang di bawah sebatang pohon
sodik diterbangkan jauh kemasa kecil
diarak pada pengalaman pahit
walau kadang masih tersungging senyum
teringat ketika berebut daden
tunas ubi yang yang tumbuh habis dipanen
atau berkubang lumpur berebut bibis 
diantara kerbau mengolah sawah
keinginan merubah nasib
sebagai buruh tani
sodik pergi ke luar negeri
cangkul dan lumpur sudah disingkirkan
jauh dari sisi kehidupan dan angan
tapi kenapa lumpur masih juga melumurinya
padahal sudah jauh tinggalkan bunda pertiwi
nasib masih saja akrab jadi buruh tani

Tutong, Brunei Juni 1997



PENGABDI DEMOKRASI
- bagi budiman sujatmiko

dengan tangan terikat
mulut mulai serak
masih saja kau teriakkan lagu kebebasan
walau yang terdengar hanya erangan
rerumputan
terinjak kaki kaki kemapanan
sebagai martir
walau belum sempat meledak
tapi kini setiap sudut
sudah bisa berteriak

dari luar terali anarchi
aku berharap
mampu mematangkan jiwa
dan cita-cita
seperti banyak pemimpin dunia
menjadikan penjara kawah candradimuka
juga mempertebal catatan kaki sejarah
siap disantap anak generasi
pengabdi demokrasi

Tutong , Brunei Juni 19



















CRONIC FATIGUE SYNDROME

banyak  orang mengidap penyakit
cronic fatigue syndrome
aku barangkali salah satunya
sekian banyak kata demi
menempel di punggung
selalu mendorong ketika mencoba menyesali
merenung saja kata itu siap mencambuk
seperti kartijah yang pulang
sebelum habis kontrak
jantungnya keburu rompol
mencoba bertahan demi melunasi utang
walau hati kecil dan besar  berontak
mendengar sumpah serapah majikan
sampai di luar batas kemanusiaan
juga si parto sejak awal bekerja di kebun
mengusung rayuan manis sponsor di otaknya
ternyata jauh dari harapan
bertahan kurang dari setahun
keinginan menyantet sponsor sialan
jadi senjata makan tuan
ia sering melamun
tak lagi mampu mengontrol emosi
teman-teman menganggapnya gila

Tutong, Brunei 1997













MENUNDA KEMATIAN

Berlindung di bawah pohon
yang sebagian rantingnya mengering
ada perasaan takut tertimpa dahan
apalagi   bila angin berhembus kencang
namun rasa takut bertukar kenyamanan  
oksigen dan lindungan panas matahari
mengingatkan orang di bawah gunung merapi
bencana lahar berulangkali
sehabis mengungsi balik kembali menghuni
betulkah mereka sebenarnya tahu diri
korban nyawa saudara itu gilirannya
yah, bukankah hidup ini sekedar
menunda kematian

Tutong, Brunei, Mei 1997



SETEGUK AIR

seteguk air adalah kehidupan
yang 'kan menentukan kelangsungan hidup
anak istriku
panas mentari membengkakkan pori pori
tenggorokan kering dingin ketika terbasahi air
merupakan ritme musik mengiring lagu
keseharian di tengah padang terbuka
seteguk air adalah kehidupan
mengapa harus kau tenggak berbotol botol
minuman
padahal tak merasakan haus
dan keringnya tenggorokan
seteguk air adalah kehidupan
dan sengatan matahari 'kan kujadikan
selimut menghangatkan tidur malam

Tutong, Brunei Mei 1997

SENJA KELAM

kabut kelam beriring gemuruh
dan kilat menyambar nyambar
mengerutkan jidat senja ini
burung burung kebingungan
kicauanya terdengar parau
gelisah tak tahu hendak ke mana
berteduh halau penatnya
ranting dan dahan mengabarkan
badai yang ia dengar
dari riuh gemuruh dan angin

Tutong, Brunei Juli 1997







Duka Bagian Dari Hidup Kita

Kanvas langit sarat dengan goresan warna
putih hitam dengan warna dasar biru
penuh pesona
ditambah sapuan halus cahaya senja
namun di balik semua itu
langit menyimpan pesan pesan duka
bagi burung burung
di balik rindang pohon
terombang ambing angin
goresan tebal hitam
memberi alamat sementara
duka adalah bagian hidup kita

