Kamis, 06 Maret 2025

Puasa dan Penciptaan Akal serta Nafsu

 

 

MT Albina Pancasan, Kultum Romadlon 1446/ Maret 2025

Puasa disyariatkan oleh Allah SWT sebagai salah satu ibadah utama dalam Islam. Salah satu hikmah di balik pensyariatan puasa adalah terkait dengan penciptaan akal dan nafsu, dua entitas yang memiliki sifat dan karakteristik berbeda. Melalui puasa, manusia diajarkan untuk mengendalikan nafsunya dengan menggunakan akal, sehingga dapat mencapai derajat ketakwaan yang tinggi.

 

1. Akal: Entitas yang Mulia

Akal adalah anugerah Allah yang sangat mulia. Akal diberikan kepada manusia sebagai alat untuk memahami, berpikir, dan membedakan antara yang baik dan buruk. Dalam sebuah riwayat, diceritakan bahwa Allah SWT menciptakan akal dan memerintahkannya untuk datang. Akal pun segera mematuhi perintah tersebut. Kemudian, Allah bertanya kepada akal:

مَنْ أَنْتَ وَمَنْ أَنَا؟

Artinya: “Siapa kamu dan siapakah Aku?”

Akal menjawab:

أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ الضَّعِيفُ

Artinya: “Engkau adalah Tuhanku, dan aku adalah hamba-Mu yang lemah.”

Mendengar jawaban ini, Allah berfirman:

مَا خَلَقْتُ خَلْقًا أَكْرَمَ عَلَيَّ مِنْكَ

Artinya: “Aku tidak menciptakan sesuatu yang lebih mulia daripada kamu.”

Kisah ini menggambarkan betapa mulianya akal di sisi Allah. Akal adalah alat yang memungkinkan manusia untuk mengenal Tuhannya, memahami syariat-Nya, dan menjalankan perintah-Nya dengan penuh kesadaran.

 

2. Nafsu: Entitas yang Harus Dikendalikan

Berbeda dengan akal, nafsu memiliki kecenderungan untuk melawan dan sulit dikendalikan. Dalam riwayat yang sama, diceritakan bahwa Allah SWT menciptakan nafsu dan memerintahkannya untuk datang. Namun, nafsu tidak merespons. Ketika Allah bertanya:

مَنْ أَنْتَ وَمَنْ أَنَا؟

Artinya: “Siapa kamu dan siapakah Aku?”

Nafsu menjawab:

أَنْتَ أَنْتَ وَأَنَا أَنَا

Artinya: “Kamu adalah Kamu, dan aku adalah aku.”

Karena jawaban ini, Allah melemparkan nafsu ke Neraka Jahanam selama 100 tahun. Setelah itu, Allah mengulangi pertanyaan yang sama, tetapi nafsu tetap menjawab dengan jawaban yang sama. Allah kemudian menyiksa nafsu dengan rasa lapar selama 100 tahun. Baru setelah itu, nafsu akhirnya mengakui:

أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ

Artinya: “Engkau adalah Tuhanku, dan aku adalah hamba-Mu.”

Kisah ini menunjukkan bahwa nafsu memiliki kecenderungan untuk membangkang dan sulit dikendalikan. Namun, dengan latihan dan pengendalian diri, seperti melalui ibadah puasa, nafsu dapat ditundukkan dan diarahkan kepada ketaatan.

 

Hikmah Puasa dalam Mengendalikan Nafsu

Puasa adalah ibadah yang secara khusus melatih manusia untuk mengendalikan nafsunya. Dengan menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari, manusia belajar untuk mengendalikan keinginan jasmaninya dan lebih mengutamakan ketaatan kepada Allah.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan utama puasa adalah untuk mencapai ketakwaan, yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dari godaan nafsu dan senantiasa taat kepada Allah.

Rasulullah SAW juga bersabda dalam sebuah hadits:

 

الصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ

 

Artinya: “Puasa adalah perisai. Apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa, janganlah ia berkata kotor dan berteriak-teriak. Jika ada orang yang mencacinya atau memeranginya, hendaklah ia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menunjukkan bahwa puasa tidak hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga dari perbuatan dan perkataan yang tidak baik. Dengan demikian, puasa melatih manusia untuk mengendalikan nafsu dan meningkatkan kualitas akhlaknya.

 

Penutup

Puasa adalah ibadah yang memiliki hikmah sangat dalam, terutama dalam kaitannya dengan penciptaan akal dan nafsu. Akal adalah anugerah mulia yang memungkinkan manusia untuk mengenal Tuhannya, sementara nafsu adalah entitas yang harus dikendalikan agar tidak menjerumuskan manusia ke dalam kesesatan. Melalui puasa, manusia diajarkan untuk menggunakan akalnya dalam mengendalikan nafsunya, sehingga dapat mencapai derajat ketakwaan yang tinggi.

Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari ibadah puasa dan senantiasa berusaha untuk mengendalikan nafsu dengan akal yang telah Allah karuniakan. Aamiin.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.