Jumat, 27 Januari 2012

AKU ANAK SIAPA ?

 

Aku kasihan sama abah. Sepulangnya merntau dari negri seberang, Brunei Darrussalam langsung memutuskan tidak kembali lagi ke negeri Islam Beraja. Abah melihat kondisi aku yang waktu itu sangat memprihatinkan. Belum genap umur setengah tahun harus pulang pergi opname di rumah sakit Margono Purwokerto.





Terlebih lagi ketika abah melihat secara langsung aku dinjeksi tangan atau kakiku untuk memasang selang infus. Kedua tangan atau kakiku telah penuh dengan sisa sisa injeksi. Miris abah ketika melihat aku mengerang lesakitan. Perawat yang sedang praktek lapangan dengan perasaan grogi menyuntikkan jarum mencari urat vena yang akan dimasuki jarum infus. Sekali dua tak jadi. Pindah dari tangan ke kaki seperti tak pedulikan aku yang mengerang kesakitan. Abah meradang memprotes suster praktek lapangan yang tak juga mendapatkan apa yang dicarinya.
"Mba anakku bukan kelinci percobaan. Ngga melihat apa anak banger kesakitan?" Abah tak bisa lagi mampu mengendalikan kemarahan ketika suster yang praktek lapangan itu tak kunjung mendapatkan tempat untuk memasukkan cairan infus.

Bintang

Bintang jatuh tergeletak
Di kamar aster
Dukanya membasahi malam
Dalam baring kadang pijar nyalanya
Menerangi jiwa
Menghadirkan senyum masa depan
Mulai fajar
Meski sisa sisa injeksi di tangan
Dan kaki sering meneteskan luka
Kami tetap satukan asa dan doa
Sampai bintang menyala terang
Menyatukan siang
Di jiwa kami berdua

Pwt-Bsb, Oktober 1997

Semestinya rumah tangga yang baru seumur jagung , seperti keluargaku masih sangat membutuhkan pendanaan. Dengan bekerja di negri seberang sangat berbeda dengan di negri sendiri. Meskipun kerja di luar negripun tidak semua bisa diandalkan.
Pasca operasi hidrosopalus. Aku nasih perlu opnam sampai dua kali. Biaya opnam sangatlah tidak murah. Meskipun begitu abah merelakan untuk cuti dari pekerjaan sampai aku pulang dari rumah sakit.

Bandar Seri Begawan - Jakarta

Penerbangan antara bandar seri begawan
Jakarta
Mengantar gelisah awan
Bandar seri begawan - jakarta
Membawa pada segumpal hati
Menelungkup lesu di ranjang

BSB-Jakarta, Sept. 1997

Dihari ibu kali ini, seperti hari ibu di tahun-tahun sebelumnya. Terahir aku bertemu dengan ibu kandungku sendiri sudah sekitar satu tahun lebih.
Dan Sepuluh tahun lebih aku hidup seperti seorag anak yang tak memiliki ibu. Ibuku tak pernah menjengukku. Pernah! Itupun karena ada yang membuat ibu harus datang. Seingat saya cuma dua kali sejak tiga belas tahun yang lalu. Ketika aku di rumah sakit Margono, operasi kepala yanqg terahir. Dan satu lagi saat Allahumarham Mbah Zaenudin Muhtar meninggal. Jangankan sudi tuk meniengukku, selama kami pisah belum pernah menanyakan kabarku / salam lewat orang atauppun telpun. Selebihnya aku sendiri yangg datang ke rumah ibu.
Jaraknya ke rumah ibu dapat dijangkau dengan kendaraan umum paling lama satu jam. Aku menjenguknya pun tidak mesti dalam setahun sekali.

Aku dan ayahku seringkali berharap kalau ibuku sekali sekala datang menjengukku atau setidaknya menanyakan keadaanku. Tapi satu dua bulan berjalan, setahun dua tahun berganti jangankan menjengukku menanyakan keadaanku saja belum pernah ada orang yang dititipi salam. Demikian juga keluarga besar ibu setali tiga uang.

Di hari ibu aku bertanya, "anak siapakah aku?" (Abah-arul.blogspot.com)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.