SAJAK YANG KAU LIPAT
sebaiknya engkau tahu
gelombang jalan dan laku kehidupan
mengisukan gerak
membahasakan masa depan
hidup ini adalah sajak
sajak yang kau lipat
katika kau buka lipatan
butiran butiran penyesalan
telah membatu
Rembang, Februari 1996
AKU INGIN
aku ingin membasahi tubuhmu
dengan tetesan cinta lapuk oleh usia
musim seribu kali berganti
tumbuhkan tunas tunas di rahim bumi
permata hati anak anak kehidupan
pembawa risalah kenabian
selama ini aku hanya bisa membasahi
tanah air yang sering kena banjir
Rembang , 1996
HIDUP DAN MATI
kunyalakan api cinta
sedang sedang saja
gadis di balik tabir
belum kenal betul siapa
tapi cintaku padaMu Tuhan
hidup dan matiku
tlah kutambatkan
di kisi kisi langitMu
namun bagai angin
lolongan menjerat leher
Kau diamkan saja
Rembang, Februari 1996
RINDU PERTAPA
pandangan mata bulan
mata tak lagi mampu menatap
pancaran gairah singa betina
mempermainkan lidah
menggetarkan bulu roma
tapak tapak menerbangkan debu
dam dam terpana diam
bulan bulat bundar anggun bersandar
di balik jendela
mendaulat mata rindu pertapa
Rembang, januari 1996
DI BALIK WAJAH TUHAN
di balik kecantikan wajahnya
aku ingin jadi bulan
dicari banyak orang dan rukoyat
sebagai ayat ayat kehadiran
bulan penuh rahmat
didamba para mudzakir
di malam lailatul qodar
penentu mula kemeriahan
anak anak menikmati lebaran
tapi diam diam di balik kecantikan
wajahnya
kucabik cabik parasnya
dengan pisau pisau kefakiran
dalam sayat sayatnya aku berharap
mejadi bagian yang tak terpisahkan
dari wajah Tuhan
Rembang, Januari 1996
CINTA BERTABUR PRAHARA
jangan arahkan mata panah padaku
angin dan jarak tak memungkinkan untuk itu
apalagi kau bertengger di atas bukit
dan aku tenggelam di dasar jurang
kalaupun sampai sasaran tak membuatku luka
mata panah lemah menembus dada
kecuali ada pihak ketiga
atau aku sendiri mendorongnya masuk
menembus jantung sendiri
yang merah muda warnanya
tapi apa kau tak takut
cinta bertabur prahara
dan Tuhan tak lagi mau menyapa
dengan bahasa penghuni surga
Rembang, Januari 1996
PARAKAN - WONOSOBO
sore mentari pecah
semburat kabut belang memahkotai sindoro
berkejaran bagai wayang wayang
dipermainkan dalang
mengundak tangga menggapai langit
menujuku bercengkerama akrab
seakan Tuhan begitu dekat
Wonosobo, Februari 1996
SEJAK DITUTUPNYA BUKU HARIAN
sejak ditutupnya buku harian itu
aku tak lagi menemukan pintu
rumah rumah terkunci
hotel, bioskop dan bar
sekedar tempat persinggahan
padahal sudah lama kuhentikan
petualangan
haruskah kuketuk satu persatu
pintu pintu rumah itu
sedang aku tahu sudah memiliki cinta
tersimpan rapi di almari kaca
Maret, 1996
SECANGKIR KOPI
aku mabok dalam syairmu
teracuni cinta yang kau aduk
dalam secangkir kopi pagi
kau gauli aku dengan seribu cumbu rayu
keluar dari mulut ularmu
lidah memanjang
kau pintal pintal
dan membelit tubuhmu sendiri
Maret 1996
RAHASIA ALAM
tak kutemukan air mata
setelah tak kukubangi
palung misterimu
cinta
rahasia alam
kadang keceriaan dan tawa
bisa jadi pengganjal
bagi harapan yang terhalang
tawamu sungguh menyakitkan
Maret, 1996
ANAK ANAK YANG MEMBUATKU MUAL
macet adalah kata yang harus kuwiridkan