Tutong, Brunei Juli 1997






Pelangi Senja

Lingkar pelangi
panorama senja
dan segelas kopi
terangkum dalam landskap senja
beriring rinai gerimis
saling mendominasi
membuatku tak bisa menikmati
satu demi satu
sampai senja memerah
tiada yang dapat kutelan
dalam hati hanya segelas kopi dingin
membawaku tuk lupakan semua

Tutong, Brunei Juli 1997





Panorama Senja

kalau saja aku pelukis
kan kugambar panaroma senja
setiap hari
lalu kupajang di setiap sudut rumah
tak lupa juga ruang tamu
biar selalu mengingatkan diriku
hidup ini tak lama
sama seperti senja

Tutong, Brunei Juli 1997








Senja Di Pantai Tutong

biasanya kunikmati
jauh dari atas bukit
kini nampak jelas di sudut langit
mata menelan bulat bulat
ketelanjangannya
ditingkahi gemuruh ombak
membuat kepala berbutar cepat
manandakan ketakziman
bola emas keluar masuk
dari mulut awan
bagai anak kecil memainkan gelembung
permen
timbul lenyap
menenggelamkan kalbu
dan mega merah menuntaskan
pesta sakral senja itu

Tutong, Brunei Juli 1997

Paru Paru Dunia

di sana sini asap mengepul
bukit dan gunung gunung gundul
dibabat habis atas nama kemajuan
ekonomi agrobisnis
hutan hutan ditebas habis
paru paru dunia semakin renta
kering dan tandus

Tutong, Brunei Juni 1997










Jerudong Beach II

laut dan pantai putus
terpisah bukit bukit batu
gelombang ombak taklagi bergelora
hanya riak riak kecil
menyentuh bibir pantai
anak anakpun selesa bermain
dibelai riak halus bersahabat
cuma diam diam mentari
menghitamkan warna lewat sengatnya

Jerudong Beach, Brunei Juli 1997








Berhentilah Melangkah

Berhentilah dan heningkan cipta
selagi siang belum belalakkan mata
selagi senja masih jauh melambai
menenggelamkan jiwa
adalah ayat ayat kebengkokan langkah
menjelma pada lipatan lipatan wajah
adalah bau bacin nurani
apa yang dulu memangku
meninabobokan
kini semua pergi

Tutong, Brunei Oktober 1997







Desir Pantai

entah kenapa aku lebih suka
berkencan dengannya
malahan tak sungkan sungkan
mensetubuhinya
barangkali karena sering
membuat lena
memberiku janin janin puisi
mengalir
mengalir dan terus mengalir

Pantai Muara, Brunei Juli 1997








Tong Sampah

ini pantai apa tong sampah
atau memang karena Tuhan
maha pemurah
sehingga pasir pantai
disatukan dengan limbah
biar orang yang piknik
dan membakar ikan jadi mudah
untuk memompa kembali
semangat kerja
setelah sepekan yang terasa
hanya penatnya

Pantai Muara, Brunei Juli 1997






Pantai Muara

Menyusuri pantai muara
dengan sekaleng minuman ringan
di tangan
kutenggak air samudra
deburnya mendebarkan kalbu
menggerogoti dinding karang
di jatungku
potongan potongan kayu
dan limbah rumah tangga
melebur nenyesakkan dada

Pantai Muara, Brunei Juli 1997







Purnama Ke Delapan

Bulan bola
menyapu awan
di purnama ke delapan

karpet langit tergelar
aneka macam
kenangan

namun cuma satu yang bisa
dinikmati berulang ulang
: kenangan bersama buah hati tersayang

Tutong, Brunei Juli 1997






Wanita Di Taman Jubli

sepasang mata rembulan
memainkan ayunan
senyum merekah
semerkah mawar
hati bergetar
diguncang ayunan

