Ada orang yang hidupnya selalu “berat sebelah”. Badannya sehat, tapi hatinya sesak. Ada pula yang rajin ikut pengajian, tapi lupa olahraga — akhirnya imannya kuat, tapi lututnya lemah. Keseimbangan, rupanya, bukan cuma urusan yoga atau diet, tapi juga urusan spiritual dan takdir.
Allah, Sang Maha Pencipta, sudah membuat sistem alam semesta
yang rapi — bahkan lebih rapi dari jadwal upload YouTuber motivasi. Dari
peredaran planet sampai perbandingan kadar garam dalam darah, semua diatur
presisi. Begitu satu unsur miring sedikit saja, tubuh langsung protes. Tapi
anehnya, kalau hati sudah miring — misalnya miring ke iri, dengki, atau
komentar pedas di media sosial — kita malah santai aja, seolah itu bagian dari
“gaya hidup digital”.
Padahal, hati juga butuh gizi. Kalau tubuh perlu nasi dan
sayur, maka hati perlu zikir dan sabar. Jangan heran kalau hidup terasa hambar
— bisa jadi bukan karena kurang micin, tapi karena kurang syukur. Allah sudah
kasih “menu lengkap” lewat Asmaul Husna: ada As-Sabur buat yang lagi macet,
Al-Fattah buat yang lagi buntu, dan Ar-Razzaq buat yang dompetnya tipis tapi
gengsinya tebal.
Namun sayangnya, banyak dari kita sibuk kejar rezeki tapi
lupa maknanya. Kita kejar uang, tapi lupa menenangkan hati. Jadinya seperti
mesin motor yang mesinnya kinclong tapi bannya kempes — kelihatan gagah, tapi
nggak bisa jalan jauh. Dan begitu jiwa mulai aus, kita malah isi dengan keluhan
dan prasangka buruk. Ibarat motor mogok tapi masih dipaksa ngebut, yang keluar
bukan kecepatan, tapi asap dan drama.
Allah sebenarnya sudah kasih petunjuk: “Ingatlah, hanya
dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28). Tapi banyak
yang baca ayat itu cuma saat lomba MTQ — begitu lomba selesai, zikirnya ikut
cuti tahunan.
Manusia sering ingin melawan hukum alam, padahal hasilnya
pasti kocak. Contohnya, mencoba makan lewat telinga atau selfie pakai kamera
belakang — usaha keras tapi tak sesuai fungsi. Begitulah kira-kira orang yang
hidupnya melawan takdir: capek sendiri, hasil nihil.
Jadi, sebelum hidup kita terasa seperti WiFi lemah tapi
penuh notifikasi, mari kita sinkronkan lagi antara lahir dan batin. Raga diberi
makanan halal dan bergizi, jiwa diberi iman dan akhlak mulia. Kalau dua-duanya
seimbang, insyaAllah hidup tak lagi seperti motor ngebul — tapi seperti
kendaraan rohani yang mesinnya halus, bannya kuat, dan GPS-nya selalu mengarah
ke surga. π
abah-arul.blogspot.com., Oktober 2025