Minggu, 13 Juli 2025

Masa Depan Dunia Kerja menurut Bill Gates: Siapa Bertahan, Siapa Tergusur?


oleh: Imam Burhanuddin 

Bill Gates, pendiri Microsoft dan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam dunia teknologi, telah berkali-kali menyampaikan pandangannya tentang bagaimana otomatisasi dan kecerdasan buatan (AI) akan membentuk ulang lanskap pekerjaan global. Meskipun ia jarang menyebutkan profesi tertentu secara eksplisit, dari berbagai wawancara, tulisan, dan pernyataan publiknya, kita dapat menarik benang merah: bahwa perubahan besar tak terelakkan, dan tidak semua profesi akan bertahan menghadapi gelombang transformasi teknologi ini.

Dalam pandangan Gates, dunia akan menyaksikan pergeseran besar dari pekerjaan manual dan berulang ke arah pekerjaan yang menuntut kreativitas, empati, serta keahlian teknologi tinggi. Beberapa profesi akan tergantikan oleh mesin, namun banyak pula yang akan tumbuh subur—asal manusia mampu beradaptasi.

 

Profesi yang Akan Bertahan dan Tumbuh

Salah satu sektor yang paling menjanjikan adalah bidang teknologi dan kecerdasan buatan. Profesi seperti software engineer, data scientist, dan AI specialist akan sangat dibutuhkan seiring meningkatnya ketergantungan dunia pada sistem digital dan algoritma cerdas. Gates menekankan bahwa memahami komputer dan mampu menulis kode akan menjadi “kemampuan membaca dan menulis baru” di masa depan.

Tak kalah penting adalah profesi di bidang kesehatan. Dengan meningkatnya usia harapan hidup dan tantangan kesehatan global, kebutuhan akan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan masyarakat akan terus meningkat. Di sini, teknologi bukan menggantikan manusia, tetapi menjadi alat bantu yang memperkuat pelayanan kesehatan.

Gates juga melihat pentingnya peran guru dan pendidik, terutama mereka yang mampu beradaptasi dengan teknologi. Walaupun pembelajaran daring berkembang pesat, pendidik manusia tetap diperlukan untuk membimbing, memotivasi, dan membentuk karakter siswa secara holistik.

Selain itu, profesi yang menuntut empati dan relasi antar manusia juga akan tetap relevan. Pekerjaan seperti psikolog, konselor, caregiver, dan pekerja sosial memiliki dimensi emosional yang belum bisa digantikan oleh mesin. Keahlian merespons perasaan, membaca suasana hati, dan membangun hubungan mendalam adalah sesuatu yang unik pada manusia.

Terakhir, Gates juga menaruh perhatian besar pada pekerjaan di bidang energi terbarukan dan keberlanjutan. Sebagai advokat energi bersih, ia percaya bahwa profesi yang berkaitan dengan perubahan iklim, teknologi ramah lingkungan, dan transisi energi akan sangat strategis di masa depan.

 

Profesi yang Berpotensi Tergusur

Di sisi lain, banyak pekerjaan yang dinilai berisiko tinggi untuk tergantikan oleh otomatisasi. Pekerjaan administratif dan clerical seperti data entry, kasir, atau resepsionis standar merupakan contoh utama. Tugas-tugas yang bersifat rutin dan dapat diprogram sangat mudah diambil alih oleh perangkat lunak otomatis atau AI.

Demikian pula dengan pekerjaan manufaktur sederhana dan berulang, yang telah lama tergantikan oleh robot di berbagai pabrik modern. Perkembangan teknologi robotik membuat efisiensi kerja meningkat, namun juga mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manusia.

Sektor transportasi juga tidak luput dari perubahan. Gates dan tokoh teknologi lain seperti Elon Musk memperkirakan bahwa profesi pengemudi, terutama supir truk dan taksi, akan terdampak signifikan dalam jangka panjang dengan munculnya kendaraan otonom.

Terakhir, telemarketing dan customer service dasar menjadi profesi yang kini mulai tergantikan oleh chatbot dan sistem AI yang mampu menjawab pertanyaan dasar konsumen dengan cepat dan murah.

 

🔑 Adaptasi adalah Kunci

Meski begitu, Gates tidak melihat masa depan dengan nada pesimis. Justru, ia mengingatkan bahwa pekerjaan baru akan terus
muncul. Tantangannya bukan pada hilangnya pekerjaan, tetapi pada kemampuan manusia untuk beradaptasi. Dalam salah satu pernyataannya, ia mengatakan:

“In the future, a lot of jobs will go away due to software automation. But new jobs will be created—especially for those who can adapt and work with technology.”
Bill Gates

Pernyataan ini menjadi penegasan bahwa kita tidak sedang menghadapi kehancuran dunia kerja, melainkan pergeseran besar-besaran. Mereka yang mampu belajar ulang, beradaptasi, dan mengembangkan keahlian berbasis teknologi akan menjadi bagian dari generasi yang bertahan—bahkan memimpin.

 Planjan, Juli 2025

abah-arul.blogspot.com

Kreativitas datang selagi kita kerja


 oleh: Imam Burhanuddin

Sering kali, kita mengira bahwa kreativitas adalah hasil dari pendidikan formal atau teori yang dipelajari di bangku sekolah. Namun, kenyataannya, kreativitas justru lebih banyak muncul dari medan kerja — dari pengalaman nyata dalam menghadapi tantangan sehari-hari. Ide-ide cemerlang yang memudahkan pekerjaan sering kali lahir bukan dari ruang kelas yang steril, melainkan dari tempat-tempat sederhana: bengkel, dapur, lapangan, atau bahkan sudut sempit sebuah proyek bangunan.

Kreativitas sejati muncul ketika seseorang benar-benar terlibat dalam pekerjaannya. Ketika dihadapkan pada hambatan atau ketidakpraktisan dalam rutinitas, otak secara alami mencari solusi — entah dengan menemukan jalan pintas, memodifikasi alat, atau menciptakan metode baru agar pekerjaan lebih efisien. Sebagai contoh, seorang tukang bangunan mungkin tidak memiliki gelar arsitek atau teknik sipil, tetapi pengalamannya yang panjang memungkinkannya menemukan solusi praktis — kadang secara tidak disengaja — yang kemudian memudahkan pekerjaan banyak orang setelahnya.