atau konsumsi lebih dari sekali
pagi, siang, sore
sehabis atau setelah makan
macet malah dapat membuatku
nyenyak tidur di perjalanan
di mobil ber ac dan sopir pribadi
pagi ini semalam tidur nyenyak
enak juga menikmati musik
di radio sambil memandang kiri kanan
selama ini terabaikan
tapi aku mendadak mual
padahal tak nyidam
kondisi badan sehat
baru kemaren cek up
aku mual mau muntah
melihat anak anak mencari ikan
di comberan
airnya hitam pekat
dan kulit bercacar sekujur badan
Ancol, Mei 1996
SEPOTONG ROTI DAN MAKNA HIDUP
- Yth. Kuntowijoyo
sepotong roti yang kau tawarkan
telah habis tak tersisa
sebuah makna hiduppun
telah kukuliti
dan sudah semenjak lama
dijadikan baju kebesaran
tak pernah dicuci
karena tidak ingin kami telanjang
oh ya, bila masih ada
sisa roti yang ingin kau tawarkan
tak perlu repot repot
datang memberi kabar
setiap hari kami biasa mengalunkan lagu
dari pintu ke pintu
ketika perut manabuhkan bebunyian
Jakarta, Mei 1996
BAHASA SEPATU
adalah bayi
selalu menggunakan kata yang satu
sebelum bibi yang membesarkan
melafalkan kata lain
dan adalah orang dewasa
lebih suka menggunakan bahasa
sepatu larsnya
karena perasaan dan pikiran
lebih banyak digunakan
untuk membesarkan perut
dan peliharaan
Februari 1996
CINTA DIKOLONG KEHIDUPAN
cinta terbungkus udara pengab
di sela sela gubug
sisa banjir
membebani kesedihan
tapi cinta yang berdesak desakkan
dengan hiruk pikuk dunia
mesra mesra saja
saling bertepuk
ketika nyamuk ikut sibuk
Jakarta, 1996
TIDURLAH JAKARTA
aku capai meninabobokanmu
tiada malam
tiada siang
memaksaku mendendangkan
desah kehidupan
atau mengipas ngipasimu
yang selalu dalam kegerahan
Jakarta, Maret 1996
WANITA PENGIBAR CELANA
untuk apa wanita wanita
mengibarkan celana
seribu mata
seribu hati
mati diziarahi sendiri
dan malam demi malam
disetebuhi tanpa sehelai benang
terentang
“dingin adalah kehidupan”
Maret 1996
TERJEBAK KEMACETAN
cuma abang dan none
hidup penuh gemerlap
berdekat dekat dengan kemewahan
mobil mobil mainanmu
tidak saja kau jajarkan
di show room
tapi juga di jalan jalan
sepanjang tolpun
tak jarang kau sia siakan
Jakarta, 1996
DOA
susunan doa dari kepengingan logam
di tangan orang orang berjajar di rumahMu
aminnya tak pernah terucap
tapi pasti Kau dengar
rintih hati yang didendangkan
Maret 1996
PAHLAWAN
seusai huru hara
ia menggotong sendiri
catatan catatan kaki ketakutan
masa lampau
kini ia kenakan
sebagai baju kebesaran
Februari 1996
KETIKA TANPA DISADARI
ketika tanpa disadari
kelamin telah menutup muka
orang orang blingsatan
menyalahkan angka angka
katanya dipalsukan
mengutuk wartawan tidak tepat
menyampaikan laporan
para ahli dituduh mencari gosip murahan
selama ini orang diam menutup mata
ketika anak anak memindahkan meja
belajar di diskotik
juga kamar kamar hotel berbintang
orang orang kini berdemontrasi
mencari kelamin anak kembali
Mei 1996
BILA SAJA
bila saja kau yang hidup di emperan surga
punya waktu dan kesempatan
di sela sela kesibukan
cobalah sesekali mengail di kolam pemancingan
dipinggir kota yang kumuh itu
ternyata masih ada kehidupan
meskipun kutahu pasti
tak berani memakan ikan pancingan
airnya coklat kehitaman
tapi bukan berarti tak boleh mencoba