Kuala Belait, Brunei Juli 1997











Wanita Dan Boneka

seorang wanita dengan boneka
bermain di taman
menikmati sisa kenangan
peluk erat seakan tak ingin lagi
dipisahkan
seperti oleh lelaki yang memberi
boneka itu
membuatnya kini sendirian
sudah dua tahun boneka dalam pelukan
katanya
dengan mata terbata
menahan sakit di hati
masih menyimpan luka
akupun tak berani berangan
ikut bermain dengan bonekanya

Kuala Belait, Brunei Juli 1997


Ayam Ayampun Terbakar

ayam ayam terbakar
dipanggang api
seperti terbakaranya hati
dikilau kaos merah philipine
dalam terik matahari
darah naik turun terbawa arus
gelombang pantai muara
tiada tegur sapa
cukup mata dan hati yang bicara

Pantai Muara, Brunei Juli 1997








Dongeng Si Kancil

bapakku pernah bercerita
ketika kecil sering dininabobokan ibunya
dengan dongeng si kancil
namun bapakku
tiada waktu meninabobokanku
dengan dongeng itu
karena bapakku sendiri
telah jadi kancil yang lihai
beberapa rumah mewah
berhektar hektar tanah
merupakan hasil petualangan
dongengnya
yang cuma pejabat
sekelas dirjen
dalam sebuah departemen

Tutong, Brunei Agustus 1997

Mereka Yang Berlari
- bagi TKI di hari Kemerdekaan

kemana lagi
kemerdekaan 'kan mereka cari
bukankah sudah terjual
sejak pertama kali menginjakkan kaki
di negeri ini
sapu tangan merah putihpun
sudah tampak lusuh
sering buat membasuh jidat penuh peluh
mereka begitu yakin datang ke muara
akan tercuci kembali sapu tangan itu
biar warna patriotisme kembali menyala
dan nasionalisme putih tak lagi pucat
warnanya
dengan langkah tergesa gesa
mereka meneriakkan lagu lagu bangsa
di sepetak tanah di negeri tetangga

KBRI, Muara-Brunei 17 Agustus 1997

Senja Temaram

matahari di balik tirai awan
tampak merah transparan
mengundang rasa kagum
dan tak pernah rasa jemu
senja kemaren
hari ini
atau nanti
selalu dan akan menghadirkan imajinasi
walau ia tak pernah peduli
aku 'kan tetap menanti

Tutong, Brunei Agustus 1997







Senja Telor Mata Sapi

siapa yang sedang membikin lauk
telor mata sapi
tengahnya bulat merah
berselimut awan
memaksa tak henti merasa heran
kau matahri atau rembulan
bulat merah tak menyilaukan
awan tipis mempersilakanku
'tuk tak henti memandang

Tutong, Brunei Agustus 1997








Rembulan Pucat

rembulan tampak pucat
ditingkahi lampu lampu jalan
berjalan lesu diasingkan anak anak
bermain di halaman
diterang cahaya listrik
tak lagi menanti purnama datang

Tutong, Brunei  Oktober 1997










Kabar Dari Ibu Anakku
- buat anakku Manarul

merpati yang dulu ditinggal
selagi mengeram
kini telah menetaskan anak jantan
tampan, katamu
tetapi merpati jantan dewasa
telah terbang entah kemana
merpati yang ditinggal sendiri
tak mampu menyusui
hanya bisa mengalirkan air mata
untuk membesarkan hati sigaran jiwa
si kecil jantan dalam berita
menyusui induk lain yang sama
memiliki anak seusianya
kabar suka sekaligus duka ini semoga terdengar si jantan
dan cepat kembali dari kembaraan

Tutong, Brunei Juli 1997

Pencuri Musiman

sawah sawah terdiam menggigil
berselimut embun
rekahan tanah tak lagi mendatangkan
tangis langit yang yang kehabisan air mata
semalam jangkrik jangkrik
menyuarakan duka buruh tani
tak tahu harus bagaimana
selain mencuri

Purwokerto-BSB, Oktober 1997









Bunga Putri Malu

bermandi embun di pagi hari
hangat mentari menyekanya berseri
bayu perlahan menyapa
goyangmu seksi mempesona
oh putri, karena duri duri
ditubuhmukah yag membuat
jadi pemalu
bila tersentuh hilang pesona
dan layu