Solusi-solusi semacam ini mungkin tidak tercatat dalam buku teks, namun justru di situlah letak kekuatannya. Mereka lahir dari insting, improvisasi, dan pengamatan tajam terhadap lingkungan kerja. Seorang tukang kayu bisa menemukan cara memotong bahan yang tidak lazim namun lebih efektif, atau seorang koki mengembangkan teknik memasak yang lebih efisien daripada metode standar. Kreativitas seperti ini tidak diajarkan di sekolah, melainkan dipelajari melalui kerja nyata, kegagalan, dan eksperimen yang terus-menerus.

Dalam dunia kerja, tantangan memaksa kita untuk berpikir di luar kebiasaan. Inilah yang membedakan pengetahuan teoritis dengan kebijaksanaan praktis. Sekolah memberikan pondasi, tetapi lapanganlah yang memberikan pemahaman mendalam. Oleh karena itu, penting untuk menghargai pengalaman kerja sebagai lahan subur bagi kreativitas. Banyak inovasi besar di dunia tidak lahir dari laboratorium mewah, melainkan dari bengkel kecil, dapur sempit, atau pikiran seorang pekerja biasa yang melihat masalah dan berani mencoba sesuatu yang baru.

Kreativitas sejati bukanlah milik mereka yang hanya belajar, melainkan milik mereka yang terus mencoba — bahkan ketika tidak ada rumus atau pedoman yang bisa diikuti. Ia tumbuh dari kesabaran, kegigihan, dan keberanian untuk melakukan hal berbeda. Dengan demikian, pekerjaan bukan sekadar sarana mencari nafkah, melainkan juga ruang bagi lahirnya terobosan-terobosan kreatif yang mengubah dunia.

 

Planzan,Juli, 2025
abah-arul.blogspot.com

"Menanti Giliran Giling: Masalah Klasik Petani Pedesaan di Musim Panen"


oleh : Imam Burhanuddin

Musim panen seharusnya menjadi waktu yang penuh sukacita bagi para petani. Setelah berbulan-bulan menggarap sawah, merawat tanaman padi dari benih hingga siap panen, hasil kerja keras itu akhirnya tiba. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masa panen justru menjadi awal dari persoalan baru, terutama di pedesaan.

Salah satu masalah yang paling sering muncul adalah antrean panjang untuk menggunakan thresher (alat perontok padi). Di banyak desa, alat-alat ini masih terbatas jumlahnya. Ketika puluhan bahkan ratusan petani panen dalam waktu hampir bersamaan, maka tak terelakkan terjadinya rebutan dan antrean yang panjang. Akibatnya, hasil panen yang belum sempat digiling kerap ditimbun sementara di sawah selama 2–3 hari, bahkan lebih.

Penimbunan gabah ini bukan tanpa konsekuensi. Disimpan di tempat terbuka, gabah rentan terkena hujan, lembap, atau justru terlalu lama terkena panas matahari. Belum lagi potensi kerusakan akibat serangan hama atau gangguan hewan liar. Semua ini berdampak pada menurunnya kualitas gabah. Gabah yang seharusnya menghasilkan beras berkualitas tinggi menjadi menurun mutunya, berwarna kusam, mudah patah saat digiling, dan tentu saja mengurangi nilai jualnya.

Situasi ini menimbulkan keprihatinan. Ketika petani seharusnya mendapatkan keuntungan dari hasil panen, justru terjebak dalam mata rantai persoalan pasca-panen yang seharusnya bisa diatasi. Permasalahan ini menunjukkan bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal produksi, tetapi juga soal infrastruktur pendukung, termasuk ketersediaan alat pasca-panen yang memadai.

Mengapa hal ini terus terjadi?

Pertama, ada ketimpangan antara jumlah petani aktif dengan fasilitas yang tersedia. Di banyak desa, hanya ada satu atau dua treaser dan penggilingan padi untuk melayani ratusan petani. Kedua, manajemen panen yang belum terorganisir secara kolektif. Alih-alih bekerja sama untuk mengatur jadwal panen dan giling secara bergilir, para petani kerap panen secara serentak karena mengikuti musim dan cuaca, tanpa koordinasi yang matang. Ketiga, minimnya intervensi dari pihak luar, baik pemerintah daerah maupun koperasi pertanian, untuk membantu penyediaan alat atau membangun sistem antrian yang adil dan efisien.

Solusi dan Harapan

Masalah ini sesungguhnya bukan tidak bisa diselesaikan. Beberapa langkah konkret bisa dilakukan:

1. Peningkatan jumlah alat pasca-panen – Pemerintah desa atau koperasi tani dapat mengajukan program bantuan untuk pengadaan thresher dan penggilingan padi portable.

2. Manajemen jadwal panen bersama – Dengan sistem kelompok tani yang aktif, jadwal panen bisa diatur bergilir agar tidak menumpuk dalam satu waktu.

3. Gudang penyimpanan gabah sementara – Desa bisa membangun gudang kering dengan ventilasi baik untuk menampung gabah agar tidak rusak saat menunggu proses giling.

4. Peningkatan peran BUMDes atau koperasi – Badan usaha desa bisa menyediakan layanan penggilingan keliling atau sewa alat dengan sistem antre digital yang terorganisir.

Petani tidak boleh terus-menerus dibiarkan mengatasi masalah ini sendiri. Dukungan sistemik sangat dibutuhkan, sebab mereka adalah fondasi utama ketahanan pangan bangsa. Perjuangan mereka tidak seharusnya diakhiri dengan kerugian hanya karena giliran giling yang tak kunjung tiba.

                                                                                                    Planza, juli 2025 

abah-arul.blogspot.com


---

Jumat, 11 Juli 2025

🌐 Tantangan Partai Politik di Tengah Masyarakat AI


Oleh: Imam Burhanudin

Ketika kecerdasan buatan (AI) mulai merambah hampir semua aspek kehidupan, politik pun tak luput dari dampaknya. Dunia yang dulu diwarnai kampanye fisik, diskusi publik, dan debat terbuka kini mulai bergeser ke ruang-ruang algoritmik. Di balik layar, AI bekerja: mengolah data pemilih, memprediksi suara, bahkan menyusun narasi kampanye. Pertanyaannya, di tengah derasnya perubahan ini, bagaimana nasib partai politik?