mengail untuk dipelihara di aquarium
siapa tahu lama kelamaan
ikan tak lagi terkontaminasi
racun yang kau takutkan
Ancol, Mei 196
SIANG SIANG
saat ini aku kembali kehilangan cinta
setelah apel yang kukupas
ditinggal begitu saja
dagingnya putih masak
tak lagi membangkitkan selera
siang siang begini
kedondong kayaknya enak dicoba
keburu kilatan pisau
menyayat nadi tanganku
Maret 1996
MENJAJAKAN LUKA
lama merenungi diri
aku jadi tersiksa
nangis nangis di kuburan nabi
menjajakan luka ke sana kemari
air mata kering sudah
belum juga temukan obat
penawar duka
Maret 1996
SISA MIMPI
ketika kujabat tanganmu
untuk terahir kali
sisa mimpi menggenang
jadi comberan
kalau tidak cepat cepat di keringkan
aku takut jadi sarang nyamuk mematikan
tapi genangan air di matamu
membuatku lupa
dunia ini sebatas mimpi saja
Maret 1996
KARTINI DI TAMAN KARTINI
berlatar belaian lembut ombak
diantara kesibukan nelayan
mengayuh dayung
menggelar jaring ikan
kartini kartini sibuk
di bibir pantai yang tak pernah bersih
dari kotorannya sendiri
malam malam semakin tenggelam
gairah ombak semakin bergemuruh
birahi gelombang menggelegak
mengombang ambing kusamnya perjalanan
hari hari gelap dijalani penuh keyakinan
mematut matut diri bercermin ombak
sadar suatu ketika kan terlempar
atau tenggelam
oleh dahsayatnya gelombang kehidupan
Rembang, Januari 1996
GUNUNG DI JIWAKU
Tuhan jangan Kau guncangkan
gunung di jiwaku
takut seluruh alam bergetar
batin terkapar
jangan pula Kau lempar dengan makian
bila kubuang muka memang sengaja
arah cahaya kilat tepat di depan mata
bila kupaksakan mata kan buta
dan jantung terbakar api
cinta yang terbang rendah
mencari titik landasan sementara
Rembang, Januari 1996
IJINKAN AKU BERPALING
Tuhan dosakah bila sesekali berpaling
dunia kini penuh mall
segalanya ada di sana
sudah banyak yang hanya kusapa
meskipun kuamat suka
apakah juga berdosa
salah satu mendesakku memilikinya
Tuhan dosakah bila kuberpaling
sebentar saja
pada tuhan tuhan yang Kau cipta
Rembang, Januari 1996
DI BALIK BUKIT
mentari dan rembulan berpetak umpet
di balik sebuah bukit
bersatirkan malam
semesta penuh cahaya
duniapun bergetar
ketika saling bertukar cahaya
dengan bahasa cintanya
Rembang, Januari 1996
GUS
gus gus dan ning memaksaku berpaling
pada matahari
dipagi yang terpuruk
dan malam semakin tak berarti
rama begawan bagai pewaris
tahta sejati
memaksa para punakawan merunduk
hanya di hadapan sebuah kursi
seperti birokrat
mau sowan
punakawan perlu kesabaran
menunggu kersa begawan
berjam jam menanti
kesal dan sesal harus dibuang
jauh jauh dari dalam hati
Rembang, Januari 1996
IBU
kucari bulan di gelap malam
tapi yang kutemukan cuma pelita
hampir padam
lebih dari cukup bagiku
sinar yang berkedap kedip itu
selama ini hanya gelap
menenggelamkan hidup
tak sia siakan waktu
kulantunkan lagu puja
dan doa beraminkan cahaya pelita
tanpa terasa air mata
menenggelamkan jiwa
Rembang, Januari 1996
BERTOPANG PADA MUSIM
anginlah yang membuatku di sini
karena angin pula aku pergi
hidup bertopang pada musim
cinta membuat kita intim
Rembang, Februari 1996
PERCAKAPN TIBA TIBA BERHENTI
“mengapa cinta kau sembunyikan?”