Tutong, Brunei Oktober 1997








Bintang

bintang jatuh tergeletak
di kamar aster
dukanya membasahi malam
dalam baring kadang pijar nyalanya
menerangi jiwa
menghadirkan senyum masa depan
mulai fajar
meski sisa sisa injeksi di tangan
di kaki sering meneteskan luka
kami tetap satukan asa dan doa
sampai bintang menyala terang
senyatukan siang
di jiwa kami berdua

Purwokerto-BSB, Oktober 1997




Hanya Kenangan

hanya kenang yang terkenang
ketika datang rasa rindu
lupa memori waktu
hanya kenang yang terkenang
ketika jauh
hanya hati yang berlabuh
haya kenangan yang hilang
terlupakan ketika waktu kembali
membawa segenap dukamu

Tutong, Brunei Oktober 1997








Bukan Karena Takdir

bukan karena takdir
atau nasib berselimutkan mentari
dalam demam
atau berkuyup air
dalam gigil
mencangkuli kehidupan
di alam terbuka
menyimpan segenapa asa
di balik keangkuhan
atau kenistaan membalut muka
kau dzikirkan harapan
sampai menggunung
dan tak henti memutar tasbih
sampai betul betul menguburmu

Tutong, Brunei Oktober 1997



Keringat Matahari

Basah keringat matahari
lumpur lunamg cangkul
bersemi tunas tunas fajar pagi
kukeringati kehidupan
agar anak anak tegar
seperti matahari
membasahi tubuh
dengan keringat sendiri

Tutong, Brunei Oktober 1997









Renungan Di Hall Yayasan

akankah cuma pekik bang
dan warna warni umbul umbul
hampa tanpa jiwa
permadani mewah terhampar
tapi dua tiga sof saja setiap harinya
ada menara lain menawarkan kenikmatan
walau sekejap
…...................................
langkah langkah tak putus putus
menapak seiring laju eskalator

Bandar Seri Begawan, Oktober 1997







Waktu Memaku

Sudah dua musim
waktu menggaris batas cakrawala
sudah satu rembulan
menyinari setiap sudut ruang
di jiwa
menggedor gedor palu rindu
tangis
rindu tawa dan senyum
garis cakrawala menyimpan
kilaunya
entah sampai kapan
menguji kesetiaan waktu
setiap menit dan detik
terus melaju
tapi waktu seakan memaku
di ruang sempit rasa jemu

Tutong, Brunei Oktober 1997
Kucatat Semua Gerak

Kucatat semua gerak
di bandar ini
di bawah gedung berdinding
asap knalpot

: riak ombak perahu kecil
  menuju pekan pacah
  menutup tangga

: orang orang ramai naik turun
  eskalator dengan aneka wajah bangsa
  mengeringkan keringat dari sakunya

: orang putih kepala
  menghitung nasib sendiri
  dan bangsanya
  sesekali batuk menghisap
  asap yang sesekali tak selesa terbang
  menghilangkan sumpeknya

Bandar Seri Begawan, Oktober 1997

Jakarta – Bandar Seri Begawan

Jakarta – Bandar Seri Begawan
via RBA
mengajakku meniti jembatan
bukan lagi bambu anyaman
melainkan kontruksi besi
kokoh mempondasi rumah harapan
di tengah beceknya kehidupan

Jakarta – BSB Oktober 1997








Bandar Seri Begawan – Jakarta

Penerbangan antara Bandar Seri Begawan
jakarta
mengantar gelisah awan
bandar Seri Begawan - Jakarta
membawa pada segumpal hati
menelungkup lesu di ranjang

BSB – Jakarta Sept.1997











Masjid Umar Ali Saefudin

Dalam iktikaf
aku dikejutkan sepasang turis
bercelana pendek
terlongong bengong
dalam iktikaf yang tak lagi iktikaf
aku berdoa
semoga mereka bengong
kagum pada arsitektur
bangunan kunonya
bukan tertegun pada seberapa banyak
sof jamaah yang ada