 

1. Informasi Bukan Lagi Sekadar Fakta

Kampanye politik dulu bergantung pada baliho, pamflet, atau debat TV. Sekarang? Semua bisa dikendalikan oleh kecanggihan algoritma. Teknologi deepfake, chatbot politik, dan microtargeting memungkinkan informasi—baik benar maupun salah—disebarkan dengan kecepatan kilat dan presisi mengerikan.

Yang berbahaya adalah saat batas antara fakta dan fiksi mulai kabur. Pemilih bisa dimanipulasi bukan lewat argumen yang rasional, tapi lewat emosi dan persepsi yang diciptakan mesin. Di sinilah kepercayaan publik terhadap politik bisa runtuh.

2. Ketimpangan Teknologi = Ketimpangan Politik

Tidak semua partai punya akses yang sama terhadap teknologi AI. Partai besar dengan dana melimpah bisa membayar konsultan data, membeli alat analitik canggih, dan membangun infrastruktur digital. Partai kecil? Terpaksa bermain di lapangan yang tidak seimbang. Ketimpangan ini akhirnya menciptakan demokrasi yang timpang—karena suara dan strategi ditentukan bukan oleh ide, tapi oleh seberapa kuat server dan seberapa dalam kantong.

3. Krisis Etika: Siapa yang Mengontrol Mesin?

AI adalah alat. Tapi siapa yang memegang kendali? Tanpa regulasi yang jelas, partai bisa dengan bebas mengolah data pribadi warga, memanipulasi persepsi, bahkan menciptakan opini publik buatan. Ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal moral dan tanggung jawab politik.

Tanpa transparansi, pemilu bukan lagi ajang adu visi, tapi ajang adu strategi tersembunyi. Demokrasi bisa berakhir hanya sebagai ilusi yang dikendalikan sistem pintar.

4. Manusia: Masihkah Dibutuhkan?

Ironisnya, di tengah teknologi yang katanya mendekatkan, keterlibatan manusia dalam politik justru makin berkurang. Kampanye bisa dijalankan AI, pesan bisa ditulis oleh mesin, dan keputusan bisa dipandu oleh data.

Namun politik sejatinya bukan hanya soal efisiensi, tapi soal nilai, empati, dan keberpihakan. Jika semua diserahkan ke AI, apakah kita masih bicara tentang politik manusiawi atau sekadar teknokrasi algoritmik?

5. AI Tak Kenal Ideologi

AI bekerja dengan logika data: yang paling banyak, yang paling populer, yang paling sering di-klik. Tapi politik adalah tentang keberanian melawan arus, tentang memperjuangkan yang tidak populer demi kebaikan bersama.

Jika partai terlalu mengikuti suara mesin, mereka bisa kehilangan arah. Bukan lagi pembawa harapan, melainkan sekadar pengekor tren.

---

🔄 Saatnya Menyusun Ulang Peran

Partai politik tak bisa menghindari AI, tapi juga tak boleh larut di dalamnya. Yang dibutuhkan adalah sikap kritis dan reflektif:

Transparansi digital: Wajib bagi partai untuk membuka cara kerja digital mereka.

Etika AI politik: Perlu kesepakatan bersama soal batasan moral penggunaan AI.

Literasi publik: Masyarakat perlu diedukasi agar tidak terjebak dalam ilusi digital.

Keseimbangan manusia dan mesin: Data penting, tapi nurani lebih penting.

---

Penutup

Di masa depan, mungkin kita akan melihat partai politik yang seluruh manajemennya berbasis AI. Tapi demokrasi sejati hanya bisa berjalan jika manusia tetap jadi pusatnya—bukan hanya sebagai pemilih, tapi sebagai penentu arah. AI memang pintar, tapi tidak punya empati. Dan politik, pada akhirnya, adalah soal hati.


🗺️Pemekaran Wilayah: Peluang, Tantangan, dan Dampaknya bagi Demokrasi Lokal


Oleh: Imam Burhanuddin
 

Pemekaran wilayah—baik itu pemekaran provinsi, kabupaten, maupun kota—adalah isu yang terus mengemuka dalam diskusi politik dan pemerintahan di Indonesia. Dari satu sisi, pemekaran dianggap sebagai jalan untuk mendekatkan pelayanan publik. Tapi di sisi lain, banyak juga yang menganggapnya sebagai alat politik dan pemborosan anggaran. Lalu sebenarnya, apa itu pemekaran wilayah? Siapa yang menentukan? Dan apa dampaknya bagi rakyat?

---

🔍 Apa Itu Pemekaran Wilayah?
Pemekaran wilayah adalah proses pembentukan daerah otonom baru dengan memisahkan sebagian wilayah dari daerah induknya. Tujuannya antara lain:
Meningkatkan efisiensi pelayanan publik
Mendorong pemerataan pembangunan
Mengakomodasi aspirasi lokal

 

Menjaga stabilitas dan integrasi nasional
Contoh pemekaran yang cukup besar dalam beberapa tahun terakhir adalah:
Pemekaran Provinsi Papua menjadi Papua Tengah, Papua Selatan, dan Papua Pegunungan (2022)
Rencana pemekaran Kabupaten Bogor Barat dan Kabupaten Sukabumi Utara di Jawa Barat


---

⚖️ Apa Dasar Hukumnya?

Pemekaran wilayah diatur dalam:

UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu

Undang-Undang Khusus Pembentukan Daerah Baru (seperti UU No. 14 s/d 17 Tahun 2022 untuk Papua)


Setiap pemekaran harus melalui kajian dari:

Pemerintah pusat (Kementerian Dalam Negeri)

Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD)

Persetujuan DPR RI



---
👥 Bagaimana Nasib Anggota DPRD di Daerah Baru?

Salah satu hal penting adalah:

> Ketika sebuah daerah baru dibentuk, maka anggota DPRD-nya belum dipilih melalui Pemilu.



Apa yang terjadi?

✅ Pemerintah menunjuk anggota DPRD sementara, berdasarkan perwakilan dari daerah induk atau usulan Mendagri.

🗳️ Pemilihan anggota DPRD baru akan dilakukan pada Pemilu berikutnya. Setelah itu, mereka menjadi wakil rakyat resmi dengan legitimasi elektoral.


