MT Albina Pancasan, Kultum Romadlon 1446/ Maret 2025
Puasa disyariatkan oleh Allah SWT sebagai salah satu ibadah
utama dalam Islam. Salah satu hikmah di balik pensyariatan puasa adalah terkait
dengan penciptaan akal dan nafsu, dua entitas yang
memiliki sifat dan karakteristik berbeda. Melalui puasa, manusia diajarkan
untuk mengendalikan nafsunya dengan menggunakan akal, sehingga dapat mencapai
derajat ketakwaan yang tinggi.
1. Akal: Entitas yang Mulia
Akal adalah anugerah Allah yang sangat mulia. Akal diberikan
kepada manusia sebagai alat untuk memahami, berpikir, dan membedakan antara
yang baik dan buruk. Dalam sebuah riwayat, diceritakan bahwa Allah SWT
menciptakan akal dan memerintahkannya untuk datang. Akal pun segera mematuhi
perintah tersebut. Kemudian, Allah bertanya kepada akal:
مَنْ أَنْتَ وَمَنْ أَنَا؟
Artinya: “Siapa kamu dan siapakah Aku?”
Akal menjawab:
أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ الضَّعِيفُ
Artinya: “Engkau adalah Tuhanku, dan aku adalah
hamba-Mu yang lemah.”
Mendengar jawaban ini, Allah berfirman:
مَا خَلَقْتُ خَلْقًا أَكْرَمَ عَلَيَّ مِنْكَ
Artinya: “Aku tidak menciptakan sesuatu yang lebih
mulia daripada kamu.”
Kisah ini menggambarkan betapa mulianya akal di sisi Allah.
Akal adalah alat yang memungkinkan manusia untuk mengenal Tuhannya, memahami
syariat-Nya, dan menjalankan perintah-Nya dengan penuh kesadaran.
2. Nafsu: Entitas yang Harus Dikendalikan
Berbeda dengan akal, nafsu memiliki kecenderungan untuk
melawan dan sulit dikendalikan. Dalam riwayat yang sama, diceritakan bahwa
Allah SWT menciptakan nafsu dan memerintahkannya untuk datang. Namun, nafsu
tidak merespons. Ketika Allah bertanya:
مَنْ أَنْتَ وَمَنْ أَنَا؟
Artinya: “Siapa kamu dan siapakah Aku?”
Nafsu menjawab:
أَنْتَ أَنْتَ وَأَنَا أَنَا
Artinya: “Kamu adalah Kamu, dan aku adalah aku.”
Karena jawaban ini, Allah melemparkan nafsu ke Neraka
Jahanam selama 100 tahun. Setelah itu, Allah mengulangi pertanyaan yang sama,
tetapi nafsu tetap menjawab dengan jawaban yang sama. Allah kemudian menyiksa
nafsu dengan rasa lapar selama 100 tahun. Baru setelah itu, nafsu akhirnya
mengakui:
أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ
Artinya: “Engkau adalah Tuhanku, dan aku adalah
hamba-Mu.”
Kisah ini menunjukkan bahwa nafsu memiliki kecenderungan
untuk membangkang dan sulit dikendalikan. Namun, dengan latihan dan
pengendalian diri, seperti melalui ibadah puasa, nafsu dapat ditundukkan dan
diarahkan kepada ketaatan.
Hikmah Puasa dalam Mengendalikan Nafsu
Puasa adalah ibadah yang secara khusus melatih manusia untuk
mengendalikan nafsunya. Dengan menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang
membatalkan puasa dari terbit fajar hingga terbenam matahari, manusia belajar
untuk mengendalikan keinginan jasmaninya dan lebih mengutamakan ketaatan kepada
Allah.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).
Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan utama puasa adalah untuk
mencapai ketakwaan, yaitu kemampuan untuk mengendalikan diri dari godaan nafsu
dan senantiasa taat kepada Allah.
Rasulullah SAW juga bersabda dalam sebuah hadits:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ
فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ
إِنِّي صَائِمٌ
Artinya: “Puasa adalah perisai. Apabila salah
seorang dari kalian sedang berpuasa, janganlah ia berkata kotor dan
berteriak-teriak. Jika ada orang yang mencacinya atau memeranginya, hendaklah
ia mengatakan, ‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’” (HR. Bukhari dan
Muslim).
Hadits ini menunjukkan bahwa puasa tidak hanya menahan diri
dari makan dan minum, tetapi juga dari perbuatan dan perkataan yang tidak baik.
Dengan demikian, puasa melatih manusia untuk mengendalikan nafsu dan
meningkatkan kualitas akhlaknya.
Penutup
Puasa adalah ibadah yang memiliki hikmah sangat dalam,
terutama dalam kaitannya dengan penciptaan akal dan nafsu. Akal adalah anugerah
mulia yang memungkinkan manusia untuk mengenal Tuhannya, sementara nafsu adalah
entitas yang harus dikendalikan agar tidak menjerumuskan manusia ke dalam
kesesatan. Melalui puasa, manusia diajarkan untuk menggunakan akalnya dalam
mengendalikan nafsunya, sehingga dapat mencapai derajat ketakwaan yang tinggi.
Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari ibadah puasa
dan senantiasa berusaha untuk mengendalikan nafsu dengan akal yang telah Allah
karuniakan. Aamiin.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.