percakapan tiba tiba berhenti
menggenapkan keheningan
orang orang memunggungi kehidupan
dan terus menerus mengeringkan
sapu tangan
Rembang, Februari 1996
MEMILIH SENDIRI
engkau memilih sendiri
berjalan ke arah sepi gunung
dunia bising mesin
pencetak manusia haus waktu
tak mau kehilangan detik
engkau tetap memilih sendiri
menanti kehidupan abadi
Rembang, Februari 1996
MENYIBAK DALAM OMBAK
menyibak dalam ombak
perempuan perempuan pantai kartini
nyalang menjangkau pandang
biru batas mata
pada tempurung langit
biru atau kelabukah warna baju
aku tak tahu
kulihat hanya gincu
Rembang, 1996
KAMBING KAMBING REMBAG
kambing kambing rembang
merambah dapur
mengorek sisa sisa makanan
kambing kambing rembang
masuk dalam kamar kamar
menyantap kitab kitab
dan beras santri yang tersimpan
kambing kambing rembang
bagai anjing penjaga malam
setia tidur di balai balai rumah kyai
pengganti satpam
dan pagar teralis penuh gengsi
Rembang Januari 1996
SEUSAI PERAYAAN
seusai perayaan
Tuhanpun kembali tertinggal
di halaman masjid
diantara lipatan lipatan
koran yang dijadikan sajadah
cukup sudah duduk bersimpuh
tak perlu lagi mengeluh
sekiranya dosa telah hilang
bersama keringnya peluh
tut tut komputer
roda roda mesin yang berputar
kembali pada pesan;
hidup ini abadi bila senantiasa
kita cumbui
sembari tak segan segan memunggungi
Tuhan yang tak pernah lekat di hati
Pasar Minggu, 4 Mei 1996
MENGEJA KEHIDUPAN
aku tak pernah fasih mengeja abjad sendiri
atau bercerita tentang dunia yang selalu
dalam birahi
aku iri pada anak anak dengan bahasa sekolah
begitu mudah menggores gores sejarah
melafalkan mimpi mimpi
memainkan badik dan samurai
berintifada sesama teman sendiri
aku memang tak fasih mengeja abjad sendiri
atau bercerita perihal dunia yang tak pernah
henti birahi
Pasar Minggu, 6 Mei 1996
BERITA HARI INI
kerudung putih itu
menghentikan angin berlalu
mengusap lembut wajah ayu
berita hari ini
tertulis di pintu
cinta menunggu
Pasar Minggu, 3 mei 1996
INI PUISIKU
ini puisiku, dik
awan kelam beriring badai
hempaskan rumah cinta kita
puingnya terkubur lumpur
matanya merah menyala
hentikan degup
Pasar Minggu, 5 Mei 1996
WANITA DALAM BUS
“silahkan duduk, mbak?”