---



📈 Peluang dari Pemekaran


✅ Pelayanan publik bisa lebih dekat dan cepat

✅ Pemerintah daerah lebih fokus mengelola wilayah yang lebih kecil

✅ Aspirasi lokal lebih mudah terakomodasi

✅ Daya dorong pembangunan bisa lebih merata



---

🚧 Tantangan dan Risiko

❌ Beban APBN/APBD meningkat karena harus membiayai kantor, pegawai, hingga infrastruktur baru

❌ Tidak semua pemekaran berdampak pada kesejahteraan—beberapa justru menimbulkan konflik elite

❌ Politik lokal bisa menjadi alat transaksi kekuasaan dengan dalih “pembangunan”

❌ Banyak daerah hasil pemekaran belum mandiri secara fiskal



---

📊 Fakta: 80% Lebih Daerah Otonom Baru Belum Mandiri

Menurut data Kementerian Keuangan, sebagian besar daerah hasil pemekaran masih bergantung pada transfer dari pusat (DAU, DAK, dll). Ini menunjukkan bahwa pemekaran belum tentu solusi jika tidak dibarengi dengan:

Kualitas SDM birokrasi

Infrastruktur dasar

Tata kelola pemerintahan yang transparan



---

🧭 Bagaimana Seharusnya Pemekaran Dilakukan?

Harus berbasis kajian ilmiah dan kebutuhan riil masyarakat

Melibatkan partisipasi publik secara terbuka

Menjaga akuntabilitas politik dan fiskal

Fokus pada manfaat jangka panjang, bukan kepentingan jangka pendek



---

✍️ Penutup

Pemekaran wilayah bisa menjadi alat pemerataan dan demokratisasi, tapi juga bisa menjadi jebakan administratif dan politik jika tidak dirancang dengan bijak. Rakyat perlu tahu, memahami, dan ikut mengawal prosesnya.

> Karena pada akhirnya, pemekaran bukan soal memperbanyak kantor pemerintahan—tetapi soal bagaimana negara hadir lebih dekat dan adil bagi semua warga.


Islam Minimalis: Jalan Tengah dalam Beragama


 oleh: Imam Burhanuddin

 

Di tengah derasnya gelombang fanatisme keagamaan dan munculnya polarisasi sosial atas nama agama, muncul satu kebutuhan spiritual yang makin dirasakan: berislam secara tenang, sederhana, dan esensial. Inilah yang disebut sebagai Islam Minimalis. Sebuah pendekatan keberagamaan yang tidak berlebihan dalam simbol, tidak membebani orang lain dengan standar pribadi, dan berfokus pada dua hal inti dalam Islam: ibadah kepada Allah dan akhlak baik kepada sesama.
 
1.         Ibadah: Urusan Pribadi antara Hamba dan Tuhannya
 
Dalam Islam, ibadah merupakan manifestasi dari penghambaan manusia kepada Tuhannya. Namun Islam tidak memaksa bentuk ibadah menjadi tontonan sosial. Ia bersifat vertikal (habl min Allah), bersumber dari keikhlasan.
 
Dalil naqli:
"Dan tidaklah mereka diperintahkan kecuali untuk menyembah Allah dengan ikhlas dalam menjalankan agama-Nya secara lurus."
(QS. Al-Bayyinah: 5)
Ibadah bukan soal penampilan luar semata, tetapi tentang keterhubungan hati. Islam minimalis menyadari bahwa salat lima waktu, puasa, zakat, dan haji adalah kewajiban dasar, bukan karena sosial kontrol, tetapi sebagai bentuk pengabdian.
 
Dalil aqli:
Jika Tuhan itu Maha Mengetahui, maka yang paling penting dari ibadah adalah niat dan kesungguhan, bukan formalitas atau penilaian orang lain. Maka pendekatan minimalis menekankan kualitas, bukan kuantitas dan kemewahan tampilan.
 
2.       Muamalah: Akhlak Sosial sebagai Cermin Islam
 
Islam tidak hanya diturunkan untuk membentuk pribadi yang taat secara ritual, tetapi juga untuk memperbaiki hubungan sosial (muamalah). Nabi Muhammad SAW sendiri dikenal sebagai pribadi yang paling jujur, penyayang, dan adil, bahkan sebelum menjadi nabi.
 
Dalil naqli:
"Sesungguhnya Aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulia."
(HR. Ahmad)
 
Dalil sosial:
Di masyarakat majemuk, ukuran kebaikan seseorang tidak lagi hanya dilihat dari ibadahnya, tetapi juga dari kontribusinya terhadap sesama, empatinya terhadap yang tertindas, dan sikap adilnya dalam menyikapi perbedaan. Banyak konflik sosial justru muncul ketika orang menjadikan agama sebagai alat superioritas, bukan sebagai nilai kasih sayang.
 
Dalil aqli:
Manusia hidup dalam tatanan sosial. Jika seseorang taat secara ritual namun buruk dalam muamalah—bersikap kasar, menyakiti, tidak jujur—maka keberagamaannya belum utuh. Maka, keindahan Islam justru terlihat dari interaksi sosial yang baik, bukan dari simbol-simbol yang keras.
 
3.       Menolak Fanatisme Berlebihan
 
Fanatisme agama sering membuat seseorang merasa paling benar, dan orang lain salah. Dalam Islam minimalis, prinsip yang dijunjung adalah kerendahan hati dalam beragama—meyakini kebenaran tanpa merasa perlu memaksakannya pada orang lain.
 
Dalil naqli:
"Tidak ada paksaan dalam agama. Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat."
(QS. Al-Baqarah: 256)
 
Dalil sosial:
Fanatisme memecah masyarakat, menciptakan polarisasi, dan memunculkan kekerasan simbolik maupun fisik. Dalam masyarakat plural, Islam minimalis membantu menciptakan ruang damai, toleransi, dan dialog.
 
Dalil aqli:
Jika kebenaran memang dari Tuhan, maka ia tidak perlu dipaksakan dengan kekerasan. Kebenaran akan memancar dari sikap, bukan dari slogan.
 
4.       Beragama Tanpa Membebani
 
Islam minimalis menolak "dukaian agama", yaitu membebani segala hal dengan label halal-haram, bid'ah, atau kafir. Ia menekankan prinsip taysir (kemudahan) dan wasathiyah (keseimbangan).
 