Bandar Seri Begawan, Brunei Oktober 1997






Bougenvil

Warna warna mencolok bunga
bunga bougenvil  di halaman
tumbuh lebat menutup rumah
warna warni bungapun jadi baju kebesaran
dipakai berangkat menuju pejabat
pergi ke super market
dan jemputan
orangpun bertanya
perihal bunga aneka warna
namun sejenis itu
tidak adakah bunga lain
di halaman
biar tak tertumpu pada satu pandangan
satu titik keyakinan

Tutong, Brunei, Oktober 1997



Jantung Pecah Di Jerudong

Jantung pecah di jerudong
muntahkan semua kesumpekan
setelah dijungkir balikkan
roda roda permainan

sekali sekala rela jiwa dicubit
sedikit sedikit
untuk menghilangkan rasa sakit
cukup dengan menjerit

hati berantakan di jerudong
diterbang tenggelamkan roda roda permainan
setelah setiap hari diombang ambing
realita kehidupan

Jerudong, Brunei Oktober 1997



Puisi Mengusung Sepi

Sepi menggumpal di malam
malam ini bulan tak datang
padahal reda lama meninggalkan
genangan
tinggal titik titik air sisa hujan
entah apalagi hendak dinanti
puisipun mengusung sepinya
sendiri

Tutong, Brunei November 1997









Alam Terbuka

Dua capung beradu ekor
di atas kolam
tanpa pedulikan tukikan
tukikan burung
mengancam jiwa

Tutong, Brunei Oktober 1997












Ketika Sumur Berebut Timba

Negeri cina sumber mata air pengetahuan
ditugukan dalam sabda
membukakan mata memecah tempurung
mencari hangat makrifat semesta
kini sumber tinggal legenda
setelah sumur sumur berebut timba
sabda nabi terpuruk dalam lipatan buku
di almari kaca
jadi kaligrafi yang hanya dilihat
dari keindahan tulisan semata
atau sekedar pemanis dalam fatwa

Tutong, Brunei november 1997






Darah Menggenang Di Krah Baju

Keringat menetes
darah menggenang di krah baju
basah mengguyur sekujur tubuh
langit kelam berselimut awan
duka menggelayut di sudut kamar

Tutong, Brunei November 1997











Khutbah Terus Berkumandang

Anak anak burung mengepak epak
sayap mudanya
seakan mau pamer pada dunia
kini telah mampu terbang mengangkasa
jumat hari baik bagi burung
menguatkan otot otot sayap
terbang mengabarkan kebanggaan
dari satu dahan ke dahan lain
dari satu pohon ke pohon lain
satu burung mencoba meraih menara
pada sebuah masjid
tak sampai
jatuh di halaman
jamaah sepintas heran
kemudian kembali meramgkai angan
khotbah terus berkumandang
sementara burung burung muda
enak saja terbang kegirangan

Tutong, Brunei November 1997

Esok Bermula Malam Ini

Sepasang muda mudi
Meraih mimpi
pada sebuah iklan
esok bermula malam ini

Ranjang pelaminan
malam pertamapun berguncang
Selanjutnya
lupa jalan pulang


Sengkurong, Brunei November 1997






Mentari Kecil Di Pangkuan Malam

Mentari yang dulu hangatnya
menyatukan cinta
kini terbelah sudah
setelah berjalan  jauh
ke laut utara
meninggalkan mentari kecil
di pangkuan malam yang sering ditimang timang
menunggu janji yang terbelah
pedang kehidupan

Tutong, Brunei Oktober 1997








Ayah

Keriput wajah
menggantung seribu beban
berabad abad
bagi kehidupan
anak anakmu kini
cuma bisa menyapa nasib
yang tak mau diajak melabuh
menjaring matahari

Tutong, Brunei November 1997









Ibu

Awan putih di kepala
menambah terang keriput kening
beban sujudmu yang panjang
pada kehidupan
nasehat nasehat semanis senyum
di kulum
seringkali diabaikan
walau getir pahit kehidupan
tak jarang menghadang kenyataan
ibu
sujudku hanya untuk tuhan
tapi kerapkali nakal
dalam sujudku
tampak telapak kakimu yang sorga