aku ingin menawarkan
tapi takut dikira melecehkan
kembali membaca koran
sesekali kulirik wanita
setengah baya bercelana blue jeans
tangan penuh barang belanjaan
repot berdesak desakkan
berdiri diantara penumpang
membaca koran
tentang arti kepahlawanan wanita
dan kesetaraannya
ingin diperlakukan sama
cukup mengasikkan
tapi dari pada duduk tersiksa
sebagai manusia kupersilahkan duduk
menggantikanku
sebentar lagi turun
di jalan kartini halte berikut
Jakarta, April 1996
B ERHALA
aku tak lagi mampu merenung
menekuri hidup
angin berlalu bagai detik
memacu langkah langkah
seakan tiada hak istirah
meski sejenak
memintal tali langit
tuk menggapai keabadian
di antara sisa ampas kota
tak mungkin di daur ulang
langkah langkah manusia bagai detik
kembali ke rumah
tak lagi sekedar istirah
melainkan juga mengabdi pada televisi
berhala abad ini
Pasar Minggu, 7 Mei 1996
KESIASIAAN
jakarta tuk sekian kali kukangkangi
kukentuti
hari hari bagai kilat menyambar nyambar
membakar dan yang lemah terkapar
aku juga meludahinya
sambil uncang uncang kaki
waktu demi waktu kupadati
obrolan dan sedikit caci maki
maafkan jakarta
sekian kali kudatang
tak pernah bisa membumi
tanah pertiwi tak kutemukan lagi di sini
Pasar Minggu, 10 Mei 1996
MENUNGGU BUNYI KETUKAN
dinding itu tetap membisu
setiap kali kusandarkan kepenatan
juga cintaku
jam jam malam melingkari detik
dering mimpi membangunkan pagi yang lena
dinding tetap membisu
setiap kali kusandarkan kepenatan
juga cintaku
yang sama sama menunggu
bunyi ketukan pintu
Pasar Minggu, 11 mei 1996
PELARIAN
- Balada Koh Tanzil
lama berdiam dalam gundah
maunya melepas resah dari lubuk sunyi
menyapa angin
kibasan sayap merpati
tak mampu menembus deruji besi
dingin bagai sepi
ketika pagi sipir mengantar
pada sebuah mimpi
arti merdeka yang khakiki
meski dalam petak kamar
pernik pernik surga menghiasi
kenikmatan hidup tersimpan
di balik terali
kemerdekaan harus diperjuangkan
dan kata orang
perjuangan adalah kemerdekaan itu sendiri
Pasar Minggu, 15 Mei 1996
ANANDA
memandang bulan
gelap di halaman
terang tergeletak
terdampar di ranjang
September 2004
LORODAN
- Rasus
lelah dikejar dajjal
tubuh luruh
dalam kesepian
siang mentari menyadap isi bumi
senja lembayung menggoreskan proyeksi
potret wajah pagi
manyentak nasib
lorodan dari mimpi
Agustus 2004
DEBU DI PADANG GERSANG
- DKB
aku debu di padang gersangmu
resi resi asik memutar tasbih
dikesejukkan altar
tak lagi peduli
rumput meranggas
datangkan cemas
di halaman
Juli 2004
PAK TUA
- to Achid BS
ini kebun
datangkan kantuk
gemercik air
dan belai sang bayu
selimutkan lelap
menghujamkan mimipi
pak tua
lama mengelus elus
burung piaraannya
Juli 2004
KASIDAH ACHID
irama kasidah
parau menggema
didendangkan achid
sang musafir
ditingkahi sayup gelombang
gema calung
dan lengkingan nyi ronggeng
nyanyikan tembang
pencari kayu bakar
ketika mematahkan ranting ranting
kering diketinggian pohon
musafir hentikan dendang kasidah
merenungi syair syair vulgar
nyi ronggeng
dan suara calung
sayup senyap di kejauhan
Agustus 2004
SELAMAT JALAN ABAH
mentari baru saja istirah
di haribaan penguasa maghrib
setelah lelah
menebarkan sinar dan kehangatan
menggantikan kelam jadi benderang
menggantikan gigil
membakar asa kehidupan
sungging fajar
senyum dhuha
renyah tawa dhuhur
raut muka asarmu
mengandung doa doa semesta
agar kiranya
sang Kholik membukakan pintu surga
yang telah dijanjikanNya
Oktober 2004
PANTAI
tak kulihat lagi
wajah tuhan disini
gadis gadis pantai
menutup mata
memejamkan hati
Desember 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.