Dalil naqli:
"Sesungguhnya agama itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulit agama, melainkan ia
akan dikalahkan olehnya."
(HR. Bukhari)
 
Islam bukanlah agama yang rumit. Minimalisme dalam Islam justru mengembalikan manusia pada fitrah: menyembah Allah dengan tulus dan menjadi makhluk sosial yang baik.
 
Penutup: Islam Esensial di Tengah Zaman yang Bising
 
Di era di mana simbol keagamaan mudah dieksploitasi, Islam minimalis hadir sebagai penyeimbang. Ia tidak mengajak untuk menjadi sekuler atau menghindari agama, melainkan mengajak untuk kembali pada esensi: beribadah kepada Allah dengan tulus dan berbuat baik kepada sesama makhluk dengan adil.
Islam minimalis bukan bentuk pelarian, tapi justru bentuk kedewasaan spiritual. Ia tidak keras, tidak riuh, tapi kuat dalam inti. Seperti air jernih di tengah keruhnya fanatisme.

Planzan,07/2025
(abah-arul.blogspot.com)

Kamis, 06 Maret 2025

MENGAGUNGKAN ILMU DAN AHLI ILMU

MT Albina Pancasan, Kultum Romadlon 1446 H/ Maret 2025 M

Mengagungkan Ilmu


اِعْلَمْ أَنَّ طَالِبَ العِلْمِ لَا يَنَالُ العِلْمَ وَلَا يَنْتَفِعُ بِهِ إِلَّا بِتَعْظِيمِ العِلْمِ وَأَهْلِهِ، وَتَعْظِيمِ الأُسْتَاذِ وَتَوْقِيرِهِ.

Terjemahan:
Ketahuilah bahwa seorang penuntut ilmu tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan bisa mengambil manfaat darinya kecuali dengan mengagungkan ilmu, ahli ilmu, serta mengagungkan dan memuliakan gurunya.

MEMILIH ILMU, BERGURU, BERSAHABAT, DAN KETABAHAN DALAM BERILMU

MT Albina Pancasan, Kultum Romadlon 1446 H/Maret 2025 M

A.   Syarat-syarat Ilmu yang Dipilih


وَيَنْبَغِي لِطَالِبِ العِلْمِ أَنْ يَخْتَارَ مِنْ كُلِّ عِلْمٍ أَحْسَنَهُ وَمَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي أَمْرِ دِينِهِ فِي الحَالِ، ثُمَّ مَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ فِي المَآلِ.

"Bagi seorang penuntut ilmu, hendaknya memilih ilmu yang terbaik dan yang dibutuhkan untuk urusan agamanya saat ini, kemudian yang dibutuhkan untuk masa depan."


Bagi seorang pelajar, dalam memilih ilmu, hendaknya memprioritaskan ilmu yang terbaik dan yang paling dibutuhkan dalam kehidupan agamanya pada saat ini, serta yang akan dibutuhkan di masa yang akan datang. Ilmu yang dipilih harus relevan dengan kebutuhan spiritual dan praktis dalam kehidupan sehari-hari.

وَيُقَدِّمُ عِلْمَ التَّوْحِيدِ وَالمَعْرِفَةَ، وَيُعَرِّفُ اللهَ تَعَالَى بِالدَّلِيلِ، فَإِنَّ إِيمَانَ المُقَلِّدِ ـ وَإِنْ كَانَ صَحِيحًا عِنْدَنَا ـ لَكِنْ يَكُونُ آثِمًا بِتَرْكِ الاسْتِدْلَالِ

"Hendaknya mendahulukan ilmu tauhid dan ma'rifat (mengenal Allah) dengan disertai dalil. Karena iman seorang yang hanya taklid (mengikut tanpa dalil), meskipun dianggap sah menurut kita, tetap berdosa karena meninggalkan istidlal (pencarian dalil)."

Seorang penuntut ilmu harus mendahulukan mempelajari ilmu tauhid dan ma'rifatullah (mengenal Allah) dengan disertai dalil-dalil yang kuat. Meskipun iman seseorang yang hanya taklid (mengikut tanpa mengetahui dalil) dianggap sah, namun ia tetap berdosa karena meninggalkan proses pencarian dan pemahaman dalil. Oleh karena itu, penting bagi setiap muslim untuk memahami dasar-dasar keimanan dengan benar dan mendalam.


وَيَخْتَارُ العَتِيقَ دُونَ المُحْدَثَاتِ، قَالُوا: عَلَيْكُمْ بِالعَتِيقِ وَإِيَّاكُمْ وَالمُحْدَثَاتِ، وَإِيَّاكَ أَنْ تَشْتَغِلَ بِهَذَا الجِدَالِ الَّذِي ظَهَرَ بَعْدَ انْقِرَاضِ الأَكَابِرِ مِنَ العُلَمَاءِ، فَإِنَّهُ يُبْعِدُ عَنِ الفِقْهِ وَيُضِيعُ العُمْرَ وَيُورِثُ الوَحْشَةَ وَالعَدَاوَةَ، وَهُوَ مِنْ أَشْرَاطِ السَّاعَةِ وَارْتِفَاعِ العِلْمِ وَالفِقْهِ، كَذَا وَرَدَ فِي الحَدِيثِ.

"Hendaknya memilih ilmu yang klasik (murni) dan menghindari ilmu-ilmu yang baru muncul. Ulama berkata, 'Berpeganglah pada ilmu yang klasik dan jauhilah ilmu yang baru.' Janganlah engkau terjebak dalam perdebatan yang muncul setelah hilangnya ulama-ulama besar, karena hal itu akan menjauhkanmu dari pemahaman fiqh, menyia-nyiakan umur, menimbulkan permusuhan, dan termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat serta hilangnya ilmu dan fiqh, sebagaimana disebutkan dalam hadis."

Seorang penuntut ilmu hendaknya memilih ilmu yang klasik (asli dan murni) serta menghindari ilmu-ilmu yang baru muncul dan tidak memiliki dasar yang kuat. Para ulama mengingatkan, "Berpeganglah pada ilmu yang klasik dan jauhilah ilmu yang baru." Selain itu, seorang penuntut ilmu harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam perdebatan-perdebatan yang muncul setelah generasi ulama besar berlalu. Perdebatan semacam ini hanya akan menjauhkan seseorang dari pemahaman fiqh yang benar, menyia-nyiakan waktu, menimbulkan permusuhan, dan bahkan termasuk tanda-tanda datangnya hari kiamat serta hilangnya ilmu dan fiqh, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi.