Tutong, Brunei November 1997



Membiarkan Sayap Kehidupan Meregang

Seperti burung suatu ketika
membebaskan dirinya
diterbangkan angin
tanpa kendali
merentang sayap
angin menopang hasrat
akupun membiarkan sayap
sayap kehidupan meregang
tanpa mengepak
melepaskan arus nasib
meluncur timbul tenggelam
menyusur jaman

Tutong, Brunei November 1997




Dang Dut Di Tengah Padang

Bau amis darah baru saja sirna
dari leher wanita yang terpenggal
dan tumpah di dekat ka'bah
satu lagipun nyaris jadi tumbal
kemiskinan negeri makmur loh jinawi
soleha, nasiroh juga wanita wanita lain
mengusung gelap masa depan
jauh ke tempat orang orang mulia
dulu berada
darah tumpah di mana sebelumnya air mani muncrat
di muka wajah bangsa
dan kini di negeri jiranpun
tak jauh berbeda
ahir kata sama seperti puluhan ribu
orang di negeri pasir dikembalikan secara paksa
sementara di sini dengan selesa
berdendang ria
menginjak injak rumput padang tempatan
dengan joged dangdutnya

Tutong, Brunei November 1997

Senja Terahir

Tak tahu pasti
dimana senja
'kan kutambatkan
melucuti daki kehidupan
menyambut malam
mangais sampah masa lalu
bagi cerita dengan anak cucu

Tutong, Brunei Oktober 1997









Mimpi

Hujan mendatangkan gaduh
atap seng rusuh
kamar ini penuh keluh
di kepala seribu kutu gundah 
dipanggang keinginan tak sampai
ternyata mimpi memang benar
hanya milik orang yang menggadaikan
hidup di padang gersang

Tutong, Brunei November 1997









 Persaingan

Barangkali seperti kera kera itu
berlompatan dari dahan ke dahan
perlu keahlian juga kewaspadaan
dari seteru yang tak sungkan merenggut
meskipun sudah dalam  genggaman


Hidup di tengah ganasnya persiangan
perlu keahlian
walau sekali dua jatuh
tapi bukan dalam bentuk kelicikan
keculasan dan segenap kebohongan

Tutong, Brunei November 1997





Tak Ada Lagi Tempat Berbaring

Telah terkubur di negeri ini
seribu harapan musnah
dikira emas ternyata limbah
di pinggir jalan
menumpuk sampah

telah terkubur di negeri ini
ribuan cinta mati
dipenggal harap
setelah tanah tanah tergadai
juga harga diri

telah terkubur dinegeri ini
cinta negeri pertiwi
setelah tak ada lagi ruang
tempat membaringkan diri
meraih mimpi mimpi

Tutong, Brunei Movember 1997

Menggali Kubur Sendiri

Jika tak lagi mengukir tanah
di sini
menggali kubur sendiripun jadi
atau memahat segumpal mimpi
menjadi mumi

tetapi kebun itu menjelma sepi kubur
dan rumput tumbuh subur
sementara desah orang lalu lalang
sayup senyap terdengar
kadal dan biawakpun lintang pukang

Tutong, Brunei November 1997






Dermaga

Di sinilah dermaga
tempat menambatkan
keluh ketika awan hanya sisakan kelam
entah sampai kapan titik air
jadi rembulan 

sederet iklan menumbuh uban
di kepala
menawarkan bedak, wewangian
juga perabot rumah tangga
wajah wajah pasi lekat di kaca etalase
dan televisi

Bandar Seri Begawan. Brunei November 1997





Terpaku Nasib

Ketika matahari bergeser
ke arah kiri
nasibku masih tertinggal
di sini
tak selangkahpun menepi
dari panas kehidupan
membakar harga diri

Tutong, Brunei Desember 1997










Mencium Bau Kematian

Sunyi selalu kau hembuskan
lewat tiupan angin
mendatangkan gigil
setelah kapas penutup kuping
meronda masuknya angin
tak kenal lagi bunyi pesan
aku hanya mencium bau kematian

Tutong, Brunei Desember 1997










Rindu

Rindu kembali terburu buru
menggelinjang dari kebekuan
lama membatu
walau kutahu pasti
kan tiba saatnya

tak ada lagi surat
atau potret pengganti berita

Tutong, Brunei Desember 1997









Mengeja Alif Dunia

Sudah kukenali musim
demi musim
aku jumpai hitam putih
warna kehidupan
tapi kini aku masih saja tertatih
tatih mengeja alif dunia
tak sampai sampai pada ya

Tutong, Brunei Desember 1997










Bintang Padam

Dalam perjalanan
ada sebutir bintang menyala
memandu gairah
debar jantungku bukan lagi gundah

dalam setengah perjalanan
tiba tiba titik bintang padam
menghentikan detak nadiku
satu demi satu

Tutong, Brunei Desember 1997








Mengusung Gelap Nasib

Ahirnya lepas sudah
beban bumi
mengusung gelap nasib
terbang bersama cakrawala
walau masih berupa gelap awan
tapi masih bisa ditunggu
datangnya  hujan
di kemarau panjang

Tutong, Brunei Desember 1997









Berkaca Pada Air Comberan

Kalau tak yakin pada wajah sendiri
cobalah berkaca
bila cermin di jalan jalan berlarian
atau dikempit di ketiak perempuan
berkacalah pada air comberan
di dekat halte banyak got got mampet memantulkan bayang
atau pada coretan coretan di dinding
tak lagi tertampung di halaman kertas
sarat coretan memo dan cek
sehabis tawar menawar
kalau tak yakin pada wajah sendiri
biarlah suara hati berceceran
menawarkan  luka di jalan jalan

Sengkurong, Brunei Desember 1997


Ranum Buah Tetangga

Entah kenapa selera mati melihat buah
ranum di kebun sendiri
di biarkan masak dan jatuh membusuk
walau pokok tampak subur dan terawat
entah kenapa buah masak di siring rumah
tanpa disentuh atau dicicip
kenyal dan harumnya buah
tapi ketika melihat ranum buah tetangga
selera kembali muda
hatta tak sungkan sungkan merogoh saku celana
tak heran kalau banyak buah
hasil kawin silang buah negeri jiran
baik ilegal atau yang ada kebenaran
ada indonesia
ada philipine
ada thailand
bahkan indiapun ada
wow! Pastilah ranum
dan montok buahnya

Tutong, Brunei Desember 1997

Langkah Sumbang Wakil Rakyat

Berliter air keringat kau tenggak
dalam sekejap
dari tetesan peluh yang diperas
buruh menyisihkan sedikit demi sedikit
walau untuk makan sehari hari
belum  cukup mendiamkan perut
harapan di hari tua
duduk leha leha menikmati pensiunnya
tapi kalau ternyata orang lain
dengan enaknya menikmati hasil keringat
iapun pasrah sambil berkata
memang nasib buruh kecil
mau bilang apa


Tutong, Brunei Desember 1997


Birahi Purnama

Pintu pintu terbuka
mempersilahkan rembulan
di halaman jagad raya mengobral cahaya
gelap berlindung di bawah rindang daun
atau di balik awan
membuat purnama tampak sempurna
sebelum bayu meniupnya
di bawah kereta
dua ekor kucing menikmati kemesraan
tak sampai klimak
kereta mendadak berguncang
ternyata bukan hanya kucing  yang tersihir
birahi purnama

Tutong, Brunei Desember 1997




Malam Begitu Panjang

Malam ini terasa begitu panjang
berteman pelita hampir padam
mata sulit sekali memejam
malah mengantar pada cerita hayal
seram dan menakutkan
kenapa dalam sendiri di malam
selalu datang bukan cerita cerita 
keberanian para aulia atau anbiya
atau nafas yang hanya menghembus
asmaNya
demi meyakinkan jiwa
menjadikan hati tak kemana mana

Tutong, Brunei Desember 1997





Aku Menggigil Di RumahMU

Siang memaku matahari tepat di ubun ubun
mengecat hitam kulit
sedang aku di sisni menggigil di rumahMU
bukan karena kesal lumpur dosa mengotori tubuh
melainkan tak mau seperti buruh bangunan itu
terbakar matahariMU yang sedang bertahta
di singgasana siang
aku menggigil kedinginan oleh bisikan airkon
memagar didnding masjid datangkan kantuk
menerusi mimpi mimpi panjang
berebut haluan di jalan jalan

siang memaku matahari
tepat di ubun ubun
sedang aku di sini
menggigil kedinginan
di rumahMU