Pentingnya Memilih Ilmu yang Tepat

Memilih ilmu yang tepat adalah langkah awal yang sangat penting dalam perjalanan menuntut ilmu. Ilmu yang dipilih haruslah ilmu yang bermanfaat, baik untuk kehidupan dunia maupun akhirat. Ilmu tauhid dan ma'rifatullah harus menjadi prioritas utama, karena kedua ilmu ini merupakan pondasi keimanan seorang muslim. Selain itu, ilmu yang dipilih haruslah ilmu yang telah teruji keabsahan dan kemanfaatannya, bukan ilmu yang baru muncul dan belum jelas sumber serta kebenarannya.

Menghindari Perdebatan yang Tidak Bermanfaat

Perdebatan yang tidak memiliki dasar yang kuat dan hanya muncul setelah generasi ulama besar berlalu harus dihindari. Perdebatan semacam ini tidak hanya membuang waktu, tetapi juga dapat menimbulkan permusuhan dan perpecahan di antara umat Islam. Sebagai penuntut ilmu, kita harus fokus pada ilmu yang mendatangkan manfaat dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan terjebak dalam hal-hal yang justru menjauhkan kita dari tujuan utama menuntut ilmu.

Kesimpulan

Dalam menuntut ilmu, seorang muslim harus cerdas dalam memilih ilmu yang akan dipelajari. Prioritas utama adalah ilmu tauhid dan ma'rifatullah, yang disertai dengan dalil-dalil yang kuat. Selain itu, ilmu yang dipilih haruslah ilmu yang klasik dan telah teruji keabsahannya, bukan ilmu yang baru muncul dan belum jelas sumbernya. Hindari perdebatan yang tidak bermanfaat, karena hal itu hanya akan menyia-nyiakan waktu dan menimbulkan permusuhan. Dengan memilih ilmu yang tepat, kita akan lebih mudah mencapai tujuan utama menuntut ilmu, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dan meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.

BERSANDARLAH PADA ALLAH, JANGAN PADA AMAL

 

MT Albina Pancasan, Kultum Romadlon 1446 H/ Maret 2025 M

 

مِنْ عَلاَ مَةِ اْلاِعْتِمَادِ عَلَى الْعَمَلِ، نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُودِ الزَّلَلِ

"Di antara tanda-tanda orang yang senantiasa bersandar kepada amal-amalnya adalah kurangnya ar-raja' (rasa harap kepada rahmat Allah) ketika menghadapi kegagalan atau kesalahan."

Syarah (Penjelasan):

Ar-raja' adalah istilah khusus dalam terminologi agama Islam yang bermakna pengharapan kepada Allah Ta'ala. Pasal pertama dari kitab Al-Hikam ini bukan ditujukan kepada seseorang yang sedang berbuat salah, gagal, atau melakukan dosa. Sebab, ar-raja' lebih menggambarkan sifat orang-orang yang senantiasa mengharapkan kedekatan dengan Allah, untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada-Nya.

Kalimat "wujuudi zalal" berarti segala wujud yang akan hancur, yaitu alam fana. Ini menunjukkan seseorang yang hidup di dunia dan masih terikat oleh hawa nafsu serta syahwat. Semua itu adalah wujud al-zalal, wujud yang akan musnah. Seorang mukmin yang kuat tauhidnya, meskipun masih hidup di dunia dan terikat pada segala wujud yang fana, namun harapannya tetap semata kepada Allah Ta'ala.

Seorang mukmin yang kuat tauhidnya dan imannya, meskipun hidup di dunia dan terikat pada segala sesuatu yang fana, tetap menjadikan harapannya hanya kepada Allah Ta'ala. Jika kita berharap akan rahmat-Nya, maka kita tidak akan menggantungkan harapan pada amal-amal kita, baik itu amal yang besar maupun kecil.

Hal yang paling berharga dalam perjalanan spiritual (suluk) adalah hati, yaitu apa yang dicarinya dalam hidup. Dunia ini akan menguji sejauh mana kualitas ar-raja' (harapan) kita kepada Allah Ta'ala.

Rasulullah saw. bersabda:
"Tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya."
Para sahabat bertanya, "Sekalipun engkau wahai Rasulullah?"
Beliau menjawab, "Sekalipun saya, hanya saja Allah telah memberikan rahmat kepadaku."

(H.R. Bukhari dan Muslim)

Orang yang melakukan amal ibadah pasti memiliki pengharapan kepada Allah, meminta kepada-Nya agar harapannya dikabulkan. Namun, jangan sampai seseorang bergantung pada amalnya, karena hakikatnya yang menggerakkan amal ibadah adalah Allah. Sehingga, jika terjadi kesalahan seperti terlanjur melakukan maksiat atau meninggalkan ibadah rutinnya, ia tidak boleh merasa putus asa dan berkurang pengharapannya kepada Allah. Jika pengharapan kepada rahmat Allah berkurang, maka amalnya pun akan berkurang dan akhirnya berhenti beramal.

Sebenarnya, dalam beramal, semuanya dikehendaki dan dijalankan oleh Allah. Sedangkan diri kita hanyalah sebagai media berlakunya Qudrat (kekuasaan) Allah.

Kalimat "Laa ilaha illallah" (Tidak ada Tuhan selain Allah) mengandung makna bahwa tidak ada tempat bersandar, berlindung, atau berharap kecuali Allah. Tidak ada yang menghidupkan dan mematikan, tidak ada yang memberi dan menolak kecuali Allah.

Pada dasarnya, syariat menyuruh kita untuk berusaha dan beramal. Namun, hakikat syariat melarang kita untuk menyandarkan diri pada amal dan usaha itu, supaya kita tetap bersandar pada karunia dan rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Jika kita dilarang menyekutukan Allah dengan berhala, batu, kayu, pohon, kuburan, binatang, atau manusia, maka janganlah kita menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri. Jangan sampai kita merasa sudah cukup kuat untuk berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat, taufik, hidayah, dan karunia-Nya.

Kesimpulan:

Sebaik-baiknya hidup adalah hidup yang sehat. Sebaik-baiknya sehat adalah yang digunakan untuk beramal. Sebaik-baiknya beramal adalah beribadah kepada Allah. Sebaik-baiknya beribadah adalah melaksanakan rukun Islam dan senantiasa berdzikir kepada Allah SWT. Dan sebaik-baiknya berdzikir adalah dilakukan di majelis dzikir.

Dengan demikian, marilah kita senantiasa bersandar hanya kepada Allah, bukan pada amal kita sendiri. Karena segala sesuatu terjadi atas kehendak dan kuasa-Nya. Semoga kita senantiasa diberikan kekuatan untuk tetap berharap hanya kepada rahmat dan karunia Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Keutamaan Puasa dan Ampunan dari Allah SWT

MT Albina Pancasan, Kultum Romadlon 1446 H/ Maret 2025 M

Puasa, khususnya puasa di bulan Ramadhan, merupakan ibadah yang memiliki keutamaan luar biasa dalam Islam. Salah satu keutamaannya adalah pengampunan dosa-dosa yang telah lalu, sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari:

عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِ.
(HR Al-Bukhari)

Artinya:
"Dari Nabi SAW, beliau bersabda: 'Barangsiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar karena iman dan mengharap ridha Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Dan barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ridha Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.'"

Makna dan Kandungan Hadis

  1. Pengampunan Dosa
    Hadis ini menegaskan bahwa puasa Ramadhan yang dilakukan dengan penuh keimanan dan keikhlasan (ihtisab) akan menghapus dosa-dosa yang telah lalu. Ini menunjukkan betapa besar kasih sayang Allah SWT kepada hamba-Nya yang bersungguh-sungguh dalam beribadah.
  2. Syarat Pengampunan Dosa
    Pengampunan dosa ini tidak otomatis diberikan, melainkan dengan dua syarat utama:
    • Iman: Melakukan puasa dengan keyakinan bahwa puasa adalah perintah Allah dan bagian dari ibadah yang wajib.
    • Ihtisab: Mengharap ridha Allah semata, bukan karena pujian atau pengakuan dari manusia.
  3. Kesempatan Emas di Bulan Ramadhan
    Puasa Ramadhan dan menghidupkan malam Lailatul Qadar adalah dua ibadah yang saling melengkapi. Keduanya menjadi sarana untuk meraih ampunan Allah SWT. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk memanfaatkan bulan Ramadhan sebaik mungkin dengan memperbanyak ibadah dan amal kebaikan.

Keutamaan dan Manfaat Puasa Menurut Syekh Wahbah Az-Zuhaili

Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab At-Tafsirul Munir menjelaskan bahwa puasa memiliki sembilan keutamaan dan manfaat bagi manusia, di antaranya:

  1. Penyucian Jiwa
    Puasa membersihkan jiwa dari kotoran dosa dan sifat-sifat buruk, sehingga hati menjadi lebih bersih dan tenang.
  2. Mendatangkan Keridhaan Allah
    Puasa yang dilakukan dengan ikhlas akan mendatangkan ridha Allah SWT, yang merupakan tujuan utama setiap ibadah.
  3. Mendidik Rasa Takut kepada Allah
    Puasa mengajarkan kita untuk selalu merasa diawasi oleh Allah, baik dalam keadaan sepi maupun ramai.
  4. Melatih Kesabaran dan Ketahanan
    Puasa melatih kita untuk bersabar dalam menghadapi godaan dan kesulitan, baik fisik maupun emosional.
  5. Meredakan Syahwat
    Puasa membantu mengendalikan syahwat dan mengembalikannya ke batas normal, sehingga jiwa menjadi lebih tenang dan terkendali.
  6. Menumbuhkan Rasa Empati dan Kasih Sayang
    Puasa mengajarkan kita untuk merasakan penderitaan orang lain, terutama mereka yang kurang beruntung, sehingga mendorong kita untuk lebih dermawan.
  7. Mewujudkan Kesetaraan
    Puasa menciptakan kesetaraan antara orang kaya dan miskin, karena semua orang menjalankan kewajiban yang sama tanpa memandang status sosial.
  8. Membiasakan Kedisiplinan
    Puasa melatih kita untuk disiplin dalam mengatur waktu, terutama antara sahur dan berbuka.
  1. Menyehatkan Tubuh

  2. Puasa memberikan manfaat fisik, seperti membersihkan tubuh dari racun, menyegarkan organ-organ tubuh, dan meningkatkan daya ingat.

 

Penjelasan Prof. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah

Prof. M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa redaksi dalam Surat Al-Baqarah ayat 183 tidak menyebutkan secara eksplisit siapa yang mewajibkan puasa. Hal ini mengisyaratkan bahwa puasa adalah sesuatu yang sangat penting dan bermanfaat bagi manusia. Bahkan, seandainya bukan Allah yang mewajibkannya, manusia sendiri akan mewajibkan puasa atas dirinya karena manfaatnya yang besar.

Puasa (shiyam) pada dasarnya adalah menahan diri, bukan hanya dari makan dan minum, tetapi juga dari segala hal yang dapat mengurangi nilai ibadah tersebut. Ini menunjukkan bahwa puasa memiliki dimensi spiritual dan moral yang mendalam.

Pesan Moral dan Spiritual

  1. Memanfaatkan Bulan Ramadhan


Bulan Ramadhan adalah kesempatan emas untuk meraih ampunan Allah dan meningkatkan kualitas ibadah. Kita harus memanfaatkannya dengan memperbanyak puasa, shalat malam, sedekah, dan amal kebaikan lainnya.

  1. Menjaga Keikhlasan

  2. Keikhlasan adalah kunci diterimanya amal ibadah. Puasa harus dilakukan semata-mata karena Allah, bukan karena pujian atau pengakuan dari manusia.
  1. Mengambil Hikmah dari Puasa

Puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tetapi juga melatih kesabaran, empati, dan kedisiplinan. Nilai-nilai ini harus kita bawa dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan

Puasa Ramadhan adalah ibadah yang penuh keutamaan, mulai dari pengampunan dosa hingga manfaat spiritual dan fisik. Dengan memahami keutamaan ini, kita diharapkan dapat lebih bersemangat dalam menjalankan puasa dan memanfaatkan bulan Ramadhan sebaik mungkin. Semoga kita termasuk orang-orang yang meraih ampunan Allah dan keberkahan di bulan suci ini.

Wallahu a'lam. 