Sengkurong, Brunei Desember 1997


Ada Yang Hilang

Ada yang hilang di sini
di pinggir jalan
banyak lubang
waktu menguasai jalan
saling berkejaran
trotoar menjelma taman
tak ada labi tapak bergegas
ada cuma bekas tapak penyapu jalan
ada yang hilang di sini
tegur sapa pejalan kaki
pengekal silaturrohmi

Sengkurong, Desember 1997






Manarul

Menara dalam impian pagi
pucat membeku
berselimut kabut 
baru ketika mentari
mengangkangi siang
tampak di atas ada keceriaan
mengumandangkan adzan
adzanku dan istriku
kuikat jadi satu
dalam doa doa sembahyang
manarul putra pertama
pembuka pintu kelambu
kabut mimpiku

Tutong, Brunei Desember 1997




Anggur

Anggur yang sejenak melempar awan
kehidupan
sudah tak asing lagi di sini
juga kepul asap menerbangkan angan
menyingkap  sekejap kabut di benak
malam setiap kali lewat
menggerayangi hasrat
hayal menelan kepahitan
dan waktu begitu singkat
lalu ketika pagi datangkan kantuk
cicit ban tinggalkan bau gosong
di tikungan
hangat embun tinggalkan resah
esok malam kembali diasah

Tutong, Brunei Desember 1997



Homo Homoni Lupus

Jadilah ia burung gaok
kenyang
merasa cukup menyantap
larva daun pisang
atau ular
memandang dari kejauhan
anak anak ayam
sebagai kawan
tapi ketika terdengar
di sana sini banyak kelaparan
bahan pokok naik di pasaran
dalam sekejap
anak anak ayam dalam cengkraman

Tutong, Brunei Desember 1997



Jembutan 
Tak perlu tahu dari mana sumber dana berasal
kini mereka tak lagi merasa sungkan
karena sudah tak ada yang harus menerima sodaqoh makanan
tidak seperti ketika umar memanggul
karung gandum
bagi anak anak janda kelaparan
dinina bobokan dengan batu direbus 
di atas tungku
mensyukuri nikmat bersama kerabat
bukan sekedar adat
dan tukar menukar rasa lezat
tapi  kalu boleh memilih tuhan,
berilah kami apa yang telah Engkau
berikan pada isa dan maryam
atau kenikmatan yang telah dirasakan
kaum musa yang lapar dalam perjalanan
namun dalam hati sendiri mulai ragu
akan semua itu
bila teringat nabi Muhammad SAW
dan sahabatnya
setiap hari menahan lapar
baru saja menikmati hidangan
kambing muda dan korma
dalam ahir pesta beliau bersabda
dengan linangan air di mata
seraya membaca sebuah surat
attakatsur pada ahir ayat :

kemudian sungguh, pada hari itu (kiamat)
kamu akan ditanya
tentang nikmat yang kamu peroleh hari ini

Tutong, Brunei Juni 1997




Negeri Putih

Di negeri putih
orang hanya bisa menyuarakan suara tuannya
hanya boleh bersenandung lagu puja
dan dzikir putih, putih, putih
tiada merah tiada hijau atau kuning
di negeri putih
suara batin tak senada
elok kau simpan dalam mimpi saja
kalau ada warna lain
paling cuma putih kemilau, putih melati
atau warna warna dalam lagu anak anak;
balonku, pelangi dan
putih putih melati ali baba
merah merah delima pinokia
siapa yang baik budi
tentu di sayang raja
 
di negeri putih orang tak berdaya
hanya berputih mata
ketika merindukan warna warna
selain putih
seperti anak kelaparan
di belahan bumi afrika
mengusir lalat ditubuhnya
tak lagi kuasa
atau persis anjing yang kenyang
diberi makan
harus tahu diri
kapan menggonggong atau mayalak
seperti dikehendaki tuannya

Tutong, Brunei Agustus 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.