Tiga Kado Istimewa di Bulan Ramadhan: Rahmat, Ampunan, dan Masuk Surga

MT Albina Pancasan, Kultum Romadlon 1446 H/ Maret 2025 M

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan keberkahan dan keutamaan. Di antara keistimewaan yang ditawarkan oleh bulan suci ini adalah tiga kado istimewa dari Allah SWT, yaitu rahmat (kasih sayang Allah), ampunan (maghfirah), dan masuk surga. Ketiga hal ini menjadi tujuan utama setiap Muslim dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Mari kita bahas satu per satu.

 

Ramadhan sebagai Bulan Rahmat

Mendapatkan rahmat atau kasih sayang Allah adalah sesuatu yang sangat penting dan harus diupayakan oleh setiap Muslim. Rahmat Allah memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan seorang hamba, terutama di akhirat kelak. Bisa saja seseorang rajin beribadah, taat, dan melakukan banyak amal kebaikan, namun jika tidak mendapatkan rahmat Allah, semua amalnya bisa menjadi sia-sia. Na’udzubillah min dzalik.

Sebagai gambaran betapa besarnya rahmat Allah, ada sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak. Kisah ini menceritakan tentang seorang hamba yang beribadah selama 500 tahun, namun ia masuk surga bukan karena ibadahnya, melainkan karena rahmat Allah. Berikut ringkasan kisahnya:

Suatu hari, Malaikat Jibril bercerita kepada Nabi Muhammad SAW, “Wahai Muhammad, demi Allah yang telah mengutusmu sebagai nabi, ada seorang hamba Allah yang ahli ibadah. Ia hidup dan beribadah selama 500 tahun di atas gunung.”

Singkat cerita, hamba tersebut memohon kepada Allah agar mencabut nyawanya dalam keadaan sujud dan jasadnya tetap utuh hingga hari kiamat. Doanya dikabulkan. Ketika tiba di akhirat, Allah berfirman kepadanya, “Wahai hamba-Ku, engkau Kumasukkan ke surga berkat rahmat-Ku.”

Hamba itu pun protes. Ia mengira bahwa ibadahnya selama 500 tahunlah yang membuatnya layak masuk surga. Namun, setelah dihitung, ternyata bobot rahmat Allah jauh lebih besar daripada amal ibadahnya. Allah kemudian memerintahkan malaikat untuk memasukkannya ke neraka. Namun, sebelum hal itu terjadi, hamba tersebut akhirnya mengakui bahwa rahmat Allah-lah yang lebih besar dan membuatnya layak masuk surga. Akhirnya, ia pun tidak jadi dimasukkan ke neraka. (Abul Laits as-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, h. 63).

Kisah ini diperkuat oleh sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Hasan dan dicatat oleh Abul Laits as-Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin:

 

بُدَلَاءُ أُمَّتِي لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِكَثْرَةِ صَلَاةٍ وَلَا صِيَامٍ، وَلَكِنْ يَرْحَمُهُمُ اللَّهُ تَعَالَى بِسَلَامَةِ الصُّدُورِ، وَسَخَاوَةِ النَّفْسِ، وَالرَّحْمَةِ لِجَمِيعِ الْمُسْلِمِينَ

  

Artinya: “Para wali abdal dari umatku tidak masuk surga karena banyaknya shalat dan puasa, melainkan karena Allah merahmati mereka sebab hati yang bersih, jiwa yang dermawan, dan menyayangi setiap Muslim.” (Abul Laits as-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, 2016: h. 63).

 

Dari kisah dan hadits di atas, kita dapat mengambil pelajaran bahwa rahmat Allah adalah kunci utama untuk meraih surga. Namun, bukan berarti kita menomorduakan ibadah. Justru, dengan ibadah yang ikhlas dan hati yang bersih, kita berusaha mendekatkan diri kepada Allah agar layak mendapatkan rahmat-Nya.

 

Ramadhan sebagai Bulan Ampunan

Ramadhan juga dikenal sebagai bulan penuh ampunan. Setiap Muslim tentu ingin mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Oleh karena itu, salah satu doa yang dianjurkan untuk dibaca selama bulan Ramadhan adalah:

 

اَللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فاَعْفُ عَنَّا 

Artinya: “Wahai Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Mulia, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku.”

Doa ini sangat dianjurkan untuk dibaca, terutama pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, yang merupakan waktu potensial terjadinya malam Lailatul Qadar. Namun, karena malam Lailatul Qadar bisa terjadi kapan saja selama Ramadhan, doa ini juga baik dibaca sepanjang bulan suci ini. (Abu Ishaq as-Syairazi, at-Tanbih fi Fiqhisy Syafi’i, juz I, h. 67).

Dengan memperbanyak memohon ampunan, kita berharap dosa-dosa kita diampuni oleh Allah SWT. Ramadhan adalah kesempatan emas untuk membersihkan diri dari segala kesalahan dan memulai lembaran baru sebagai hamba yang lebih baik.

 

Ramadhan sebagai Bulan Meraih Surga

Selain rahmat dan ampunan, Ramadhan juga merupakan bulan di mana Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup rapat-rapat pintu neraka. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadits:

 

إِذَا جَاءَ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنَ

 

Artinya: “Ketika Ramadhan tiba, dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka, dan setan pun dibelenggu.” (HR. Muslim).

Syekh ‘Izzuddin bin Abdissalam menjelaskan bahwa “dibukanya pintu surga” adalah simbol imbauan bagi umat Muslim untuk memperbanyak amal ibadah, sementara “dibelenggunya setan” adalah simbol untuk mencegah diri dari perbuatan maksiat. (Maqashidush Shaum, 1922: 12).

Artinya, Ramadhan adalah kesempatan emas untuk meraih surga dengan memperbanyak ibadah dan menjauhi segala bentuk kemaksiatan. Dengan demikian, kita bisa memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa.

 

Penutup

Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan rahmat, ampunan, dan kesempatan untuk meraih surga. Marilah kita manfaatkan bulan suci ini dengan sebaik-baiknya. Perbanyaklah ibadah, jaga hati dan pikiran agar tetap bersih, serta hindari segala perbuatan yang dapat mengurangi pahala puasa kita. Semoga Ramadhan tahun ini menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya, dan kita semua bisa meraih rahmat, ampunan, serta surga Allah SWT. Wallahu a’lam.

Selamat menjalankan ibadah puasa!